Categories Berita

MRP Desak PTFI Selesaikan 8.300 Hak Karyawan PHK Sepihak

JAYAPURA, MRP – Yoel Luiz Mulait, wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua  menerima perwakilan 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia yang dipecat usai mogok kerja 2017. Perwakilan eks Karyawan di dampingi Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH) Emanuel Gobay, di ruang rapat Sekretariat MRP di Kotaraja luar, Kamis, (25/8/2022).

Kehadiran para eks karyawan Freeport ini guna menanyakan tindak lanjut Rapat Koordinasi yang dilakukan pada tahun 2020 antara MRP dan eks karyawan Freeport di Jayapura. Selain itu, eks karyawan Freeport juga meminta MRP untuk menyurati presiden Jokowi dan presiden PT Freeport untuk melihat ribuan buruh PHK sepihak ini.

Emanuel Gobay, pengacara buruh PT Freeport dari LBH Papua juga mengklaim mogok adalah penerapan hak para buruh. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, kata Gobay, mengatur bahwa salah satu hak buruh adalah mogok.

Karena itu, lanjut dia, dengan pemogokan itu, menunjukkan bahwa 8.300 orang itu masih aktif sebagai buruh Freeport.

“Mereka sedang menggunaan haknya. Itu juga dikuatkan oleh putusan Mahkamah Aagung terkait gugatan PHK yang diajukan oleh Freeport kepada lima orang buruh yang sedang melakukan mogok. Dalam pendapat hakim MA itu menyebutkan bahwa kelima orang itu sedang menjalankan hak mereka. Dalam hal ini mogok,” tegas Gobay.

Gobay juga menjelaskan akibat PHK sepihak ini, 120 orang buruh eks karyawan Freeport meninggal dunia.

Gobay juga mengingatkan, pemogokan ini adalah masalah kemanusiaan juga. Bersama 8.300 buruh itu, ada juga keluarga mereka yang kehilangan sumber pendapatan. Termasuk di dalamnya kehilangan kepesertaan BPJS, untuk membiayai kesehatan mereka.

Salah satu perwakilan karyawan Freeport yang mengadu ke Majelis Rakyat Papua (MRP), Anton Awom mengatakan pihaknya berharap MRP dapat membantu perjuangan para karyawan yang dipecat Freeport itu.

“Kami berharap MRP dapat membantu hak mereka sebagai orang asli Papua yang diberhentikan secara sepihak dengan alasan kecil,” ujarnya.

Anton juga mendesak Majelis Rakyat Papua untuk harus lebih tegas memperjuangkan nasib buruh OAP yang di PHK sepihak ini, terutama mendesak kepada pemerintah indonesia melalui presiden RI Joko Widodo untuk melihat nasib eks karyawan OAP.

“Dengan alasan mogok, vaksin dan lisensi membuat eks karyawan Freeport ini harus di PHK secara sepihak terutama OAP, sedangkan dalam perjanjian tesebut di salah satu point ada afirmasi bagi OAP yang melakukan pelanggaran namun terus di abaikan oleh pihak manajemen PTFI,” ujar Awom.

Yoel Luiz Mulait, wakil ketua I MRP yang menemui eks karyawan Freeport bersama pengacara LBH Papua mendukung upaya jalur hukum yang sedang di tempuh oleh LBH Papua.

“Tentunya MRP memberikan dukungan ke LBH Papua yang sedang menempuh jalur hukum,  dengan memberikan surat dukungan sehingga bisa di gunakan dalam persidangan,” ujar Mulait.

Lembaga Majelis Rakyat Papua juga meminta PT Freeport yang ada di tanah Papua supaya segera selesaikan hak-hak karyawan yang telah di PHK kan secara sepihak. (*)

Read More
Categories Berita

MRP kecewa ada eks karyawan Kodeko yang meninggal sebelum terima pesangon

Pertemuan MRP dengan eks karyawan PT Kodeko Papua di Serui, Kabupaten Yapen, Senin (24/2/2020). – Jubi/Humas MRP

Jayapura, MRP – Ketua Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua atau Pokja Adat MRP, Demas Tokoro mengatakan pihaknya sangat kecewa mendengar ada eks karyawan PT Kodeko Papua yang sudah meninggal sebelum mendapat uang pesangon. Mereka adalah bagian dari 1.435 karyawan PT Kodeko Papua yang dipecat saat perusahaan kayu lapis di Serui, Kabupaten Yapen, Papua, itu berstatus pailit.

