Categories Berita

Evaluasi Otsus Akan Dilakukan Secara Ilmiah Sesuai Aspirasi Rakyat Papua

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) - Humas MRP
Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) akan melakukan evaluasi Otonomi Khusus secara ilmiah agar bisa diukur dari keberhasilan dan kegagalan Otsus selama 20 tahun di tanah Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) menjelaskan MRP akan melakukan konsolidasi kepada seluruh pihak komponen masyarakat yang akan ikut terlibat dalam evaluasi Otsus ini. Selasa, (4/8/2020).

“Jadi evaluasi Otsus ini akan dilakukan secara ilmiah, jadi tidak secara emosional agar kita bisa lihat plus minus dari Otsus,” jelasnya.

Kata Murib, Otsus ini harus diukur sehingga MRP akan membentuk tim besar untuk melakukan evaluasi total Otsus secara menyeluruh agar bisa mendapatkan hasil dari keberhasilan dan kegagalan dari Otsus itu sendiri selama 20 tahun di tanah Papua.

“MRP akan melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan gubernur Papua, DRP Papua, Kapolda Papua, Pangdam Cenderawasih dan paguyuban-paguyuban untuk meminta dukungan agar kami laksanakan Rapat Dengar Pendapat ini,” bebernya.

Dirinya menambahkan, RDP ini untuk mengetahui keinginan rakyat Papua seperti apa karena yang dilakukan ini sesuai perintah undang-undang. MRP juga akan melakukan komunikasi ke berbagai pihak supaya memberikan pemahaman yang baik guna menyatukan persepsi untuk lakukan RDP di 7 wilayah adat.

“Waktu yang diperkirakan untuk persiapan RDP tiga bulan, kemudian terakhir kami akan gelar rapat puncak RDP di salah satu wilayah adat, dan 7 wilayah adat akan melakukan evaluasi masing-masing lalu semua hasil evaluasi itu dibawah ke Jayapura untuk melakukan pleno luar biasa untuk mengesahkan aspirasi masyarakat dan di bawah ke DPR Papua untuk di Paripurnakan untuk disampaikan kepada pemerintah pusat,” tuturnya.

Sebelumnya, eks tahanan politik atau tapol Papua, Alexander Gobay, Presiden Mahasiswa Universitas Cenderawasih, selain minta mahasiswa Papua terlibat melakukan evaluasi dengan meknisme ilmiah, dirinya juga minta MRP melakukan evaluasi Otonomi Khusus atau Otsus Papua secara menyeluruh.

Ia minta evaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan semua pihak sebagaimana disampaikan Ketua MRP. Ia juga minta MRP mengudang pemerintah daerah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, akademisi, aktivis, dan mahasiswa untuk bersama membahas keberhasilan dan kegagalan Otsus Papua.

“Dalam evaluasi Otsus Papua, penting mengudang organisasi [yang dianggap sayap] kiri dan lembaga pemerintahan membicarakan tentang otsus,” ucap Alexander Gobay, Senin (27/7/2020).

Dalam rangka itu, ia menyarankan BEM se-Papua duduk bersama membicarakan terkait dana Otsus Papua itu, dan melakukan kajian ilmiah berdasarkan kondisi nyata selama 20 tahun otsus diberlakukan di Papua.

Menurutnya, salah satu semangat Otsus adalah menjadikan orang Papua tuan di negerinya sendiri. Ada peningkatan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Akan tetapi, menurut dia, selama ini semangat Otsus Papua belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Situasi inilah yang membuat berbagai pihak menolak wacana perpanjangan dana Otsus Papua setelah tahun 2021.

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

LBH Papua dampingi eks karyawan Freeport bertemu MRP

Perwakilan buruh PHK Freeport di dampingi LBH Papua bertemu Ketua MRP Timotius Murib  dan anggota MRP di kantor MRP – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Perwakilan 8.300 karyawan PT Freeport Indonesia yang dipecat usai mogok kerja 2017 mengadukan nasib mereka ke Majelis Rakyat Papua di Kota Jayapura, Selasa (4/8/2020). Lembaga Bantuan Hukum Papua turut mendampingi para eks karyawan Freeport saat menemui Majelis Rakyat Papua pada Selasa.

Salah satu perwakilan karyawan Freeport yang mengadu ke Majelis Rakyat Papua (MRP), Anton Awom mengatakan pihaknya berharap MRP dapat membantu perjuangan para karyawan yang dipecat Freeport itu. Mereka berharap MRP dapat membantu hak mereka sebagai orang asli Papua yang diberhentikan gara-gara mogok kerja.

“MRP bisa melihat kami sebagai anak-anak asli Papua. [Kami berharap] mereka bisa lebih tegas mengingatkan pemerintah untuk tidak mengorbankan kami, supaya anak-anak Papua tidak meninggal lagi di atas tanah ini, karena kepentingan apapun,” ujar Awom usai bertemu pimpinan dan anggota MRP.

Awom menyatakan pemecatan 8.300 karyawan itu terjadi saat pemerintah Indonesia memulai proses divestasi PT Freeport Indonesia. Saat itu, Freeport mewacanakan program pemutusan hubungan kerja bagi para karyawan, hingga karyawan meresponnya dengan mogok kerja pada 2017.

“Kami melalukan aksi mogok [kerja, namun] manajemen Freeport menganggap mogok [kerja] itu tidak sah, dan menganggap kami mengundurkan diri. Kami tidak pernah mengundurkan diri. Itu klaim sepihak [Freeport],” kata Awom.

