Categories Berita

Otsus Papua: Pemerintah akan tingkatkan dana khusus dan tambah provinsi, pengamat: ‘Untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan?’

pengelolaan dana Otsus Papua meski menuai sorotan tetap dilanjutkan – Ist

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua dan Papua Barat merasa “dibungkam” karena tidak dilibatkan dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“MRP menganggap tidak ada niat baik dari pemerintah pusat membangun Papua sebagai satu kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Ketua MRP Timotius Murib kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Rabu (31/03).

MRP meminta dilakukan evaluasi secara menyeluruh dari Pasal 1 hingga Pasal 79 dalam UU Otsus Papua karena dalam 20 tahun pelaksanaannya UU itu “tidak bernyawa” dan tidak memberikan manfaat kepada orang asli Papua.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengusulkan dua perubahan pasal yaitu di Pasal 34 tentang dana penerimaan khusus dan Pasal 76 tentang pemekaran, saat menjadi pembicara Workshop Pendapat BPK terkait dengan Pengelolaan Dana Otsus Provinsi Papua dan Papua Barat, Selasa (30/03).

Namun, menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, UU Otsus Papua tidak hanya sekedar pembagian uang. Namun kenyataannya, usai 20 tahun pelaksanaan, evaluasi atas UU itu hanya terkait dengan dana dan pemekaran.

“Jadi untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan? Ini kan kegagalan Otsus di dalam menciptakan perdamaian di tanah Papua,” katanya.

Cahyo menambahkan, UU Otsus Papua dibentuk sebagai jalan tengah antara tuntutan orang Papua yang ingin merdeka dengan pemerintah yang ingin Papua bertahan dalam NKRI.

Sejak 2002 hingga 2020, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat telah menerima dana Otsus hingga Rp126,99 triliun yang meningkat dari Rp1,38 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp13,05 trilun pada 2020 kemarin.Dana Otsus itu, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, akan diperpanjang hingga 20 tahun ke depan dengan estimasi total Rp234,6 triliun atau hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan sebelumnya.

MRP: ‘Kami dibungkam’

Orang asli Papua di Nduga, di pegunungan tengah Papua, tengah berdemonstrasi.
Keterangan gambar,Warga Papua di Nduga, di pegunungan tengah Papua, menggelar demonstrasi.
Majelis Rakyat Papua merasa “dibungkam” oleh pemerintah pusat karena tidak dilibatkan dalam rencana revisi UU Otsus Papua yang kini sudah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk kemudian dilakukan pembahasan.
“Itu adalah langkah sepihak Jakarta, tanpa persetujuan dan tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Papua. Kami mengalami pembungkaman demokrasi hak orang asli Papua. MRP menganggap tidak ada niat baik dari Pemerintah Pusat membangun Papua sebagai satu kesatuan dalam NKRI,” kata Ketua MRP Timotius Murib.
Timotius menjelaskan, usai 20 tahun pelaksanaan UU Otsus Papua, pemerintah pusat dan masyarakat Papua harus duduk bersama “menyisir” satu demi satu pasal untuk melihat kelemahan dan kelebihan pelaksanaan UU ini, bukan hanya tentang dana dan pemekaran.
“Contoh, implemetasi UU Otsus Papua tidak bisa dilaksanakan karena dibenturkan dengan UU yang sektoral, seperti UU Otonomi Daerah sehingga menjadi tidak bernyawa dan tidak memberikan manfaat kepada orang asli Papua,” katanya.
Akibatnya, empat bidang prioritas dalam UU Otsus Papua yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur tidak bisa dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat Papua.
Sementara itu, dalam revisinya, pemerintah hanya mengusulkan perubahan dua pasal dalam UU Otsus Papua ke DPR, yaitu Pasal 34 dengan menaikan plafon alokasi dana otonomi khusus dari 2% menjadi 2,25%.
Kedua, pemerintah merevisi Pasal 76 tentang pemekaran yang mana sebelumnya pemekaran dilakukan atas persetujuan MRP dan DPR provinsi menjadi kini pemerintah dapat melakukan pemekaran secara sepihak.

ULMWP dan OPM tolak revisi Otsus Papua

Seorang pengunjukrasa membawa simbol bendera Bintang Kejora menuntut pemisahan Papua dari Indonesia.
Keterangan gambar,Seorang pengunjukrasa membawa simbol bendera Bintang Kejora menuntut pemisahan Papua dari Indonesia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Markus Haluk, menolak seluruh tawaran dan program pemerintah pusat terkait UU Otsus Papua.
“Dana Otsus dan pemekaran itu tidak pernah berdampak ke masyarakat. Itu hanya upaya untuk semakin hadir di tanah Papua, militer diperbanyak, polisi diperbanyak, migrasi semuanya ke Papua tanpa mengetahui akar masalahnnya,” katanya.
Senada dengan itu, juru bicara TPNPB- OPM Sebby Sambom mencurigai upaya pemerintah sebagai upaya untuk mendatangkan semakin banyak orang dari luar Papua untuk mengambil hak-hak tanah dan kekayaan orang asli Papua.
“Kami tolak itu semua, pemekaran, dana dan lainnya omong kosong semua,” katanya.

