Categories AdatBerita

MRP Berharap Revisi RTRW Papua Berpihak Kepada Masyarakat Adat

Anggota Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua dari Wilayah Adat Saereri, Edison Tanati.- for Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP berharap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Provinsi Papua yang saat ini sedang dibahas oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Papua benar-benar berpihak pada masyarakat adat.

Hal tersebut disampaikan anggota Kelompok Kerja Adat MRP, Edison Tanati di Kota Jayapura, Rabu (23/3/2022). Edison Tanati menghadiri diskusi kelompok terpumpun dan konsultasi publik revisi Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW di Jayapura.

Diskusi kelompok terpumpun dan konsultasi publik itu diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua untuk menyelaraskan data berbagai lembaga yang digunakan sebagai basis data revisi RTRW Papua. Menurut Tanati, keberadaan RTRW sangat berpengaruh terhadap perlindungan tanah masyarakat adat. Oleh karena itu, perencanaan RTRW harus bisa mempertegas wilayah mana yang tidak boleh dibangun, misalnya kawasan hutan bakau dan sagu.

“Memang sebelumnya banyak sekali masyarakat adat yang dirugikan. Makanya untuk saat ini kami berharap [perencanaan dan revisi RTRW Papua] bisa [memberikan] perlindungan hutan adat serta hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

Tanati yang merupakan wakil masyarakat adat Saereri di MRP menegaskan bahwa Wilayah Adat Saereri memiliki lokasi sakral yang tidak boleh dirusak atau diganggu. Lokasi sakral itu antara lain berupa sekolah adat dan tempat yang ditumbuhi makanan pokok masyarakat adat setempat. Tanati melihat pembangunan di berbagai wilayah di Papua berdampak buruk bagi masyarakat adat.

“Kami melihat seperti di Sentani, [ibu kota] Kabupaten Jayapura, keberadaan kebun sagu sudah habis karena adanya pembangunan perumahan. Hal itu sangat merugikan, karena sagu merupakan makanan pokok masyarakat adat,” katanya.

Ia berharap lewat diskusi kelompok terpumpun dan konsultasi publik revisi RTRW yang digelar Bappeda Papua dapat memberi ketegasan dalam rangka perlindungan hutan sagu dan bakau. “Keduanya perlu perlindungan dari tangan para pengusaha properti, sebab hutan sagu akan menjadi pangan masa depan bagi anak cucu kita. Sementara bakau merupakan hutannya seluruh ekosistem [kawasan pesisir],” katanya.

Hal senada disampaikan anggota Kelompok Kerja Adat MRP dari Wilayah Adat Lapago, Aman Jikwa. Jikwa mengapresiasi langkah Bappeda Papua dan mitranya untuk melibatkan perwakilan dari lima wilayah adat di Papua untuk berpartisipasi dalam penyempurnaan revisi RTRW Papua yang akan berlaku selama 20 tahun mendatang.

“Harus ada tindak lanjut dari pertemuan hari ini. Supaya ada satu kekuatan besar yang nyata dalam membangun Papua,” kata Jikwa.

Jikwa menyatakan pemetaan hak ulayat masyarakat adat harus dilakukan secara baik. Menurutnya, hak ulayat dan masing-masing wilayah adat memiliki keunggulan yang perlu dikelola serta dikembangkan sebagai pendapatan masyarakat adat setempat.

“Itu sudah kami sampaikan. Semoga [revisi] RTRW [itu] benar-benar berpihak dan melindungi keberadaan masyarakat adat,” kata Jikwa. (*)

Sumber: Jubi

Read More
Categories AdatBerita

MRP Himbau Masyarakat Di Jayapura Tidak Menjual Tanah Adat Sembarang

Pokja Adat MRP saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat adat terkait keberadaan kebun kakao (coklat) di kampung Yakotim/Sanggai – For Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Adat menghimbau kepada masyarakat adat di kampung Yakotim/Sanggai, kabupaten Jayapura agar tidak menjual tanah adat sembarangan.

Hal tersebut di tegaskan Amatus Ndatipits, ketua Pokja Adat MRP saat melakukan kunjungan kerja dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat adat terkait keberadaan kebun kakao (coklat) di kampung Yakotim/Sanggai, pada hari Selasa, (7/9/2021), bertempat di balai kampung Yakotim.

