Categories Berita

Wali Nanggroe Aceh dan Majelis Rakyat Papua Bahas UU Kekhususan

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar dan Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP)  saat melakukan pertemuan tertutup di salah satu hotel di kawasan Kutaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Minggu (3/10/2021) malam – Dok Humas

JAYAPURA, MRP – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Mulia Malik Mahmud Al-Haitar bersama team dan Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan pertemuan resmi membahas undang-undang kekhususan kedua provinsi tersebut di hotel Horizon kawasan Kutaraja distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (4/10).

Pertemuan yang dilaksanakan pada Minggu (3/10) malam sekira pukul 20.00 Waktu Indonesia Timur (WIT) ini, dihadiri oleh Timotius Murib selaku Ketua MRP merangkap anggota dari unsur perwakilan adat Papua. Juga Yoel Luiz Mulait, SH, Wakil Ketua I merangkap anggota dari unsur perwakilan agama dan Debora Mote S.sos. Wakil Ketua II merangkap Anggota dari unsur perwakilan perempuan.

Sementara dari rombongan Aceh dihadiri oleh Wali Nanggroe Paduka Mulia Malik Mahmud Al-Haitar, Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak, Nurzahri selaku Juru Bicara PA, Dr. Raviq, Tgk. Anwar Ramli, Tarmizi, Iskandar Al-Farlaki dan Falevi Kirani sebagai anggota DPR Aceh.

Jubir Partai Aceh, Nurzahri kepada Rakyat Aceh via telepon selular menerangkan, pertemuan ini merupakan tindak lanjut setelah pihak MRP meminta dirinya untuk menjadi saksi ahli dalam gugatan MRP terhadap Undang-undang Khusus Papua di Mahkamah Konstitusi.

“Karena dalam waktu bersamaan Wali Nanggroe dan beberapa anggota DPR Aceh hadir di Papua untuk mengikuti pembukaan PON Papua. Maka pertemuan yang awalnya hanya mengundang dirinya berkembang menjadi pertemuan resmi antara Wali Nanggroe dengan Majelis Rakyat Papua,” sebut Nurzahri.

Dijelaskannya, dalam pertemuan itu, kedua belah pihak membahas pengalaman keduanya dalam menghadapi pemerintah pusat. Terutama terkait hubungan yang sudah diatur dalam masing-masing UU kekhususan.

Lanjutnya, Ketua MRP mengatakan bahwa Pemerintah Pusat tidak ikhlas memberikan kewenangan dan kekhususan ke Papua. Dari 16 kewenangan kelhususan yang diatur dalam UU Papua, hanya 4 kewenangan yang dijalankan dan kini setelah di revisi malah kewenangan Papua dikurangi oleh pusat, salah satunya adalah tentang dana otsus, walau jumlah di tambah menjadi 2,5 % tetapi pengelolaan di tarik ke pusat atau tidak lagi masuk ke APBD yang nantinya akan di kelola oleh lembaga dibawah kontrol Wakil Presiden.

“Pada kesempatan itu Wali Nanggroe juga menyampaikan hal yang kurang lebih sama, bahwa kini UU 11/2006 atau UUPA telah masuk dalam prolegnas. Tapi sampi saat ini Aceh belum melihat draft revisi tersebut dan belum ada konsultasi serta pertimbangan DPR Aceh dan ada kemungkinan revisi UUPA akan bernasib sama dengan UU Papua,” ungkap Nurzahri.

Tambahnya, di akhir pertemuan Wali Nanggroe dan MRP sepakat akan membuat MoU bersama antara lembaga Wali Nanggroe dan lembaga MRP yang nantinya akan dilaksanakan di Aceh ketika lembaga MRP berkunjung ke Aceh. Adapun isi MoU tersebut di rencanakan akan berisi beberapa poin tentang kerjasama Aceh dan Papua dalam berjuang bersama serta saling dukung agar keinginan Rakyat Aceh dan Papua dapat di berikan oleh pemerintah pusat.