‘Meng-Indonesia-kan orang Papua’

Anak-anak pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua
Keterangan gambar,Anak-anak pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua.
Peneliti dari LIPI, Cahyo Pamungkas, mengatakan tujuan utama dari dibentuknya UU Otsus Papua adalah untuk memanusiakan, meng-Indonesia-kan orang Papua, dan memperlakukan mereka lebih baik dibandingkan masa lalu yang dipenuhi kekerasan.
“Tapi prinsip dibentuknya Otsus itu untuk meng-Indonesia-kan orang Papua, memperlakukan orang Papua lebih baik dari masa lalu yang dipenuhi masalah kekerasan. Di situ ada masalah HAM, kesejahteraan, perlindungan adat dan ekologi,” kata profesor riset yang banyak meneliti isu tentang Papua tersebut.
“Otsus itu tujuannya agar orang Papua bisa menikmati pembangunan, rekonsiliasi masa lalu, seperti kekerasan politik, dan pelanggaran HAM, memanusiakan mereka sehingga menyatu dengan Indonesia. Tapi ini semua tidak dibahas, yang muncul hanya masalah uang saja,” kata Cahyo.
Cahyo menjelaskan, UU Otsus disahkan pada tahun 2001 setelah sebelumnya pada pasca-reformasi 1998 terjadi pergejolakan politik dan konflik berdarah di mana masyarakat Papua menuntut kemerdekaan.
Karena tidak mungkin memenuhi tuntutan itu, pemerintah memberikan otonomi khusus sebagai jalan tengah.
Namun kenyataannya, usai 20 tahun pelaksanaan, evaluasi atas UU itu hanya terkait dengan dana dan pemekaran.
“Padahal terdapat empat persoalan utama. Pertama, perspektif Otsus yang pelaksanannya tumpang tindih dengan UU sektoral. Kedua, tata kelola yang tidak sesuai. Ketiga, kekerasan masih berlanjut, bahkan semakin meningkat saat Otsus diberlakukan, seperti di Intan Jaya, Nduga. Jadi untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan? Ini kan kegagalan Otsus di dalam menciptakan perdamaian di tanah Papua,” katanya.
Terakhir, adalah indeks pembangunan manusia orang asli Papua yang lebih rendah dibandingkan pendatang.
Sehingga, menurut Cahyo, seberapa pun dana Otsus dinaikkan, bahkan hingga 10 kali lipat, tidak akan membawa manfaat dan perubahan bagi orang asli Papua.
“Jika pembangunan tidak mendengarkan, melibatkan aspirasi, dan memperkuat identitas masyarakat Papua, serta menjaga kelestarian ekologi,” ujarnya.
“Ini adalah momen tepat untuk melakukan evaluasi total UU Otsus yang melibatkan komponen masyarakat adat, MRP, DPRP, gereja dan perempuan. Sehingga revisi UU ini memiliki legitimasi yang kuat dari bawah,” tutupnya.

Dana Otsus Papua diperpanjang, pengawasan diperketat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD

Keterangan gambar, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan pemerintah akan memperpanjang kebijakan dana Otsus Papua. Untuk itu diperlukan revisi beberapa pasal dalam UU Otsus Papua yang drafnya telah diserahkan ke DPR.
“Kita akan merevisi pasal 76 yaitu untuk memekarkan daerah provinsi mungkin akan tambah tiga provinsi sehingga menjadi lima, melalui revisi undang-undang bukan perpanjangan UU. Revisi 2 pasal, yaitu Pasal 34 tentang dana dan Pasal 76 tentang pemekaran,” ujar Mahfud.
Pemerintah juga mengeluarkan Kepres No. 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta membentuk tim hukum untuk melaksanakan penelitian penggunaan dana Otsus.
Mahfud menyebut, pembangunan di Papua masih belum efektif yang disebabkan di antaranya situasi keamanan yang tidak kondusif, tingginya kasus korupsi dan belum terintegrasinya sejumlah program pemerintah.
Untuk itu Mahfud MD meminta agar pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara harus lebih ditingkatkan.
Mahfud juga menegaskan bahwa hubungan Papua dan NKRI sudah final, “tidak bisa diganggu gugat, dan akan dipertahankan dengan segala biaya yang diperlukan. Sosial, ekonomi, politik dan keuangan sekalipun, akan kita pertahankan,” tegas Menko Polhukam.