“Ada banyak yang meninggal tanpa mendapatkanya haknya. Itu [pihak yang belum membayar pesangon] berdosa,” kata Demas Tokoro, sebagaimana dikutip dari dokumentasi rekaman Humas MRP yang diterima Jubi pada Selasa (25/2/2020).

Pokja Adat MRP sedang menelusuri kasus pemecatan 1.435 karyawan PT Kodeko Papua pada 2004.Tokoro menyatakan selama 14 tahun 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua masih menunggu pembayaran gaji dan pesangon mereka. “Eks karyawan Kodeko Papua menceritakan perjuangan panjang mereka menuntut haknya sebagai eks karyawan,” kata Tokoro.

Salah satu eks karyawan PT Kodeko Papua, Martaha Helaha menyatakan beberapa rekannya telah meninggal selama 14 tahun perjuangan para karyawan PT Kodeko Papua menuntut hak mereka. “Ada banyak yang [sudah] meninggal,” kata Helaha saat menuturkan kondisi para eks karyawan PT Kodeko Papua dalam pertemuan dengan Pokja Adat MRP di Serui pada Senin (24/2/2020) lalu.

Koordinator eks karyawan PT Kodeko Papua, Cosmas Pondayar membenarkan keterangan Helaha itu, namun menyatakan belum mendata berapa jumlah eks karyawan PT Kodeko Papua yang telah meninggal. “Memang jelas ada yang meninggal, [setidaknya ada] dua [eks karyawan yang] meninggal pada 2019,” kata Pondayar saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon di Serui pada Selasa (25/2/2020).

Costan Pondayar mengatakan PT Kodeko Papua merupakan perusahaan kayu lapis yang dirikan pada 1995, dan mulai berproduksinya sejak 1997. “Pada 2002 kondisi tidak normal dan pada 2004 [perusahaan dinyatakan] pailit. Karyawan [diberhentikan] tanpa pembayaran pesangon, sehingga  aset-aset [perusahaan] menjadi jaminan [untuk membayar hutang pesangon kepada] para karyawan,” kata Pondayar.

Pada tahun 2006, para karyawan menggugat manajemen PT Kodeko Papua di Pengadilan Negeri Tangerang, menuntut perusahaan segera membayar gaji dan uang pesangon 1.435 karyawan yang dipecat pada 2004 itu. “Pada 2006, pengadilan memenangkan gugatan kami,” ujar Pondayar.

Ia menyatakan putusan itu mewajibkan pihak manapun yang mengambil alih aset PT Kodeko Papua wajib membayar semua hak para eks karyawan PT Kodeko Papua. Dalam perkembangannya, PT Sinar Wijaya melanjutkan produksi pabrik kayu lapis PT Kodeko Papua. Akan tetapi, PT Sinar Wijaya tak kunjung melunasi seluruh tunggakan pesangon 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua.

Menurut Pondayar, PT Sinar Wijaya telah membayar sejumlah uang kepada para eks karyawan PT Kodeko Papua. Akan tetapi, nilai uang yang dibayarkan PT Sinar Wijaya lebih kecil dari besaran hak gaji dan pesangon masing-masing karyawan PT Kodeko Papua. Para eks karyawan PT Kodeko Papua akhirnya mengadukan kasus itu kepada MRP.

Demas Tokoro mengatakan MRP akan memperjuangkan pembayaran kekurangan uang gaji dan pesangon para eks karyawan PT Kodeko Papua. “Kami akan berjuang. Saya minta masyarakat tetap memberikan dukungan dan doa dalam bentuk apa saja,”ungkapnya.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP telusuri kronologi pemecatan 1.435 karyawan PT Kodeko Papua

Pertemuan MRP dengan eks karyawan PT Kodeko Papua di Serui, Kabupaten Yapen, Senin (24/2/2020). – Jubi/Humas MRP

 

Jayapura, MRP – Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua atau Pokja Adat MRP bertemu dengan perwakilan 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua di Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, Senin (24/2/2020). Dalam pertemuan itu, Pokja Adat MRP mendengarkan kronologi pemecatan 1.435 karyawan PT Kodeko Papua yang terjadi pada 2004.

