Categories AdatBerita

MRP Berharap Revisi RTRW Papua Berpihak Kepada Masyarakat Adat

Anggota Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua dari Wilayah Adat Saereri, Edison Tanati.- for Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP berharap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Provinsi Papua yang saat ini sedang dibahas oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Papua benar-benar berpihak pada masyarakat adat.

Hal tersebut disampaikan anggota Kelompok Kerja Adat MRP, Edison Tanati di Kota Jayapura, Rabu (23/3/2022). Edison Tanati menghadiri diskusi kelompok terpumpun dan konsultasi publik revisi Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW di Jayapura.

Diskusi kelompok terpumpun dan konsultasi publik itu diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua untuk menyelaraskan data berbagai lembaga yang digunakan sebagai basis data revisi RTRW Papua. Menurut Tanati, keberadaan RTRW sangat berpengaruh terhadap perlindungan tanah masyarakat adat. Oleh karena itu, perencanaan RTRW harus bisa mempertegas wilayah mana yang tidak boleh dibangun, misalnya kawasan hutan bakau dan sagu.

“Memang sebelumnya banyak sekali masyarakat adat yang dirugikan. Makanya untuk saat ini kami berharap [perencanaan dan revisi RTRW Papua] bisa [memberikan] perlindungan hutan adat serta hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

Tanati yang merupakan wakil masyarakat adat Saereri di MRP menegaskan bahwa Wilayah Adat Saereri memiliki lokasi sakral yang tidak boleh dirusak atau diganggu. Lokasi sakral itu antara lain berupa sekolah adat dan tempat yang ditumbuhi makanan pokok masyarakat adat setempat. Tanati melihat pembangunan di berbagai wilayah di Papua berdampak buruk bagi masyarakat adat.

“Kami melihat seperti di Sentani, [ibu kota] Kabupaten Jayapura, keberadaan kebun sagu sudah habis karena adanya pembangunan perumahan. Hal itu sangat merugikan, karena sagu merupakan makanan pokok masyarakat adat,” katanya.

Ia berharap lewat diskusi kelompok terpumpun dan konsultasi publik revisi RTRW yang digelar Bappeda Papua dapat memberi ketegasan dalam rangka perlindungan hutan sagu dan bakau. “Keduanya perlu perlindungan dari tangan para pengusaha properti, sebab hutan sagu akan menjadi pangan masa depan bagi anak cucu kita. Sementara bakau merupakan hutannya seluruh ekosistem [kawasan pesisir],” katanya.

Hal senada disampaikan anggota Kelompok Kerja Adat MRP dari Wilayah Adat Lapago, Aman Jikwa. Jikwa mengapresiasi langkah Bappeda Papua dan mitranya untuk melibatkan perwakilan dari lima wilayah adat di Papua untuk berpartisipasi dalam penyempurnaan revisi RTRW Papua yang akan berlaku selama 20 tahun mendatang.

“Harus ada tindak lanjut dari pertemuan hari ini. Supaya ada satu kekuatan besar yang nyata dalam membangun Papua,” kata Jikwa.

Jikwa menyatakan pemetaan hak ulayat masyarakat adat harus dilakukan secara baik. Menurutnya, hak ulayat dan masing-masing wilayah adat memiliki keunggulan yang perlu dikelola serta dikembangkan sebagai pendapatan masyarakat adat setempat.

“Itu sudah kami sampaikan. Semoga [revisi] RTRW [itu] benar-benar berpihak dan melindungi keberadaan masyarakat adat,” kata Jikwa. (*)

Sumber: Jubi

Read More
Categories AdatBerita

MRP Dukung Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke – VI di Tabi

Foto bersama pengurus AMAN dari seluruh Nusantara dengan pimpinan dan anggota MRP usai melakukan audiens di ruang rapat MRP - Humas MRP
Foto bersama pengurus AMAN dari seluruh Nusantara dengan pimpinan dan anggota MRP usai melakukan audiens di ruang rapat MRP – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan audiens dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam rangka mendukung pelaksanaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke – VI di wilayah adat Tabi provinsi Papua pada 22 Oktober 2022 mendatang.

Sebanyak 30 orang Pengurus AMAN yang telah tiba di Papua, melakukan audiens kepada pemerintah provinsi Papua, DPR Papua, juga Majelis Rakyat Papua, pada Rabu (24/11/2021).

Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw yang juga selaku ketua Panitia Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke VI di Papua Wilayah Adat Tabi mengatakan, Kongres ini akan dihadiri lebih dari 5 ribu peserta yang tergabung dalam AMAN dari seluruh komunitas adat di seluruh Indonesia, Kesultanan, serta para delegasi dari luar Negeri.

“Itu yang tadi dilaporkan secara resmi, akan berlangsung pada bulan Oktober tahun 2022, jadi dengan audiens ini menyampaikan secara resmi bahwa kongres masyarakat adat nusantara ini akan berlangsung di wilayah Tabi kabupaten Jayapura. Diperkirakan akan hadir 5 ribu orang dari berbagai daerah di Indonesia,” kata Mathius Awoitauw saat melakukan audiens dengan pimpinan dan anggota MRP.

Dari kongres VI di Papua, telah ditetapkan sejak empat tahun sebelumnya pada kongres ke V di sumatra utara, dan langkah persiapan yang sudah mulai dilakukan. Tentu hal ini menyambut baik oleh masyarakat ada di Wilayah Tabi sebagai tuan rumah pelaksanaan kongres, dan sebagai kehormatan untuk masyarakat adat di Papua.

“Kami akan berusaha mensukseskan itu semua, dan meminta dukungan oleh lembaga MRP yang juga terus menyuarahkan penyelamatan tanah dan manusia Papua,”ujar Awoiatuw.

Bupati Jayapura melaporkan, Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke VI akan dilaksanakan di kampung-kampung melibatkan 7 kampung di Kabupaten Jayapura.

“Untuk itu kongres ini hanya open seremoni yang akan berlangsung di Stadion Barnabas Youwe, untuk pelaksanaannya semua di Kampung tidak di Kota Sentani, dan peserta yang datang nanti akan tinggal di rumah masyarakat di kampung,” tuturnya.

Sementara itu Timotius Murib, memberikan apresiasi kepada AMAN yang akan melaksanakan ivent besar di tanah Papua yang akan melibatkan semua masyarakat adat yang ada di tanah Papua.

“MRP mendukung penuh Kongres AMAN ini karena isu yang di angkat juga merupakan visi misi Majelis Rakyat Papua yaitu selamatkan tanah dan manusia Papua,” ujar Murib.

Kata Murib, lembaga MRP juga secara khusus akan membentuk Pansus untuk sukseskan kegiatan Kongres ke- VI Aman untuk kita dukung sama-sama sekaligus MRP akan melakukan sosialisasi tentang kegiatan ini ke masyarakat Adat di 5 wilayah adat di tanah Papua. (*)

Humas MRP 

Read More
Categories AdatBerita

MRP Himbau Masyarakat Di Jayapura Tidak Menjual Tanah Adat Sembarang

Pokja Adat MRP saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat adat terkait keberadaan kebun kakao (coklat) di kampung Yakotim/Sanggai – For Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Adat menghimbau kepada masyarakat adat di kampung Yakotim/Sanggai, kabupaten Jayapura agar tidak menjual tanah adat sembarangan.

Hal tersebut di tegaskan Amatus Ndatipits, ketua Pokja Adat MRP saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat adat terkait keberadaan kebun kakao (coklat) di kampung Yakotim/Sanggai, pada hari Selasa, (7/9/2021), bertempat di balai kampung Yakotim.

Dalam sambutan sekaligus arahannya, Ndatipits, menegaskan hak-hak tanah yang di miliki orang asli Papua tidak boleh dijual karena tanah adalah mama (ibu), sebab diatas tanah ini ada kehidupan dari generasi ke generasi orang Papua.

“Kami harap masyarakat adat agar tidak menjual tanah sembarang, karena tanah merupakan sumber kehidupan bagi kami orang asli Papua,” pesannya.

Engelberthus Kasibmabin, SE, yang juga anggota MRP Pokja Adat berharap masyarakat asli dapat memanfaatkan tanah mereka untuk membuka lahan usaha seperti pertanian, perkebunan yang sifatnya dalam mendatangkan uang.