 

Sumber: https://harianrakyataceh.com/

Read More
Categories Berita

Majelis Rakyat Papua Bertemu Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud, Ini yang Dibahas

 

Foto Bersama Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar bersama Jubir Partai Aceh, Nurzahri usai melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Hotel Horizon di kawasan Kutaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Minggu (3/10/2021) malam – Dok Istimewa

JAYAPURA, MRP – Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, bersama rombongan melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) di salah satu Hotel di Abepura, Kota Jayapura, Minggu (3/10/2021) malam.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama 3 jam tersebut, membahas tentang kerja sama antara Papua dan Aceh dalam menegakkan Undang-undang tentang Otonomi Khusus (Otsus) nomor 21 untuk Papua dan nomor 11 untuk Aceh tidak dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat (Jakarta).

“Dari hasil pertemuan tersebut kami lihat janji antara bangsa Papua dan bangsa Aceh dengan pemerintah Indonenesia dalam undang-undang kekhususan tersebut tidak di laksanakan baik oleh pemerintah pusat,” kata Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), kepada media, Senin, (4/10/2021), lalu.

Lanjutnya, dari kepemimpinan presiden ke presiden RI selalu mengabaikan UU Otonomi Khusus dengan hak kekhususan, dengan hasil pertemuan sekaligus kerja sama antara Papua dan Aceh ingin menyampaikan  ke pemerintah pusat agar mereka konsekuen untuk melaksanakan UU Otsus.

“Selama Otsus berjalan 20 tahun untuk Papua dan 15 tahun untuk Aceh selama ini kami kerja masing-masing dan tidak ada jawaban yang signifikan untuk kepentingan bersama selama ini sehingga kita harus bergandeng tangan, kerja sama antara Aceh dan Papua dalam rangka melaksanakan UU Otsus nomor 21 dan nomor 11 secara konsekuen akan diwujudkan dalam kerja sama ,” kata Murib.

Pertemuan Wali Nanggroe Aceh dan MRP sepakat akan membuat nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Nantinya akan ditandatangani di Aceh ketika lembaga MRP berkunjung ke tanah rencong.

Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri mengatakan pertemuan ini merupakan tindak lanjut setelah pihak MRP meminta bantuan sebagai saksi ahli di Mahkamah Konstitusi.

“Awalnya pertemuan itu hanya mengundang saya, namun berkembang menjadi pertemuan resmi antara Wali Nanggroe dengan MRP,” kata Nurzahri dalam keterangannya, Senin (4/10).

Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak bercerita tentang pengalaman dalam menghadapi pemerintah pusat. Tertama terkait hubungan yang sudah diatur dalam masing-masing UU kekhususan.

“Ketua MRP mengatakan bahwa pemerintah pusat tidak ikhlas memberikan kewenangan dan kekhususan ke Papua,” jelas Nurzahri.

Dalam pertemuan yang berlangsung tiga jam itu, Pimpinan MRP dihadiri Timotius Murib, ketua merangkap anggota (unsur perwakilan adat), Yoel Luiz Mulait SH, wakil ketua I merangkap anggota (unsur perwakilan agama), Debora Mote Ssos, wakil ketua II merangkap anggota (unsur perwakilan perempuan).

Sementara delegasi Aceh hadir Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, Sekretaris Jenderal Partai Aceh Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), Jubir Partai Aceh Nurzahri, Dr Raviq (Staf Khusus Wali Nanggroe Aceh).

Kemudian Tgk Anwar Ramli, dan tiga anggota DPRA, Tarmizi, Iskandar Usman Al-Farlaki, dan M Rizal Falevi Kirani. (*)

 

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP Gelar Rapat Pleno Pembukaan Masa Sidang IV

Pimpinan dan Anggota MRP sedang mengikuti pembukaan rapat pleno masa sidang ke IV tahun 2021 – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat pleno pembukaan masa sidang ke IV usai melaksanakan reses selama tujuh hari di daerah bersama dengan konstituen dengan dua agenda reses kemarin yaitu Menjaring aspirasi orang asli Papua terkait dengan pelaksanaan PON di Papua dan Pelarangan Miras di tanah Papua.

Timotius Murib, ketua MRP mengatakan Pimpinan dan anggota MRP sudah melakukan reses di daerah mempertanyakan kepada masyarakat asli Papua terkait efektifitas pelaksaan PON di Papua yang berdampak untuk masyarakat asli dari 5 wilayah adat.

“Lembaga MRP bersama Pokja Agama, Adat dan Perempuan terus memperjuangkan Perdasi nomor 22 tahun 2016 terkait pelarangan Miras,” ujarnya.