Awom menyatakan Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Papua telah menyatakan mogok kerja para karyawan PT Freeport Indonesia itu sah, dan menyatakan pemecatan ribuan karyawan dengan alasan mangkir tidak sah. “Dari pemeriksaan, mogok [kerja yang] kita [lakukan] sah, dan Freeport diminta memuhi hak kami,” kata Awom.

Dalam sengketa ketenagakerjaan yang berkepanjangan hingga kini itu, sudah ada 71 eks karyawan Freeport yang meninggal dunia. “71 [karyawan yang dipecat sudah] meninggal. Dari jumlah [yang] meninggal itu, 37 [diantaranya merupakan] orang asli Papua,”ungkapnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay menyatakan pihaknya mendampingi para eks karyawan Freeport mengadu ke MRP, agar lembaga representasi kultural orang asli Papua itu turut membantu perjuangan para eks karyawan Freeport. “Kami harap lembaga kultural [orang asli Papua ini] bisa memperjuangkan apa yang diperjuangkan para karyawan,” kata Gobay usai menemui MRP, Senin.

Gobay menyatakan ada dua tuntutan eks karyawan orang asli Papua itu. “[Para karyawan menuntut agar] upah mereka [selama sengketa ketenagakerjaan itu] dibayar,  dan mereka dipekerjakan kembali oleh PT Freeport,” ujar Gobay.

Ketua MRP, Timotius Murib yang menemui perwakilan eks karyawan Freeport menyatakan MRP akan mengambil langkah konkret untuk memperjuangkan hak para karyawan yang dipecat Freeport itu. “Langkah-langkah sesuai dengan mekanisme yang belaku, untuk melindungi karyawan orang asli Papua yang di-PHK,” kata Murib.(*)

Read More

Categories Berita

MRP gelar doa bersama sebelum persiapan RDP 20 tahun Otsus

Ketua MRP, Timotius Murib, saat menyampaikan sambutan dalam acara doa bersama di kantor MRP, di Kotaraja-Papua, Selasa (4/8/2020) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menggelar ibadah atau doa bersama mengawali rangkaian persiapan Rapat Dengar Pendapat atau RDP dengan rakyat Papua terkait pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua selama 20 tahun. Doa bersama berlangsung Selasa, 4 Agustus 2020, di halaman Kantor MRP, Kotaraja, Kota Jayapura, Papua.

“Awali tahapan-tahapan, hari ini, 4 Augustus, MRP melalukan ibadah penguatan untuk pimpinan, anggota dan staf sekretariat,” ungkap Ketua MRP, Timotius Murib, kepada wartawan usai doa bersama.

Kata dia, ibadah menjadi penting sebagai orang beriman, sebagai orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan yang mempunyai hidup dan kehidupan, juga di tanah dan manusia Papua, patut dipuji dan diminta kekuatan.

“Doa supaya mendapatkan satu kekuatan bersama supaya saat melaksanakan kegiatan ini mendapatkan kekuatan dari Tuhan yang punya tanah dan manusia Papua,” ungkapnya.

Murib mengatakan dalam ibadah itu juga, pimpinan lembaga menyerahkan mandat kepada ketua dan anggota tim yang terdiri dari 19 orang. Tim ini akan melaksanakan seluruh proses persiapan, kurang lebih tiga bulan ke depan.

“Mereka menyiapkan seluruh tahapan RDP rakyat Papua di 29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan 12 kabupaten di Papua Barat,” ungkapnya.

Murib menjelaskan dalam proses ini pihaknya akan membangun komunikasi dengan semua pihak dengan harapan semua pihak memahami dan mendukung RDP, termasuk kelompok masyarakat dan mahasiswa yang menolak apapun aktivitas MRP.

“Kami akan membangun komunikasi supaya kita satu pemahaman supaya rakyat salurkan pendapat secara bersama dan santun,” ungkapnya.

Sebelumnya, eks tahanan politik atau tapol Papua, Alexander Gobay, Presiden Mahasiswa Universitas Cenderawasih, minta mahasiswa Papua terlibat melakukan evaluasi dengan meknisme ilmiah. Dirinya juga minta MRP melakukan evaluasi Otonomi Khusus atau Otsus Papua secara menyeluruh.

Ia minta evaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan semua pihak sebagaimana disampaikan Ketua MRP. Ia juga minta MRP mengundang pemerintah daerah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, akademisi, aktivis, dan mahasiswa untuk bersama membahas keberhasilan dan kegagalan Otsus Papua.

“Dalam evaluasi Otsus Papua, penting mengudang organisasi [yang dianggap sayap] kiri dan lembaga pemerintahan membicarakan tentang otsus,” ucap Alexander Gobay, Senin (27/7/2020).

Dalam rangka itu, ia menyarankan BEM se-Papua duduk bersama membicarakan terkait dana Otsus Papua itu, dan melakukan kajian ilmiah berdasarkan kondisi nyata selama 20 tahun otsus diberlakukan di Papua.

Menurutnya, salah satu semangat Otsus adalah menjadikan orang Papua menjadi tuan di negerinya sendiri, serta ada peningkatan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi.

Akan tetapi, menurut dia, selama ini semangat Otsus Papua belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Situasi inilah yang membuat berbagai pihak menolak wacana perpanjangan dana Otsus Papua setelah tahun 2021. (*)

 

 

Read More