Dalam sambutan sekaligus arahannya, Ndatipits, menegaskan hak-hak tanah yang di miliki orang asli Papua tidak boleh dijual karena tanah adalah mama (ibu), sebab diatas tanah ini ada kehidupan dari generasi ke generasi orang Papua.

“Kami harap masyarakat adat agar tidak menjual tanah sembarang, karena tanah merupakan sumber kehidupan bagi kami orang asli Papua,” pesannya.

Engelberthus Kasibmabin, SE, yang juga anggota MRP Pokja Adat berharap masyarakat asli dapat memanfaatkan tanah mereka untuk membuka lahan usaha seperti pertanian, perkebunan yang sifatnya dalam mendatangkan uang.

“Dari pada jual tanah bisa manfaatkan lahan tersebut untuk buka usaha baik jangka pendek, menengah dan panjang seperti usaha kakao (coklat) dan lainnya,” tuturnya.

Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) mengeluarkan Maklumat MRP Nomor ; 04/MRP/XII/2018, tentang Larangan transaksi jual beli lepas tanah milik masyarakat adat kepada pihak lain.

Bahwa tanah dan sumber daya alam di atas, dibawah dan atau di dalamnya adalah kekayaan yang di anugerahkan oleh Tuhan sang pencipta bagi kepentingan hidup suku dan /atau masyarakat adat pemangku hak secara turun-temurun.

Oleh karena itu dengan ini Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua yang melindungi hak-hak dasar orang asli Papua menyatakan bahwa, transaksi jual beli lepas tanah dengan sumber daya alam di atasnya, di bawahnya dan / atau di dalamnya adalah bertentangan dengan nilai dan norma hukum adat masyarakat adat Papua.

Kepada seluruh masyarakat adat di tanah Papua, Majelis Rakyat Papua menyampaikan pesan tentang pentingnya kesadaran untuk melindungi tanah dengan sumber daya alam di atas, di bawah dan/atau di dalamnya, dan tidak melakukan transaksi jual beli lepas tanah kepada pihak lain. Jayapura, 21 desember 2018, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib.

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Kunker ke Kampung Yakotim, MRP Diminta Bantu Masyarakat Produksi Coklat

Kunjungan Kerja Pokja Adat Tim I di kabupaten Jayapura dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat Adat terkait keberadaan kebun  kebun Kakao (Coklat) di kampung Yakotim/Sanggai – Humas MRP

 JAYAPURA, MRP – Kunjungan Kerja Pokja Adat Tim I di kabupaten Jayapura dalam rangka pendataan dan penataan hak masyarakat Adat terkait keberadaan kebun  kebun Kakao (Coklat) di kampung Yakotim/Sanggai.

Pada hari Selasa, (7/9/2021), bertempat di balai kampung Yakotim. Tim Pokja Adat MRP melakukan pertemuan bersama masyarakat di hadiri oleh masyarakat pemilik lahan/kebun Kakao, tokoh Adat, tokoh Perempuan, dari Bidang pendidikan, kesehatan dan tokoh Agama, Kaum intelektual aparat kampung Yakotim/Sanggai.

Amatus Ndatipits, BA, selaku ketua Pokja Adat MRP dalam sambutannya menegaskan hak-hak tanah yang di miliki Orang Asli Papua tidak boleh dijual karena tanah adalah mama/ibu, sebab diatas tanah ini ada kehidupan dari generari ke generasi orang Papua.

“Kehadiran MRP ingin mendorong dan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk meningkatkan usaha Kakao dikampung Yakotim untuk lakukan penanaman kembali,” kata Amatus.

Ia menjelaskan potensi ekonomi untuk Kakao dan Coklat sangat tinggi sehingga peluang ini harus di ambil masyarakat karena sifatnya jangka panjang.