Lanjutnya, MRP juga menghimbau seluruh orang asli Papua terutama di ajang PON sebagai tuan rumah mari jaga keamanan, ketentraman agar tamu-tamu yang datang baik atlit, dan pengurus dari 34 provinsi yang datang di Papua merasa nyaman mengutamakan Prestasi Yes dan Miras No.

“Mari kita tunjukan bahwa orang asli Papua itu santun terhadap siapapun, agar mereka yang datang bisa menikmati jalannya PON di tanah Papua,” ujar Murib.

Humas MRP 

Read More
Categories Berita

MRP Akan Lakukan Uji Materiil Perubahan Kedua UU Otsus Tahun 2021 di MK

Suasana Rapat sidang pleno pimpinan dan anggota MRP di Kantor MRP Kotaraja Luar, Kamis, (23/9/2021) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat pleno penutupan masa sidang III dan penetapan uji materiil terhadap undang-undang nomor 2 tahun 2021 di Jakarta berlangsung di ruang sidang kantor MRP Kotaraja Luar, Kamis, (23/9/2021), Jayapura, Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua, mengatakan rapat pleno hari ini menjadi salah satu momentum penting bagi rakyat Papua, dimana atas nama rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua menugaskan dan menyetujui unsur pimpinan untuk mengurus segala administrasi terkait uji materiil di Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

“Perubahan kedua atas undang-undang nomor 21 tahun 2001, yaitu ada perubahan beberapa pasal yang kita ketahui ada 19 pasal yang mana ada 8 pasal yang dianggap berpotensi merugikan rakyat Papua khususnya orang asli Papua,” ujar Murib.

Sehingga MRP menugaskan unsur pimpinan untuk melakukan langkah-langkah uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

“Pada tanggal 30 Agustus 2021 kemarin, MRP telah memberikan mandat kepada tim hukum yaitu DPN Peradi Pusat untuk mendaftar di MK, dan ini hari kedua setelah perbaikan dokumen yang telah di sampaikan oleh pihak MK kepada Peradi sehingga Lembaga MRP memberikan tugas kepada unsur pimpinan untuk melakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi,” kata Murib.

Murib, berharap kepada seluruh masyarakat untuk turut mendukung dalam membicarakan hak-hak dasar orang asli Papua yang sedang diupayakan MRP dalam perusahaan kedua UU Otsus tahun 2021 ini. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP Berharap Masalah Pilkada Yalimo Dapat Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) berharap persoalan konflik yang terjadi antara dua kubu calon bupati di kabupaten Yalimo pasca putusan MK soal pemilu dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Hal tersebut disampaikan Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua saat menerima massa dari dua Paslon di tempat yang berbeda menjelaskan kronologis kejadian tersebut beberapa waktu lalu. Senin, (6/9/2021), Jayapura, Papua.

MRP melihat persoalan yang terjadi di kabupaten Yalimo hanya dapat diselesaikan bila kedua belah pihak dihadirkan bersama lalu mencari solusi yang terbaik untuk di selesaikan.

“MRP melihat Paslon nomor urut 1 dan 2 merupakan keluarga dengan, dan memiliki hubungan om dan anak sehingga perlu duduk bersama di selesaikan secara kekeluargaan, kalau tidak masalah ini tidak akan selesai karena tiap Paslon akan mempertahankan argumennya,” kata Murib.

Dengan demikian, Murib berharap melalui pendekatan kekeluargaan dapat menghentikan konflik ini, serta mencari solusi yang terbaik agar proses pemerintahan di kabupaten Yalimo bisa berjalan normal kedepan.

Sementara itu Yosafat Aligat Aliknoe, ketua Forum Pemerhati Pembangunan Kawasan Pegunungan Tengah 10 kabupaten di wilayah Lapago berharap semua pihak baik tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda untuk bersama-sama memulihkan situasi di kabupaten Yalimo agar masyarakat bisa beraktifitas lagi.

“Roda pemerintahan, perekonomian tidak berjalan normal saat sehingga semua pihak diminta untuk terlibat memulihkan situasi sehingga roda pemerintahan dapat berjalan baik kedepannya,” harapnya.