DPR: Kami perlu dengar suara masyarakat Papua

Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Otsus Papua, Komarudin Watubun, mengatakan DPR perlu mendengar aspirasi dari masyarakat dan melihat situasi yang terjadi di Papua.
Salah satu aspirasinya, kata politisi PDI Perjuangan tersebut, adalah masyarakat Papua tidak hanya ingin dana dan pemekaran, tapi juga perbaikan perlindungan HAM.
“Ada soal pelanggaran HAM. Namun itu aspirasi, dalam negara demokrasi boleh-boleh saja namun semua nanti melalui pembahasan di pansus dan sikap serta fraksi akan melihat urgensinya,” kata Komarudin seperti dikutip Antara, Selasa, (30/03).
“Jadi ada dua pasal yang diajukan pemerintah dalam revisi UU Otsus Papua. Kita tidak bisa menutup mata bahwa Otsus Papua ada kekurangannya jadi mari diperbaiki,” katanya.
Revisi UU Otsus Papua telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. DPR meyakini, revisi UU tersebut akan selesai pada tahun ini.

Sumber: BBC

Read More
Categories Berita

Pokja Perempuan MRP mengevaluasi Otsus Papua

Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua,Debora Mote saat diwawacarai wartawan. – Jubi/Engel Wally

SENTANI, MRP – Kelompok Kerja Perempuan Majelis Rakyat Papua menggelar Rapat Koordinasi di Sentani, Kabupaten Jayapura, membahas pemenuhan dan penegakan hak dasar perempuan dan anak di Papua. Rapat koordinasi itu mengumpulkan masukan dan harapan kaum perempuan Papua atas 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus Papua.

Rapat koordinasi itu antara lain dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Jayapura dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura. Sejumlah 77 organisasi wanita di Kabupaten Jayapura juga mengikuti rapat tersebut.

Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua (MRP),Debora Mote mengatakan rapat koordinasi itu merupakan bagian dari program kegiatan Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan MRP pada tahun 2021. Mote menyatakan pihaknya mengumpulkan masukan dan harapan kaum perempuan atas 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

“Tahun ini akan ada evaluasi Otsus Papua selama 20 tahun, secara khusus [dalam hal] pemberdayaan dan keberpihakan [terhadap] perempuan dan anak asli Papua. Rapat koordinasi itu sangat penting untuk menyerap aspirasi masyarakat dari tingkat bawah,” ujar Mote.

Kepala DP3A Kabupaten Jayapura, Mariam Soumelena mengatakan pihaknya telah melakukan pendampingan dan pemberdayaan bagi ibu-ibu dan anak di seluruh kampung yang tersebar di 19 distrik Kabupaten Jayapura. Menurut Soumelena, pendampingan itu diterapkan langsung oleh para ibu di masing-masing kampung.

“Dari Dana Otsus, ada pendampingan langsung kepada ibu-ibu di kampung untuk mengembangkan potensi mereka. Baik itu [di bidang] pendidikan, kesehatan, keterampilan tangan, hingga usaha mikro,” jelasnya.

Sekretaris Pokja Perempuan MRP, Orpa Nari mengatakan pelaksanaan Otsus Papua selama 20 tahun harus dievaluasi, khususnya terkait kebijakan pemerintah daerah untuk memproteksi perempuan asli Papua. Nari menjelaskan rapat koordinasi serupa juga digelar Pokja Perempuan MRP di Wilayah Adat Tabi.

“Dari aspirasi yang disampaikan kaum perempuan di Kabupaten Jayapura melalui 77 organisasi perempuan itu akan kami tindak lanjuti sebagai satu rekomendasi kepada pemerintah daerah,” pungkasnya. (*)

Sumber : Jubi

Read More

Categories Galeri Video

Berita Video: Bimtek MRP Terkait Implementasi dan Regulasi Otsus Papua

JAYAPURA, MRP – Bimbingan Teknis (Bimtek) monitoring pengendalian implementasi regulasi terkait Otsus Papua diharapkan dapat meningkatkan pembobotan sumberdaya pimpinan dan anggota MRP dalam penyusunan program kerja jangka pendek kedepan.

Hal tersebut dikatakan Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua dalam sambutannya sebelum menutup kegiatan Bimtek bagi anggota MRP yang berlangsung selama tiga hari di hotel Grand Allison Sentani. Kamis, (4/2/2021).

Dia mengatakan dalam kegiatan Bimtek ada pemateri dari luar Papua dan lokal yang mana memberikan materi pembobotan dalam penyusunan program kerja kedepan dalam lembaga MRP.