“Dari pada jual tanah bisa manfaatkan lahan tersebut untuk buka usaha baik jangka pendek, menengah dan panjang seperti usaha kakao (coklat) dan lainnya,” tuturnya.

Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) mengeluarkan Maklumat MRP Nomor ; 04/MRP/XII/2018, tentang Larangan transaksi jual beli lepas tanah milik masyarakat adat kepada pihak lain.

Bahwa tanah dan sumber daya alam di atas, dibawah dan atau di dalamnya adalah kekayaan yang di anugerahkan oleh Tuhan sang pencipta bagi kepentingan hidup suku dan /atau masyarakat adat pemangku hak secara turun-temurun.

Oleh karena itu dengan ini Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua yang melindungi hak-hak dasar orang asli Papua menyatakan bahwa, transaksi jual beli lepas tanah dengan sumber daya alam di atasnya, di bawahnya dan / atau di dalamnya adalah bertentangan dengan nilai dan norma hukum adat masyarakat adat Papua.

Kepada seluruh masyarakat adat di tanah Papua, Majelis Rakyat Papua menyampaikan pesan tentang pentingnya kesadaran untuk melindungi tanah dengan sumber daya alam di atas, di bawah dan/atau di dalamnya, dan tidak melakukan transaksi jual beli lepas tanah kepada pihak lain. Jayapura, 21 desember 2018, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib.

Humas MRP

Read More
Categories AdatGaleri Video

Berita Video: Ini Rekomendasi MRP terkait penanganan Covid-19 di Papua

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP sesuai tugas dan kewenangannya dalam melindungi hak hidup dan hak milik orang asli Papua mengeluar 11 rekomendasi penanganan pandemi Covid-19 bagi Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah kabupaten/kota di Papua. Hal itu dinyatakan Ketua MRP, Timotius Murib saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Rabu (3/6/2020).

Read More
Categories Adat

MRP salurkan bantuan sembako kepada masyakarat Papua di Sentani dan Waena

Diana Matuan anggota Pokja Perempuan MRP saat memberikan bantuan sembako kepada RT 04 Gereja Gidi belakang kampus Uncen –

JAYAPURA, MRP – Tim Kerja pengawasan terhadap kebijakan pencegahan dan penanganan infeksi covid-19 di Provinsi Papua, Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) salurkan bantuan sembako kepada 15 kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar Sentani Kabupaten Jayapura dan di Perumnas 3 Waena, di Kota Jayapura, Papua.

Bantuan berupa sembako yang terdiri dari beras, minyak goreng, garam, penyedap rasa, kopi, gula dan mie instant tersebut disalurkan oleh anggota Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP), Diana Matuan pada Rabu, 6 Mei 2020 lalu. 15 kelompok itu terdiri terdiri dari masyarakat, mahasiswa, anak-anak yatim piatu, janda hingga hamba Tuhan yang tinggal di Sentani dan Waena yang kena dampak Covid 19 dan sulit mendapatkan makanan

“Kami sebelumnya bersama teman-teman tim, kemarin (Selasa, 5 Mei 2020 ) turun ke (Kabupaten) Keerom untuk kasih bantuan 18 dedominasi gereja. Kami sudah 3 hari kerja. Sebelum saya datang ke sini saya juga ke Sentani kasih bantuan kepada masyarakat disana. ada janda, anak-anak. Saya tidak pandang orang besar dan kecil karena mereka punya hak hidup dan hak makan, ” kata Diana Matuan, anggota Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua perwakilan dari Kabupaten Yalimo, Jayawijaya, Mamberamo tengah.

Bantuan diserahkan di RT 04 RW 08, Kelurahan Yabansai, distrik Heram, di Waena. Ada 70 kepala keluarga yang menerima bantuan.

Diana Matuan mengatakan warga RT 04, terutama masyakarat Mamberamo Tengah diketahui belum menerima bantuan.

“Bapa, Ibu, dan anak-anak disini adalah bagian dari saya, sehingga saya harus datang kasih bantuan. Bantuan ini sedikit namun saya jalan kasih bantuan dengan hati, sehingga bantuan seperti ini Bapak bagi merata sehingga masyarakat dapat merasakan,” kata Matuan kepada Agus Karoba ketua RT 04 dan juga hamba Tuhan Gereja Gidi.