Ia juga melihat dua Paslon saling mempertahankan argumennya dimana Paslon nomor urut 1 minta Pilkada ulang dibatalkan sedangkan Paslon nomor urut 2 minta lalukan Pilkada ulang sehingga perlu selesaikan persoalan ini dengan baik agar tidak mengorbankan masyarakat Yalimo.

 

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP Minta DPR RI Hentikan Pembahasan Perubahan RUU Otsus

Konferensi Pers Setelah Melakukan Pendaftaran ke MK – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua, meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk segera menghentikan proses pembahasan perubahan kedua Undang-undang Otsus.

Hal tersebut ditegaskan Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua usai mengelar Rapat Panmus MRP di hotel Horison Kotaraja, Jumat (9/7/2021), lalu.

“Terkait perubahan kedua UU Otsus, MRP telah mendaftar di Mahkamah Konstitusi untuk memastikan pasal 77 yang mana menghendaki untuk usul perusahaan itu dilakukan oleh rakyat melalui MRP dan DPRP,” kata Murib.

Namun nyatanya, kata Murib, proses sidang di MK bila memutuskan dan berpihak kepada kehendak Jakarta, maka rakyatlah yang akan menilai keadilan di negara hukum ini.

“MRP mendapat informasi bahwa proses di Jakarta (DPR RI) akan menetapkan perusahaan kedua UU Otsus pada tanggal 15 Juli 2021 mendatang, sedangkan surat dari MK untuk lakukan tahanan proses sidang pada tanggal 21 Juli 2021, sehingga bisa dilihat penetapan di DPR RI lebih dahulu dari pada proses hukum di MK,” kata Murib.

Dengan proses penetapan ini, kata Murib, MRP mempertanyakan konsekuensi hukumnya seperti apa kedepannya. Rakyat menghendaki agar proses politik di DPR RI harus dihentikan dulu karena MRP meminta kewenangan sesuai pasal 77.

“MRP ingin pastikan di MK terkait pasal 77, ini kewenangan DPR RI atau rakyat Papua? Sebelum ada putusan DPR RI segera hentikan pembahasan di Jakarta,” tegas Murib.

Murib menegaskan bila dalam proses putusan di MK gugatan MRP di anggap terlambat, MRP akan menindaklanjuti dengan proses-proses hukum lain.

Ditempat terpisah, dengan pertimbangan pandemi COVID-19, Mahkamah Konstitusi menunda sidang pendahuluan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang diajukan Majelis Rakyat Papua bersama Majelis Rakyat Papua Barat terkait revisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua oleh pemerintah.

Di pihak lain, Panitia Khusus Otonomi Khusus Papua DPR RI masih membahas revisi itu, dan belum mengumumkan penundaan pembahasan karena pandemi COVID-19.

Tim Hukum dan Advokasi Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menyatakan MK menunda sidang itu sampai batas waktu yang belum ditentukan. “Penundaan sidang MK [seperti itu] mencederai rasa keadilan orang asli Papua,” kata Tim Hukum dan Advokasi MRP dan MRPB dalam keterangan pers secara daring pada Minggu (4/7/2021).

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP Dukung Masyarakat Biak Tolak Pembangunan Bandara Antariksa

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mendukung masyarakat Biak menolak rencana pemerintah membangun Bandara Antariksa di Kabupaten Biak Numfor, Papua.

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib mengaku aspirasi masyarakat sudah tiga tahun disampaikan kepadanya dan sudah melanjutkannya ke pihak-pihak yang memiliki wewenang, termasuk Pemerintah Pusat.

“Karena kami adalah lembaga masyarakat adat, makanya kami tetap mendukung aspirasi masyarakat untuk menolak pembangunan pusat peluncuran roket di Kabupaten Biak,” kata mantan Ketua DPR Kabupaten Puncak Jaya itu kepada pers di Jayapura, Kamis, 15 April 2021.

dikatakannya, penolakan masyarakat bukan tanpa alasan, sebab dampaknya ke depan akan dirasakan langsung warga. “Intinya, aspirasi masyarakat pasti akan kami dukung,” ujarnya.

Sebelumnya, Forum Peduli Masyarakat Biak menolak rencana pemerintah membangun Bandara Antariksa di Kabupaten Biak Numfor.