 

Read More
Categories Berita

Bimtek MRP Terkait Implementasi dan Regulasi Otsus Papua Berakhir

Foto bersama pimpinan dan anggota MRP usai Bimtek di Sentani – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Bimbingan Teknis (Bimtek) monitoring pengendalian implementasi regulasi terkait Otsus Papua diharapkan dapat meningkatkan pembobotan sumberdaya pimpinan dan anggota MRP dalam penyusunan program kerja jangka pendek kedepan.

Hal tersebut dikatakan Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua dalam sambutannya sebelum menutup kegiatan Bimtek bagi anggota MRP yang berlangsung selama tiga hari di hotel Grand Allison Sentani. Kamis, (4/2/2021).

Dia mengatakan dalam kegiatan Bimtek ada pemateri dari luar Papua dan lokal yang mana memberikan materi pembobotan dalam penyusunan program kerja kedepan dalam lembaga MRP.

“Untuk tahun 2021 ini, MRP menganggap bahwa ini tahun evaluasi sehingga materi-materi yang di berikan oleh narasumber itu memberikan pembobotan pada pimpinan dan anggota MRP agar bisa mengambil satu kebijakan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat Papua,” kata Murib.

Kata Murib, saat ini smua masyarakat Papua menanyakan kegiatan baik pemerintah pusat, DPR-RI dalam mendorong perubahan UU Otsus Pasal 21 tahun 2001.

“Pada UU Otsus Pasal 21 tahun 2001 yang ketiga itu terutama di pasal 34 ada dana dua persen dan terkait dengan pemekaran itu pada pasal 76 dan pasal 76 ini ada empat poin, dimana disitu ada tertulis harus ada persetujuan dan pertimbangan oleh Majelis Rakyat Papua, serta rekomendasi MRP, DPRP, dan Gubernur,” jelasnya.

Murib menambahkan, pemekaran-pemekaran yang di lakukan pemerintah pusat itu bagian dari kebijakan dalam rangka memberikan pelayanan bagi kami masyarakat di Papua, dimana pemerintah pusat tentu tahu bahwa wilayah Papua adalah wilayah kekhususan dan Otonomi Khusus masih berlaku.

“Sehingga pemekaran yang ingin di lakukan itu pemerintah pusat akan menanyakan kepada gubernur, DPRP, dan MRP sesuai dengan pasal 76 dimana pemekaran harus ada pertimbangan dan persetujuan dari ketiga lembaga ini terutama MRP,” tegasnya.

Eddy Patanduk selaku ketua panitia pelaksana kegiatan Bimtek monitoring pengendalian implementasi regulasi terkait Otonomi Khusus Papua bagi pimpinan dan anggota MRP berjalan lancar baik melalui tatap muka maupun virtual dengan para narasumber.

“Panitia mengapresiasi kepada semua anggota MRP yang dengan begitu sabar dan antusias dalam mengikuti kegiatan dan juga yang mendukung kegiatan Bimtek ini dari awal hingga akhir dan kami berharap Bimtek ini dapat mendukung program lembaga MRP kedepannya,” tuturnya. (*)

 

Read More
Categories Berita

Peningkatan Kualitas Anggota MRP Harus Sejalan Era 4.0, Begini Pesan Gubernur Papua

Doren Wakerkwa Pjs Sekda Papua saat membawakan sambutan pada kegiatan Bimtek MRP, Selasa (2/2/2021) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Peningkatan kualitas personal anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dan peningkatan kelembagaan MRP penting dilakukan sejalan dengan era 4.0 era baru yang memang menuntut kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), yang berkualitas dan mampu beradaptasi serta berinteraksi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Demikian sambutan tertulis Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH, yang dibacakan Penjabat Sekda Papua Doren Wakerkwa, SH, saat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) monitoring pengendalian implementasi regulasi terkait Otonomi Khusus (Otsus) Papua bagi pimpinan dan anggota MRP tahun 2021  di Grand Allison, Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (02/02/2021).

Gubernur Lukas mengatakan, Otsus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat diberikan dalam rangka upaya peningkatan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi Orang Asli Papua (OAP).

Oleh karena itu, terangnya, sasaran utama Otsus adalah OAP, sementara tugas dan fungsi utama MRP adalah melindungi hak-hak dasar OAP, maka menjadi tuntutan moral bagi MRP, untuk terus-menerus meningkatkan kapasitasnya, baik kapasitas secara personal maupun secara kelembagaan.

“Agar dapat melaksanakan fungsinya secara baik pada gilirannya berdampak positif bagi upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Papua,” tukasnya.

“Disinilah letak esensi dasar pentingnya kegiatan peningkatan kualitas SDA penyelenggara pemerintah negara, seperti halnya MRP yang antara lain dapat diwujudkan melalui kegiatan bimtek sekarang ini,” tutur Lukas.