“Sambil menikmati bantuan, Saya minta masyarakat kerja kebun, supaya apa yang akan terjadi selama 3 bulan ke depan itu, kita bisa antisipasi. (Kemungkinan) Kelaparan akan melanda di seluruh dunia akibat Covid 19 ini, maka itu kami harus berkebun. Bukan masyarakat saja tetapi termasuk saya juga sama-sama berkebun,” imbuh Matuan kepada Masyarakat Mamberamo Tengah 70 KK yang tinggal di RT 04, belakang kampus Uncen tersebut.

Sementara itu, Agus Karoba hamba Tuhan dari Gereja Gidi belakang Kampus Uncen Atas dan juga Ketua RT 04 RW 08 Kelurahan Yabansai, Distrik Heram mengatakan hidup di Jayapura sudah 30 tahun sejak tahun 1987, RT yang dipimpinnya bukan baru tetapi sudah lama.

“Jadi, Pemerintah belum pernah bantu ini. Ibu Beti Hamadi dulu kepala kelurahan tahun 1992 dia sendiri ada bantu kita itu satu lokasi di atas, sampai sekarang pemerintah tidak pernah bantu. Bahan makanan begini saja tidak pernah. Kita punya program masukan tetapi tidak pernah terima terus setiap tahun. Kemarin baru karena virus corona, pihak kelurahan mengatakan kumpulkan kartu keluarga dan KTP. Maka saya kumpul sampai 74 KK lebih tetapi dikurangi sampai 34 KK. Kami mendapat pemberitahuan untuk mengambil bantuan Sembako di kelurahan namun sampai di sana ternyata hanya 4 orang saja. Maka bantuan saya tolak semua, tolak,” Ketua RT 04, Agus Karoba kepada Diana Matuan sambil meneteskan air matanya. Dia terlihat haru.

Bantuan yang ia tolak itu, terdiri dari beras 10 Kilogram, gula 1 Kg, Mie instan 5-10 bungkus .

“Terima kasih banyak sudah datang di tempat yang susah tapi mencari kita sampai masuk memberikan bantuan sembako dan ini baru pertama, luar bisa, terima kasih Wa wa wa,” beber Karoba.(*)

 

Sumber: Jubi.co. id

 

Read More
Categories Adat

MRP: masyarakat harus kembali berkebun

Penyerahan secara simbolis, partisipasi sembako oleh MRP kepada masyarakat yang diterima langsung Kepala Distrik Sentani Timur. -Jubi/Engel Wally

SENTANI, MRP – Sejalan dengan himbauan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dalam proses penanganan Covid-19 di Kabupaten Jayapura, Papua masyarakat diminta untuk kembali ke alam dan mengelola semua potesi Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki pada masing-masing kampung.

Hal ini disepakati dan menjadi himbauan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) dalam rangka pengawasan terhadap kebijakan pencegahan dan penanganan inveksi virus corona disease di Provinsi Papua secara khusus Kabupaten Jayapura.

Koordinator Tim Kunker MRP ke Kabupaten Jayapura, Engel Berthus Kasipmabin dalam lawatannya ke Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, mengajak dan menghimbau kepada masyarakat di daerah tersebut untuk kembali ke alam guna mengelola potensi SDA yang dimiliki.

Menurutnya, virus corona telah banyak mengubah semua situasi dan aktifitas sosial masyarakat secara global tetapi juga secara khusus di daerah ini. Masyarakat diminta untuk tinggal di rumah, berdoa, bekerja, dan olahragapun di rumah masing-masing, hal ini adalah bagian dari upaya memutus penyebaran virus corona.

“Lebih baik kita kembali ke kebun, ke laut atau ke danau untuk mengelola apa yang sudah Tuhan berikan bagi kita. Yang punya pekarangan luas dapat dimanfaatkan juga,” ujar Engel Berthus di Kantor Distrik Sentani Timur, Rabu (6/5/2020)

Dikatakan, kehadiran pihaknya dalam kunker tersebut guna memastikan kebijakan Pemerintah Daerah dalam penanganan covid -19 di tengah masyarakat sudah benar-benar tepat sasaran atau tidak.

“Ada banyak laporan warga masyarakat terkait pembagian sembako yang tidak sampai di tangan mereka, hal ini menjadi laporan kami terhadap pemerintah daerah,” ujarnya.