Dan dalam kunjungan kerja itu pula Tim Pokja Adat Majelis Rakyat Papua mendengarkan beberapa persoalan yang dhadapi oleh masyarakat Yakotim, diantaranya;

Pertama, Kebun Kakao sudah ada sejak jaman Belanda hingga saat ini, sebelumnya beberapa tahun silam ada produksi bibit dari Jember namun ada hama (virus) sehingga tanaman coklatnya mati semua. Dan tahun 2018 ada LSM yang membantu masyarakat kampung Yakotim dalam pembibitan sampai pada Produksi. Namun beberapa bulan terakhir ini usaha produksi tidak jalan (diberhentikan) sehingga masyarakat memohon dan meminta dukungan ke MRP untuk menyelesaikan persoalan ini.

Kedua, perwakilan tokoh perempuan di kampung Yakotim/Sanggai meminta MRP sebagai lembaga representative culture orang asli Papua untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat melakukan penanaman kembali pohon sagu, yang adalah makanan pokok orang asli Papua.

Ketiga, masyarakat kampung Yakotim/Sanggai meminta MRP agar dana Otsus Papua digunakan untuk SDM  selain untuk bangunan fisik, terutama melengkapi fasilitas Puskesmas di distrik Nambong yang saat ini kurang memadai, jalan yang rusak dan fasilitas yang minim juga penyebab angka kematian tinggi di kampung tersebut.

Keempat, Sekretaris Kampung Yakotim/Sangga, mengapresiasi kehadiran Tim I Pokja Adat Majelis Rakyat Papua dikampung Yakotim Distrik Namblong dengan harapan akan datang lagi menjawab beberapa persoalan yang telah disampaikan yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat orang Asli Papua khususnya Kampung Yakotim. (*)

Humas MRP 

Read More
Categories Berita

Kunjungan Kelompok Kerja Adat MRP Papua ke Sarmi Bahas Masalah Kelapa Sawit di Bonggo

 

Kegiatan kunjungan kelompok kerja adat MRP yang bertempat di Aula Kantor Distrik Bonggo Kabupaten Sarmi, Selasa (07/09/2021).- Humas MRP

 

SARMI, MRP – Kanit Binmas Polsek Bonggo Bripka Albert Eisten Iwong menghadiri Kegiatan kunjungan kelompok kerja adat MRP yang bertempat di Aula Kantor Distrik Bonggo Kabupaten Sarmi, Selasa (07/09/2021).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ketua Tim Kunjungan Kerja Pokja Adat MRP Papua Aman Jikwa SE, Luis Madai, A.md, anggota MRP, Tim Ahli MRP Andi Go S.Sos.,M.Si, Kadistrik Bonggo Fredi Sawefkoy S.IP.,M.AP, Danramil Bonggo Kapten Dominggus Suitela, Kanit Binmas Bripka Albert Eisten Iwong, Para Kepala Kampung Se-wilayah Bonggo, Para Ondoafi, Kepala Suku, LMA se-Wilayah Bonggo, Tokoh Agama Pdt. Jhon Rumadas S.Th dan masyarakat Bonggo.

Pokja Adat MRP Papua merupakan agenda MRP terkait dengan adanya laporan pengaduan dari masyarakat adat asal Kampung Kaptiau Dist Bonggo Timur Jauh yang telah dialiri oleh aliran Limbah Industri Kelapa Sawit dari Kampung Buasum Distrik Unurum Guay Kab. Jayapura serta kawasan areal Industri Kelapa Sawit yang telah memasuki hak ulayat Kampung Kaptiau Dist Bonggo Kab. Sarmi.

Aman Jikwa SE, dalam kesempatannya mengatakan bahwa Tema Selamatkan Tanah Dan Manusia Papua dimaskud agar masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya yang akan ditampung oleh tim Pokja Adat MRP yang akan dilanjutkan ke lembaga tertinggi untuk menjadi acuan masyarakat.

“Kami menyampaikan materi tentang evaluasi nominatif terhadap UU Nomor 2 Tahun 2021 Sebagai Pengganti UU Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana di ubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008,” jelas Aman Jikwa SE.

Lanjutnya, adapun aspirasi masyarakat Bonggo adalah masalah perembesan limbah kelapa sawit yang masuk sampai kampung Kapitiu Bonggo Timur agar dapat dicarikan solusinya.