Penyegaran Tugas dan Fungsi MRP

Senada dengan itu, Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, pihaknya memandang kegiatan bimtek ini penting, karena kegiatan ini pada hakekatnya adalah untuk penyegaran kembali pemahaman bersama tentang tugas dan wewenang MRP.

Dikatakan sejak menjadi anggota MRP telah diberikan pembekalan tentang tugas dan fungsi MRP, tapi penyegaran kembali mengenai tugas dan fungsi  MRP secara berkala melalui kegiatan–kegiatan seperti ini memang perlu dilakukan, agar  memperoleh semangat baru dalam mengemban tugas dan fungsi MRP.

“Apalagi, sama sama mengetahui keberadaan MRP adalah dalam rangka perlindungan hak-hak dasar OAP. Hak hak dasar ini merupakan hak yang melekat dalam diri OAP,” terangnya.

Menurut Timotius, sebagai makluk ciptaan Tuhan, tapi pada sisi lain hak hak dasar ini tak berada dalam ruang  yang statis, melainkan berada dalam dimensi yang dinamis mengikuti gerak sosial masyarakat. Dimana OAP sebagai pendukung hak hak dasar tersebut  juga berada dalam interaksi sosial yang dinamis.

Oleh karena masyarakat Papua berada dalam interaksi sosial yang dinamis, dengan demikian masyarakat Papua pun mengalami perubahan sosial yang sudah tentu akan mempengaruhi pola tingka laku dan tatanan kehidupan bermasyarakat OAP.

“MRP sebagai lembaga yang melindungi hak hak dasar OAP tentu wajib mengikuti perkembangan masyarakat  OAP, dengan dinamika sosial yang mengikutinya, maka dalam pengambilan keputusan atau penentuan kebijakan pembangunan daerah di Provinsi Papua, MRP akan dapat memberikan masukan-masukan yang valid dan berguna bagi OAP itu sendiri,” ungkap Timotius. **

Sumber: Papua Inside

Read More

Categories Berita

MRP serta MRPB gelar FGD dengan LSM dan Peradi di Jakarta

Para pimpinan Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat berfoto bersama peserta diskusi kelompok terarah atau FGD di Jakarta, Rabu (2/9/2020). – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat menggelar diskusi kelompok terarah atau FGD dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan Perhimpunan Advokat Indonesia di Jakarta, Rabu (2/9/2020). FGD itu mendegarkan masukan terkait konflik Papua, polemik evaluasi Otonomi Khusus atau Otsus Papua, serta rencana Rapat Dengar Pendapat terkait rencana evaluasi Otsus Papua.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib dan Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Maxsi Nelson Ahoren seusai FGD pada Rabu itu. Menurut Murib, pihaknya mendapatkan banyak masukan dari para peserta FGD itu.

“Kami gelar diskusi dengan LSM di Jakarta. Kami butuh saran dan pendapat mereka, karena selama ini mereka juga memberi perhatian atas masalah di Papua. Mereka telah memberi pembobotan terhadap rencana MRP untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat rakyat Papua terkait implementasi Otsus Papua,” kata Murib sebagaimana dikutip dari rekaman video yang diterima Jubi pada Rabu.

Menurut Murib, bukan hanya orang Papua yang bisa memberikan pendapat terkait pelaksanaan Otsus Papua. Ia menyatakan semua pihak harus memberikan saran dan pendapat untuk masa depan orang Papua. Murib menyatakan semakin banyak saran yang ditampung MRP, orang Papua akan terbantu untuk melihat masalahnya, demi masa depan Papua yang lebih baik.

“Bukan hanya orang Papua [yang bisa memerikan pendapat soal implementasi Otsus Papua. Orang lain memberi pendapat itu penting,” kata Murib.

Sugeng Teguh Santoso, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia yang turut hadir dalam FGD itu mengatakan revisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) sangat penting dilakukan. Ia memberikan masukan konkrit usulan materi revisi UU Otsus Papua, dengan memperkuat kewenangan MRP dan MRPB.

“UU harus direvisi dengan memberikan lebih luas kepada MRP dan MRPB, dengan pertimbangan Otsus [diberikan] untuk kesejahteraan orang asli Papua dalam dalam arti luas. Karena itu, MRP sebagai lembaga kultural perlu diberi kewenangan yang luas untuk memperjuangkan kepentingan orang Papua,” kata Sugeng.