Engel Berthus juga mengatakan, dalam kunker selama dua hari [5-6 Mei 2020] di tiga distrik di Kabupaten Jayapura, pihaknya menerima berbagai informasi. Umumnya, masih banyak masyarakat yang belum mendapat bantuan sembako dari permerintah daerah.

Ketiga distrik itu adalah Distrik Sentani Barat [Kampung Sabron Sari], Distrik Waibhu [Kampung Yakonde], dan Distrik Sentani Timur [Kampung Harapan]. Dalam pertemuan itu, turut dihadiri seluruh kepala kampung, kepala distrik, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan serta aparat keamanan.

“Seperti di kampung Sabron Sari, laporan warga masyarakat di sana mengatakan belum mendapatkan bantuan sembako, bahkan satu Distrik Sentani Barat. Hal-hal ini pemerintah harus perhatikan dengan serius,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Distrik Sentani Timur, Stefen Wally mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi atas kunjungan lembaga kultur masyarakat Papua (MRP) ke wilayah ini.

Selain memastikan arah kebijakan Pemerinta Daerah dalam penanganan Covid-19, kata Stefen, ada banyak masukan yang disampaikan oleh MRP terhadap penanganan Covid-19 di tengah masyarakat secara khusus Distrik Sentani Timur.

“Kami sepakat dengan adanya himbauan kepada masyarakat untuk kembali ke alam untuk mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Selain itu, MRP juga akan bersama-sama dengan masyarakat mendatangi tempat-tempat penjualan miras di daerah ini dan meminta agar segera ditutup,” pungkasnya.

Dalam Kunker ke Dsitrik Sentani Timur, MRP juga berpatisipasi dalam pemberian sembako bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan di masa Covid-19 ini. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Adat

Pokja Perempuan MRP desak Pemkot Jayapura tegas tutup tempat penjualan Minol

Aksi tolak peredaran Miras di kabupaten Jayapura diikuti siswa sekolah – Jubi/Agus Pabika.

Jayapura, MRP – Jelang PON 2020 , kelompok Kerja Perempuan Majelis Rakyat Papua meminta pemerintah Kota Jayapura menghentikan segala macam aktivitas terkait distribusi dan jual beli minuman beralkohol,

Desakan itu disampaikan Ketua Pokja Perempuan MRP, Nerlince Wamuar, usai Rapat dengar pendapat Pokja Perempuan MRP dengan PB PON 2020 dengan tokoh perempuan pemerintah daerah kabupaten/kota se provinsi Papua pada (7/03/2020) di Tempat Pemancingan Ikan Permata Hijau Koya Timur Distrik Muara Tami, kota Jayapura, Papua.

“(Penjual) Minol tutup sudah. Atau kami minta pengendaliannya seperti apa? Karena korban sudah banyak. Lihat jembatan merah, itu tempat orang minum (Minol) ,”ungkap Nerlince Wamuar dalam rekaman videonya didampingi sesama anggota MRP Pipina Wonda, Yeki Narep, dan Marpice Kogoya, yang diterima redaksi Jubi, Sabtu (7/03/2020).

Yoel Mulai ketua Pokja Agama MRP mengatakan kerugian bukan material tetapi korban nyawa manusia. Jumlahnya terus bertambah dalam dua tahun terakhir. Data kepolisian kota Jayapura yang diperoleh MRP menunjukkan pada 2018-hingga 2019 sebanyak 53 orang.

“Dari data kepolisian, orang korban meninggal akibat minuman beralkohol pada 2018 ada 21 orang, 2019 bukan menurun tetapi naik 32 orang, sebagian besar itu orang asli Papua,”ujarnya.

Karena itu, semua orang, masyarakat tokoh gereja, agama, adat dan perempuan menyampaikan solusinya menghentikan aktivitas menjual minuman beralkohol di kota Jayapura.

“tutup penjualan minuman beralkohol itu aspirasi orang banyak dan jauh sebelum sampai pada aspirasi orang banyak itu perlu tindakan pengendalian,”ujarnya. Karena, ada kesan kota Jayapura tidak terkendali dengan aktivitas menjual dan mengkonsumsi minuman beralkohol.