Kanit Binmas Bripka Albert Einsten Iwong bersama anggota MRP sebelum kegiatan menghimbau dalam pelaksaan kegiatan agar tetap menerapkan prot

okol kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak supaya terhindar dari penyebaran covid -19. (*)

Read More
Categories Berita

Bertemu MRP, Masyarakat Adat di Lereh Sampaikan Masalah Soal Perusahaan Kelapa Sawit PT Sinar Mas

Anggota MRP Pokja Adat Pendius Jikwa, Edison Tanati, Yos Nawipa dan Yehuda Dabi melakukan pendataan dan penataan identifikasi hak masyarakat adat terkait masalah kelapa sawit di Lereh, Kabupaten Jayapura. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua melalui anggota Kelompok Kerja Adat Pendius Jikwa, Edison Tanati, Yos Nawipa dan Yehuda Dabi melakukan pendataan dan penataan identifikasi hak masyarakat adat terkait masalah kelapa sawit di Lereh, Kabupaten Jayapura.

Turut hadir tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan perwakilan karyawan yang di PHK oleh PT Sinar Mas.

Edison Tanati, anggota MRP dari Pokja Adat mengatakan permasalahan di lapangan yaitu karyawan kelapa sawit yang di PHK sebanyak 80 orang khusus orang asli Papua yang dikatakan pihak perusahaan bahwa karyawan tersebut sudah meninggal tetapi kenyataan mereka masih ada, dan dalam perjanjian pembelian lahan kelapa sawit pihak perusahaan tidak melibatkan masyarakat adat.

“Kami turun langsung untuk mendengar keluhan masyarakat di Lereh, dalam pertemuan ini masyarakat meminta pihak perusahaan harus bertanggungjawab terhadap 80 karyawan yang di PHK,” kata Tanati.

Lanjutnya,  masyarakat juga meminta pihak perusahaan jangan merekrut tenaga kerja dari luar Papua.

“Masyarakat adat juga meminta pihak perusahaan harus meninjau kembali pembelian tanah Adat karena tidak menguntungkan masyarakat Adat,” katanya.

Dia menambahkan masyarakat juga meminta kepada MRP untuk memfasilitasi pemerintah kabupaten Jayapura, Pihak PT Sinar Mas dan para Ondoafi pemilik hak ulayat untuk sama-sama mencari jalan keluar penyelesaiannya yang sudah bertahun-tahun tidak pernah di selesaikan.  (*)

 

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Kehadiran MRP Untuk Membela Hak Masyarakat Asli Papua

Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Yuliten Anouw dan Panus Werimon, saat foto bersama BMA Nabire dan DAP Dogiyai, Selasa (22/6/2021) – Jubi/Titus Ruban

 

NABIRE, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dari Kelompok Kerja (Pokja) Adat melakukan sosialisasi identifikasi hak-hak adat orang asli Papua (OAP). Sosialisasi berlangsung di rumah makan JDF di Jalan Semarang Distrik Nabire, Kabupaten Nabire, Selasa (22/6/21) malam.

Ketua tim kelompok kerja (MPR) wilayah adat Meepago, Yuliten Anouw, mengatakan pihaknya mengundang beberapa badan musyawarah adat (BMA) serta dewan adat Papua (DAP) di wilayah ini untuk mengidentifikasikan hak-hak dasar OAP yang masih terabaikan.

“Karena MPR adalah lembaga kultur masyarakat Papua yang hadir untuk membela hak-hak OAP,” kata Anouw kepada Jubi usai pertemuannya dengan para tokoh adat.

Menurutnya, sosialisasi identifikasi hak-hak adat OAP, harusnya merupakan tugas utama anggota MRP periode pertama. Akan tetapi baru dilakukan pada periode ini yang telah memasuki akhir periode.

Namun tidak masalah baginya, sebab terpenting adalah harus dilakukan. Maka identifikasi adalah tentang alam berupa tanah, air, sungai, laut, sumber daya alam, yang harus diperhatikan oleh pemerintah nantinya, yaitu harus jelas  dan peruntukannya.

“Karena selama ini, implementasi dan perhatian pemerintah terhadap hak-hak adat OAP belum berjalan dengan baik. Ini menjadi tanggung jawab MRP, jadi harus ada satu ketetapan hukum hak-hak adat OAP dan perlu dijalankan oleh pemprov sesuai amanat UU Otsus,” tuturnya.