Ia menyatakan ada dua kewenangan yang perlu diberikan kepada MRP dan MRPB. Pertama, kewenangan memberikan pertimbangan terhadap masalah hukum di Papua. Kedua, memberikan pertimbangan dalam proses pencalonan kandidat pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

“[Dalam] proses kerja penegak hukum, MRP bisa dilibatkan, bekerja sama dan memberikan rekomendasi penegakan hukum. MRP [harus memiliki wewenang untuk] memberikan rekomendasi dalam [pencalonan] kepala daerah, karena mereka yang memahami pergumulan dan harapan rakyat Papua. MRP juga bisa memiliki kewenangan untuk memberikan arahan politik dalam membangun Papua,” ujar Sugeng.

Ketua MRPB, Maxsi N Ahoren mengatakan apapun masukan yang disampaikan akan menjadi bahan pertimbangan MRP dan MRPB dalam memfasilitasi rakyat Papua untuk memberikan pendapat mereka atas rencana evaluasi Otsus Papua. Semua masukan itu akan menjadi bahan pertimbangan bagi kedua lembaga representasi kultural orang asli Papua.

“Hari ini kami butuh masukan dari LSM dari Jakarta. Itu menjadi bahan pertimbagan kami [untuk memberikan] masukan kepada pemerintah. Intinya, kita akan dengar masukan rakyat Papua. Akhirnya, kita akan lihat apakah Otsus ini akan jalan dengan catatan, atau tidak jalan dengan catatan. Nanti kita akan lihat,” ujarnya serius.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

MRP dan MRPB sepakat gelar RDP terkait efektivitas pelaksanaan Otsus

Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) sepakat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang pelaksanaan otonomi khusus Papua, dalam satu dokumen kerja sama kedua lembaga tersebut. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) sepakat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang pelaksanaan otonomi khusus Papua, dalam satu dokumen kerja sama kedua lembaga tersebut.

RDP digelar sebelum bertemu menteri dalam negeri dan DPR RI, dalam kunjungan kerja selama sepekan di Jakarta pada 31 Agustus – 4 September 2020.

Pernyataan itu disampaikan Timotius Murib, ketua MRP pada 1 September 2020, melalui pernyataan tertulisnya kepada redaksi Jubi.

“Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari agenda bersama kedua lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang menjadi representasi kultural orang asli Papua,”kata Murib yang juga ketua Tim RDP MRP kepada redaksi jubi.co.id.

Kata dia, agenda bersama MRP dan MRPB telah disepakati dan dituangkan dalam sebuah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Ketua MRP dan Ketua MRPB pada 1 September 2020 di Golden Boutique Hotel, Jakarta

Penandatangan MoU didahului sesi pertemuan bersama antara MRP dan MRPB, membahas poin-poin MoU mengenai pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat Umum dan Rapat Pleno Luar Biasa, tentang 20 tahun efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan kerjasama MRP dan MRPB sebagai upaya dari orang asli Papua untuk melihat pelaksanaan kebijakan Otonomi Khusus dan mencari solusi terbaik demi masa depan orang asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

“Sebelum melihat lebih dalam mengenai efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, MRP dan MRPB melakukan sesi pertemuan bersama dengan diakhiri penandatanganan MoU bersama, sebagai kesepakatan bersama kedua lembaga negara itu dalam melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum dan Pleno Luar Biasa bersama orang asli Papua,“ tegas Ketua MRP.

Senada dengan Ketua MRP, Maxsi Ahoren selaku Ketua MRPB menegaskan, kerjasama ini adalah momentum dimana orang asli Papua bersatu dalam memikirkan masa depannya. “Kami dari MRPB melihat kerjasama antara kami dan MRP sebagai momentum dalam menjalankan mandat Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, “ ujarnya.(*)

Read More

Categories Berita

MRP Minta Semua Komponen Rakyat Papua Dukung RDP

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) secara resmi memberi mandat kepada para tim anggota MRP untuk segera menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan mekanisme Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam rangka mengevalusi Otonomi Khusus (Otsus) selama 20 tahun di tanah Papua.

Hal tersebut disampaikan Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), usai, mengikuti ibadah penguatan kepada pimpinan dan anggota MRP dalam menyiapkan jalanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) di tanah Papua. Selasa, (4/8/2020).

RDP yang akan digelar oleh MRP akan melibatkan MRP provinsi Papua dan Papua Barat. Agar semua komponen rakyat Papua dapat memberikan pendapat terhadap implementasi Otsus selama 20 tahun di tanah Papua sesuai ketentuan pasal 77 UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua.

“Seluruh rakyat Papua di 28 kabupaten/kota provinsi Papua dan 13 kabupaten/kota provinsi Papua Barat dapat memberikan pendapat terhadap implementasi Otsus selama 20 tahun karena sudah jelas usul perubahan UU Otsus dilakukan oleh rakyat Papua melalui MRP,” ungkapnya.