“Hari ini dari Waena sampai dok 9 kelihatannya kota ini tempat minum, orang mabuk semua, satu kondisi yang tidak baik”ungkap dia.

Kata dia, perlu lokalisir sehingga mudah dikontrol. Perlu pengawasan toko-toko penjual minuman , pembatasan waktu penjualan, dan lokalisir Kawasan pemjulan.

“Apa lagi ini jelang PON. pemandangan yang ada terkesan orang minum dan jual di mana-mana ini harus dikendalikan dari sekarang. Kalau tidak, bagaimana kemudian orang datang ikut PON, mereka merasa tidak nyaman,” (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Adat

MRP menilai Jakarta sedang berusaha menekan psikologi rakyat Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib – Jubi/Agus Pabika.

Jayapura, MRP – Para anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP merasa heran dengan kebijakan Jakarta dalam menangani persoalan Papua. Sejak terjadinya kasus rasisme terhadap para mahasiswa Papua, Jakarta tak mengambil langkah serius untuk menyelesaikan persoalan rasisme Papua. Jakarta justru terus mengirimkan aparat keamanan tambahan, dengan jumlah yang banyak.

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib menyatakan sulit memahami kebijakan yang diambil Jakarta dalam menangani persoalan Papua. “Jumlah pasukan yang Jakarta kirim sangat luar biasa. [Mereka dikirim] hanya untuk menghadapi kelompok rakyat Papua dengan persenjataan yang terbatas,” kata Murib di Jayapura, Rabu (29/1/2020).

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Agama MRP, Nikolaus Degey mengatakan kebijakan Jakarta untuk terus menambah jumlah aparat keamanan di Papua membuat rakyat Papua tertekan. “Mengapa pasukan makin hari makin tambah di Papua? Jumlah militer yang terus bertambah ini membuat warga sipil tetekan,” ujar Degey di Jayapura, Rabu.

Degey mengingatkan cara Jakarta menangani persoalan Papua justru membuat rakyat Papua semakin bertanya-tanya, apakah benar rakyat Papua dianggap warga negara Indonesia yang setara. “Kalau Papua bagian dari Indonesia, mengapa pemerintah menekan rakyat dengan terus menambah jumlah [aparat] keamanan?” Degey bertanya.

Sejak kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, pemerintah pusat terus menambah aparat keamanan di Kabupaten Nduga, Lanny Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Paniai, Deiyai dan Dogiai. Degey menyatakan penambahan pasukan itu menunjukkan pemerintah di Jakarta mengabaikan nasib ribuan warga sipil Kabupaten Nduga yang mengungsi gara-gara konflik bersenjata di Nduga.

Menurut Degey, pendekatan keamanan yang digunakan Jakarta dalam menyelesaikan kasus rasisme Papua justru memunculkan spekulasi yang beragam. Spekulasi itu muncul karena pemerintah di Jakarta justru tidak kunjung menyelesaikan masalah rasisme Papua.

“Penambahan pasukan, terutama di Nduga dan Intan Jaya, menyebabkan rakyat sipil mengungsi. Pengungsi makin bertambah. Banyak masalah [baru] yang akan muncul. Kelaparan, sakit, dan masalah lainnya. Apakah ini bagian dari mengamankan Freeport dan merebut kekayaan alam yang ada di sekitarnya atas nama kerja kelompok bersenjata Papua merdeka?” Degey bertanya.

Kata dia, lebih bijak dan sangat manusiawi, kalau mau rebut, pemerintah mestinya hargai hak milik dan bicara sesuai aturan hukum. “Jangan pakai alasan menjaga objek vital, tetapi dampaknya memusnahkan orang Papua,” kata Degey serius.

Dominikus Surabut, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) versi Konferensi Luar Biasa menilai kondisi Papua saat ini sudah seperti Daerah Operasional Militer, namun pemerintah tidak pernah menyatakan status DOM itu. Akibatnya, penambahan dan pergerakan pasukan di Papua itu tanpa mekanisme resmi dalam menggelar DOM.

“Kita tidak pernah DPR sidang dan mendukung pengiriman pasukan ke Papua. Akan tetapi, jumlah militer yang dikirimkan ke Papua sudah menyerupai daerah operasi militer,” kata Surabut.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More