Anggota Forum Peduli Masyarakat Biak, Yohanis Mambrasar menyebut, rencana pembangunan proyek tersebut banyak berada di titik permukiman milik warga. Tak ada satu pun pulau di Biak yang kosong alias tak berpenghuni.

“Itu artinya jika proyek ini dibangun, maka pemerintah akan merelokasi seluruh penduduk pulau Biak, dan ribuan warga Biak akan kehilangan tanah dan laut sebagai ruang hidupnya,” ujar Yohanis melalui keterangan tertulis, Senin lalu.

Yohanis menjelaskan, proyek pembangunan Bandara Antariksa di Biak saat ini terus dibahas oleh pemerintah Kabupaten Biak dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Dalam pertemuan terakhir awal Maret lalu katanya, pemerintah telah menyepakati proyek ini.

Padahal, menurut Yohanis, masyarakat hingga saat ini masih menolak pembangunan bandara untuk pesawat luar angkasa tersebut. Menurut dia, pemerintah abai terhadap aspirasi warga yang menyatakan sikap menolak.

“Masyarakat menolak proyek ini namun pemerintah dan pihak LAPAN abai dan terus memaksakan proyek ini dijalankan,” katanya. (*)

Sumber: https://www.pasificpos.com/

Read More

Categories Berita

MRP Sebut Bunuh Guru Sama Seperti Bunuh Generasi

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya angkat suara terkait kasus penembakan di Beoga Kabupaten Puncak hingga mengakibatkan dua orang guru meninggal dunia.

Ini dianggap tidak manusiawi dan sangat mengganggu, mengingat korban yang tewas adalah pekerja kemanusiaan. Ini sama seperti membunuh seorang tokoh agama maupun misionaris.

Ketua MRP, Timotius Murib menaruh harap konflik kekerasan yang berujung hilangnya nyawa orang lain di Papua perlu segera dihentikan. Pasalnya selama konflik ini berkepanjangan maka yang dirugikan adalah anak – anak dan perempuan yang juga orang asli Papua.

Timotius meminta kekerasan bersenjata tidak lagi menyentuh masyarakat sipil. “Kami  sangat prihatin dengan situasi konflik yang berkepanjangan di Papua khususnya di daerah konflik seperti di Intan Jaya dan Nduga. Kami sedih sebab banyak anak – anak maupun perempuan yang tak mendapatkan hak – hak dasarnya,” kata Timotius melalui ponselnya, Senin (12/4).

Ia berpendapat bahwa konflik yang terjadi dan berkepanjangan justru yang mendapatkan kerugian adalah mereka yang merupakan orang asli Papua sehingga harapannya konflik ini diakhiri.

MRP juga menyikapi penembakan masyarakat sipil terutama yang terbaru, dua orang guru. “Saya sampaikan bahwa setiap orang yang menghilangkan nyawa orang lain maka itu perbuatan terkutuk. Apapun alasannya apalagi menghilangkan nyawa seorang guru. Itu seperti membunuh beberapa generasi terutama generasi kami orang Papua,” katanya.

Ia mengecam perbuatan  melukai apalagi sampai menghilangkan nyawa  para pekerja kemanusiaan. Harusnya pelaku atau pekerja kemanusiaan ini tak boleh terluka karena kepentingan atau sengketa yang terjadi antara OPM maupun TNI Polri. “Ketika seorang guru dibunuh maka putra-putri kita tidak lagi mendapatkan ilmu. Karena tidak ada yang ajar sehingga di situlah maksud membunuh beberapa generasi. Membunuh guru sama artinya membunuh beberapa generasi dan itu salah sekali,” imbuhnya.

Sebagai lembaga representasi kultural ia berpesan untuk memberikan pemahaman kepada para pihak yang tengah berkonflik. Keduanya, baik OPM maupun TNI-Polri perlu segera mengakhiri sebab yang dirugikan adalah masyarakat kecil.

“Saya pikir kita pahami bersama ketika konflik terjadi maka yang muncul adalah ketakutan dan tak bisa berbuat apa – apa. Masyarakat sipil tak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan menjalankan roda ekonomi seperti biasa dan itu yang saya bilang tadi, perempuan dan anak – anak yang paling merasakan dampaknya,” imbuhnya. (*)

Read More