Murib menambahkan, MRP Papua dan MRP Papua Barat akan duduk bersama dan wajib untuk mendorong RDP agar orang asli Papua dapat memberikan pendapat tentang Otsus jilid 2 agar masyarakat bisa memutuskan keinginan mereka kedepan.

“MRP menghimbau kepada semua pihak untuk bisa mendukung penuh kepada MRP agar MRP bisa melakukan secara ilmiah, dimana evaluasi yang ingin kami lakukan harus secara ilmiah dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat orang asli Papua,” imbuhnya.

Dirinya juga menambahkan Lembaga akademisi di tanah Papua juga akan dilibatkan dalam evaluasi Otsus terutama di empat bidang dan juga tidak terlepas dari pelanggaran HAM, sebelum Otsus dan selama Otsus 20 tahun di tanah Papua di bidang Sipol maupun Ekosop di tanah Papua semua akan di evaluasi.

“Yang lebih penting evaluasi kinerja pimpinan dan anggota MRP dari diri kita sendiri barulah kita keluar mengevaluasi siapa saja Lembaga-lembaga yang menerima dana Otsus seperti apa memberikan pertanggungjawaban kepada rakyat Papua,” ujarnya.

Lanjutnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta kepada pemerintah pusat untuk mendukung penuh Lembaga MRP agar MRP dapat mengelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mekanisme yang berlaku  di Lembaga MRP sesuai perintah UU Otsus.

Sementara itu, Anggota Pokja Agama MRP, John Wob yang merupakan utusan Keuskupan Agung Merauke menambahkan pihaknya sangat berharap semua komponen rakyat Papua berpartisipasi dalam mekanisme legal itu dalam menyampaikan penilaian mereka atas pelaksanaan Otsus Papua. Apapun aspirasi yang ingin disampaikan komponen rakyat Papua, RDP MRP dan DPR Papua akan menjadi tempat yang tepat.

“RDP yang akan dijalankan [MRP dan DPR Papua akan menjadi] tempat rakyat menyampaikan aspirasi [apapun, baik itu] aspirasi [menuntut]refrendum atau [memilih] otonomi. Karena itu, mari satu maksud dan tujuan, demi Papua yang lebih baik,” kata Wob

Sumber: Suara Papua 

Read More

Categories Berita

Evaluasi Otsus Akan Dilakukan Secara Ilmiah Sesuai Aspirasi Rakyat Papua

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) - Humas MRP
Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) akan melakukan evaluasi Otonomi Khusus secara ilmiah agar bisa diukur dari keberhasilan dan kegagalan Otsus selama 20 tahun di tanah Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) menjelaskan MRP akan melakukan konsolidasi kepada seluruh pihak komponen masyarakat yang akan ikut terlibat dalam evaluasi Otsus ini. Selasa, (4/8/2020).

“Jadi evaluasi Otsus ini akan dilakukan secara ilmiah, jadi tidak secara emosional agar kita bisa lihat plus minus dari Otsus,” jelasnya.

Kata Murib, Otsus ini harus diukur sehingga MRP akan membentuk tim besar untuk melakukan evaluasi total Otsus secara menyeluruh agar bisa mendapatkan hasil dari keberhasilan dan kegagalan dari Otsus itu sendiri selama 20 tahun di tanah Papua.

“MRP akan melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan gubernur Papua, DRP Papua, Kapolda Papua, Pangdam Cenderawasih dan paguyuban-paguyuban untuk meminta dukungan agar kami laksanakan Rapat Dengar Pendapat ini,” bebernya.

Dirinya menambahkan, RDP ini untuk mengetahui keinginan rakyat Papua seperti apa karena yang dilakukan ini sesuai perintah undang-undang. MRP juga akan melakukan komunikasi ke berbagai pihak supaya memberikan pemahaman yang baik guna menyatukan persepsi untuk lakukan RDP di 7 wilayah adat.

“Waktu yang diperkirakan untuk persiapan RDP tiga bulan, kemudian terakhir kami akan gelar rapat puncak RDP di salah satu wilayah adat, dan 7 wilayah adat akan melakukan evaluasi masing-masing lalu semua hasil evaluasi itu dibawah ke Jayapura untuk melakukan pleno luar biasa untuk mengesahkan aspirasi masyarakat dan di bawah ke DPR Papua untuk di Paripurnakan untuk disampaikan kepada pemerintah pusat,” tuturnya.

Sebelumnya, eks tahanan politik atau tapol Papua, Alexander Gobay, Presiden Mahasiswa Universitas Cenderawasih, selain minta mahasiswa Papua terlibat melakukan evaluasi dengan meknisme ilmiah, dirinya juga minta MRP melakukan evaluasi Otonomi Khusus atau Otsus Papua secara menyeluruh.

