Categories Berita

MRP telusuri kronologi pemecatan 1.435 karyawan PT Kodeko Papua

Pertemuan MRP dengan eks karyawan PT Kodeko Papua di Serui, Kabupaten Yapen, Senin (24/2/2020). – Jubi/Humas MRP

 

Jayapura, MRP – Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua atau Pokja Adat MRP bertemu dengan perwakilan 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua di Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, Senin (24/2/2020). Dalam pertemuan itu, Pokja Adat MRP mendengarkan kronologi pemecatan 1.435 karyawan PT Kodeko Papua yang terjadi pada 2004.

Ketua Pokja Adat MRP, Demas Tokoro melalui Humas MRP menyatakan pertemuan pada Senin merupakan pertemuan kedua pihaknya dengan perwakilan 1.435 karyawan PT Kodeka Papua. “Hari ini pertemuan kedua dengan eks karyawan PT Kodeko, setelah pertemuan pertama pada 13 Februari  lalu,” kata Tokoro.

Menurutnya, dalam pertemuan pertama perwakilan eks karyawan PT Kodeko Papua mengadukan kasus terkatung-katungnya pembayaran pesangon bagi 1.435 karyawan PT Kodeko Papua yang dipecat pada 2004. Pada pertemuan Senin, Pokja Adat MRP mendengarkan paparan kronologi pemecatan itu.

Tokoro menyatakan selama 14 tahun 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua masih menunggu pembayaran gaji dan pesangon mereka. “Eks karyawan Kodeko Papua menceritakan perjuangan panjang mereka menuntut haknya sebagai eks karyawan,” kata Tokoro.

Salah satu karyawan yang dipecat pada 2004, Costan Pondayar mengatakan PT Kodeko Papua merupakan perusahaan kayu lapis yang dirikan pada 1995, dan mulai berproduksinya sejak 1997.

“Pada 2002 kondisi tidak normal dan 2004 [perusahaan dinyatakan] pailit. Karyawan [diberhentikan] tanpa pembayaran pesangon, sehingga  aset-aset [perusahaan] menjadi jaminan [untuk membayar hutang pesangon kepada] para karyawan,” kata Pondayar, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Humas MRP.

Pada tahun 2006, para karyawan menggugat manajemen PT Kodeko Papua di Pengadilan Negeri Tangerang, menuntut perusahaan segera membayar gaji dan uang pesangon 1.435 karyawan yang dipecat pada 2004 itu. “Pada 2006, pengadilan memenangkan gugatan kami,” ujar Pondayar.

Ia menyatakan putusan itu mewajibkan pihak manapun yang mengambil alih aset PT Kodeko Papua wajib membayar semua hak para eks karyawan PT Kodeko Papua. Dalam perkembangannya, PT Sinar Wijaya melanjutkan produksi pabrik kayu lapis PT Kodeko Papua, namun tak kunjung membayar pesangon 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua.

“Kami mantan karyawan itu tidak tahu dari pintu mana PT Sinar Wijaya bisa masuk beroperasi. Karena tidak pernah [ada] sosialisasi kepada kami,” kata Pondayar.

PT Sinar Wijaya telah membayar sejumlah uang kepada para eks karyawan PT Kodeko Papua. Akan tetapi, Pondayar menyatakan nilai uang yang dibayarkan PT Sinar Wijaya lebih kecil dari besaran nilai pesangon masing-masing karyawan.

“Kami difasilitasi pemerintah kampung, bertemu [manajemen PT Sinar Wijaya] di Kantor Kampung Awunawai. [PT Sinar Wijaya membayarkan sejumlah uang, namun] kami tidak diberi kesempatan untuk baca surat pembayaran [yang harus kami tandatangani. Kami disuruh] langsung tanda tangan saja, alasannya ‘antrian karyawan banyak’,” ujar Pondayar.

Belakangan, para karyawan baru menyadari bahwa uang yang dibayarkan PT Sinar Wijaya lebih kecil dari pada nilai hak pesangon masing-masing karyawan. “Putusannya, saya harus terima Rp31 juta, [namun] saya hanya 15 juta,” aku Pondayar.

Demas Tokoro mengatakan pihaknya akan menjalankan mekanisme lembaga MRP untuk mempertemukan para perwakilan eks karyawan PT Kodeko Papua dengan pemerintah daerah dan manajemen PT Sinar Wijaya. Pertemuan itu akan dihadiri pula oleh Pokja Perempuan dan Pokja Agama MRP.

“Kami akan melakukan kunjungan gabungan MRP, Pokja Adat, Agama dan Perempuan. Kami akan berjuang, karena MRP ada untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. Kami harap masyarakat mendukung kami,” kata Tokoro.(*)

Sumber: Jubi.co.id