Ketua Pokja Adat MRP, Demas Tokoro melalui Humas MRP menyatakan pertemuan pada Senin merupakan pertemuan kedua pihaknya dengan perwakilan 1.435 karyawan PT Kodeka Papua. “Hari ini pertemuan kedua dengan eks karyawan PT Kodeko, setelah pertemuan pertama pada 13 Februari  lalu,” kata Tokoro.

Menurutnya, dalam pertemuan pertama perwakilan eks karyawan PT Kodeko Papua mengadukan kasus terkatung-katungnya pembayaran pesangon bagi 1.435 karyawan PT Kodeko Papua yang dipecat pada 2004. Pada pertemuan Senin, Pokja Adat MRP mendengarkan paparan kronologi pemecatan itu.

Tokoro menyatakan selama 14 tahun 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua masih menunggu pembayaran gaji dan pesangon mereka. “Eks karyawan Kodeko Papua menceritakan perjuangan panjang mereka menuntut haknya sebagai eks karyawan,” kata Tokoro.

Salah satu karyawan yang dipecat pada 2004, Costan Pondayar mengatakan PT Kodeko Papua merupakan perusahaan kayu lapis yang dirikan pada 1995, dan mulai berproduksinya sejak 1997.

“Pada 2002 kondisi tidak normal dan 2004 [perusahaan dinyatakan] pailit. Karyawan [diberhentikan] tanpa pembayaran pesangon, sehingga  aset-aset [perusahaan] menjadi jaminan [untuk membayar hutang pesangon kepada] para karyawan,” kata Pondayar, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Humas MRP.

Pada tahun 2006, para karyawan menggugat manajemen PT Kodeko Papua di Pengadilan Negeri Tangerang, menuntut perusahaan segera membayar gaji dan uang pesangon 1.435 karyawan yang dipecat pada 2004 itu. “Pada 2006, pengadilan memenangkan gugatan kami,” ujar Pondayar.

Ia menyatakan putusan itu mewajibkan pihak manapun yang mengambil alih aset PT Kodeko Papua wajib membayar semua hak para eks karyawan PT Kodeko Papua. Dalam perkembangannya, PT Sinar Wijaya melanjutkan produksi pabrik kayu lapis PT Kodeko Papua, namun tak kunjung membayar pesangon 1.435 eks karyawan PT Kodeko Papua.

“Kami mantan karyawan itu tidak tahu dari pintu mana PT Sinar Wijaya bisa masuk beroperasi. Karena tidak pernah [ada] sosialisasi kepada kami,” kata Pondayar.

PT Sinar Wijaya telah membayar sejumlah uang kepada para eks karyawan PT Kodeko Papua. Akan tetapi, Pondayar menyatakan nilai uang yang dibayarkan PT Sinar Wijaya lebih kecil dari besaran nilai pesangon masing-masing karyawan.

“Kami difasilitasi pemerintah kampung, bertemu [manajemen PT Sinar Wijaya] di Kantor Kampung Awunawai. [PT Sinar Wijaya membayarkan sejumlah uang, namun] kami tidak diberi kesempatan untuk baca surat pembayaran [yang harus kami tandatangani. Kami disuruh] langsung tanda tangan saja, alasannya ‘antrian karyawan banyak’,” ujar Pondayar.

Belakangan, para karyawan baru menyadari bahwa uang yang dibayarkan PT Sinar Wijaya lebih kecil dari pada nilai hak pesangon masing-masing karyawan. “Putusannya, saya harus terima Rp31 juta, [namun] saya hanya 15 juta,” aku Pondayar.

Demas Tokoro mengatakan pihaknya akan menjalankan mekanisme lembaga MRP untuk mempertemukan para perwakilan eks karyawan PT Kodeko Papua dengan pemerintah daerah dan manajemen PT Sinar Wijaya. Pertemuan itu akan dihadiri pula oleh Pokja Perempuan dan Pokja Agama MRP.

“Kami akan melakukan kunjungan gabungan MRP, Pokja Adat, Agama dan Perempuan. Kami akan berjuang, karena MRP ada untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. Kami harap masyarakat mendukung kami,” kata Tokoro.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More