Ia minta evaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan semua pihak sebagaimana disampaikan Ketua MRP. Ia juga minta MRP mengudang pemerintah daerah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, akademisi, aktivis, dan mahasiswa untuk bersama membahas keberhasilan dan kegagalan Otsus Papua.

“Dalam evaluasi Otsus Papua, penting mengudang organisasi [yang dianggap sayap] kiri dan lembaga pemerintahan membicarakan tentang otsus,” ucap Alexander Gobay, Senin (27/7/2020).

Dalam rangka itu, ia menyarankan BEM se-Papua duduk bersama membicarakan terkait dana Otsus Papua itu, dan melakukan kajian ilmiah berdasarkan kondisi nyata selama 20 tahun otsus diberlakukan di Papua.

Menurutnya, salah satu semangat Otsus adalah menjadikan orang Papua tuan di negerinya sendiri. Ada peningkatan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Akan tetapi, menurut dia, selama ini semangat Otsus Papua belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Situasi inilah yang membuat berbagai pihak menolak wacana perpanjangan dana Otsus Papua setelah tahun 2021.

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

MRP gelar doa bersama sebelum persiapan RDP 20 tahun Otsus

Ketua MRP, Timotius Murib, saat menyampaikan sambutan dalam acara doa bersama di kantor MRP, di Kotaraja-Papua, Selasa (4/8/2020) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menggelar ibadah atau doa bersama mengawali rangkaian persiapan Rapat Dengar Pendapat atau RDP dengan rakyat Papua terkait pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua selama 20 tahun. Doa bersama berlangsung Selasa, 4 Agustus 2020, di halaman Kantor MRP, Kotaraja, Kota Jayapura, Papua.

“Awali tahapan-tahapan, hari ini, 4 Augustus, MRP melalukan ibadah penguatan untuk pimpinan, anggota dan staf sekretariat,” ungkap Ketua MRP, Timotius Murib, kepada wartawan usai doa bersama.

Kata dia, ibadah menjadi penting sebagai orang beriman, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan yang mempunyai hidup dan kehidupan, juga di tanah dan manusia Papua, patut dipuji dan diminta kekuatan.

“Doa supaya mendapatkan satu kekuatan bersama supaya saat melaksanakan kegiatan ini mendapatkan kekuatan dari Tuhan yang punya tanah dan manusia Papua,” ungkapnya.

Murib mengatakan dalam ibadah itu juga, pimpinan lembaga menyerahkan mandat kepada ketua dan anggota tim yang terdiri dari 19 orang. Tim ini akan melaksanakan seluruh proses persiapan, kurang lebih tiga bulan ke depan.

“Mereka menyiapkan seluruh tahapan RDP rakyat Papua di 29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan 12 kabupaten di Papua Barat,” ungkapnya.

Murib menjelaskan dalam proses ini pihaknya akan membangun komunikasi dengan semua pihak dengan harapan semua pihak memahami dan mendukung RDP, termasuk kelompok masyarakat dan mahasiswa yang menolak apapun aktivitas MRP.

“Kami akan membangun komunikasi supaya kita satu pemahaman supaya rakyat salurkan pendapat secara bersama dan santun,” ungkapnya.

Sebelumnya, eks tahanan politik atau tapol Papua, Alexander Gobay, Presiden Mahasiswa Universitas Cenderawasih, minta mahasiswa Papua terlibat melakukan evaluasi dengan meknisme ilmiah. Dirinya juga minta MRP melakukan evaluasi Otonomi Khusus atau Otsus Papua secara menyeluruh.

Ia minta evaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan semua pihak sebagaimana disampaikan Ketua MRP. Ia juga minta MRP mengundang pemerintah daerah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, akademisi, aktivis, dan mahasiswa untuk bersama membahas keberhasilan dan kegagalan Otsus Papua.

“Dalam evaluasi Otsus Papua, penting mengudang organisasi [yang dianggap sayap] kiri dan lembaga pemerintahan membicarakan tentang otsus,” ucap Alexander Gobay, Senin (27/7/2020).

Dalam rangka itu, ia menyarankan BEM se-Papua duduk bersama membicarakan terkait dana Otsus Papua itu, dan melakukan kajian ilmiah berdasarkan kondisi nyata selama 20 tahun otsus diberlakukan di Papua.

Menurutnya, salah satu semangat Otsus adalah menjadikan orang Papua menjadi tuan di negerinya sendiri, serta ada peningkatan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Akan tetapi, menurut dia, selama ini semangat Otsus Papua belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Situasi inilah yang membuat berbagai pihak menolak wacana perpanjangan dana Otsus Papua setelah tahun 2021. (*)

 

 

Read More