Sebab selama ini, katanya, hak dasar OAP belum terpenuhi, sering disepelekan, dan dipandang sebelah mata. Misalnya, pelaku usaha di bidang pertambangan   memasuki wilayah adat OAP tanpa memperhatikan haknya.

“Ini banyak yang terjadi, misalnya di Nabire. Ada banyak perusahaan tambang, masuk dengan paksa, masyarakat pemilik hak ulayat diabaikan bahkan sering terjadi kekerasan. Saya contohkan di sungai Musairo beberapa tahun lalu,” ungkap Anouw.

Dia berharap, sosialisasi ini akan menjadi acuan dan masukan bagi MRP, yang nantinya akan dibahas dalam rapat paripurna hingga menjadi aturan baku dan diterbitkan dalam sebuah dokumen atau buku pedoman tentang hak-hak adat OAP yang harus dijalankan dan dipatuhi.

“Hasilnya harus ada sebuah buku untuk dijalankan oleh semua pihak,” harap Anouw.

Ketua Dewan Adat Papua (DAD) wilayah Kabupaten Dogiyai, Germanus Goo, menyampaikan terima kasih kepada MPR yang terus menyuarakan hak-hak masyarakat adat orang Papua. Ia mendukung program lembaga kultur orang Papua ini, demi menyelamatkan Tanah dan manusia asli Papua.

“Karena tanah adalah ciptaan Tuhan dan pekerjanya adalah manusia,” kata Goo.

Dia menilai, saat ini dalam implementasi UU Otsus belum selaras antara pemerintah dan adat, yakni belum ada komitmen yang jelas dalam mengatur tanah adat di Papua pada umumnya
terlebih khusus wilayah Meepago.

Karena itu, Dewan adat Dogiyai mendukung program MRP untuk mensosialisasikan demi penyelamatan tanah dan manusia Papua. Ia juga meminta kepada Dewan Adat di wilayah Meepago untuk meneruskan program MPR kepada masyarakat sambil menunggu program selanjutnya.

“Selama ada Otsus, belum ada komitmen yang jelas dari pemerintah untuk hak-hak dasar OAP,” ungkap Goo.

Sekretaris Umum Badan Musyawarah Adat (BMA) Suku Wate, Otis Money, berterima kasih kepada MRP yang telah memberikan sosialisasi tentang identifikasi hak-hak adat OAP.

Tahun 1969 orang Wate telah menyerahkan tanah kepada pemerintah untuk membangun melalui SK 66.

Namun hingga saat ini, orang Wate masih dipandang sebelah mata dan tidak diperhitungkan dala, pemerintahan di daerah ini. Sebab, walaupun dalam SK tersebut dinyatahkan hibah, tetapi setidaknya  bisa diperhatikan genersi mudanya untuk diangkat menjadi ASN atau menduduki jabatan penting di pemerintahan.

“Orang Wate di Nabire masih terbelakang, belum ada perhatian pemerintah yang serius. Padahal tanah sudah dikasih oleh moyang dulu gratis,” ucap Money.

Menurutnya, perlu diperhatikan oleh Pemkab Nabire agar anak asli suku Wate diberikan ruang dalam meraih Pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.

“Kalau bisa saya usulkan, dalam penerimaan ASN bisa ada keterwakilan orang Wate, atau mungkin Pemkab bisa kuliahkan tiap tahun satu atau dua orang. Artinya, ini sebagai perhatian kepada pemilik hak ulayat,” tuturnya. (*)

Sumber: JUBI

Read More

Categories Berita

450 warga Meepago tiba dan jalani tes cepat di Nabire

Warga Meepago menaiki KM Sabuk Nusantara 81 di Pelabuhan Jayapura, Kamis (20/8/2020) – Humas MRP.

JAYAPURA, MRP KM Sabuk Nusantara 81 yang mengangkut sekitar 450 warga Meepago, merapat di Pelabuhan Samabusa, Nabire, kemarin pagi. Para penumpang langsung menjalani rapid test atau tes cepat antibodi untuk memastikan mereka tidak terinfeksi virus korona.

Ratusan warga tersebut berasal dari Kabupaten Nabire, Deiyai, Dogiyai, Paniai, dan Intan Jaya. Mereka sebelumnya tertahan selama berbulan-bulan di Kota dan Kabupaten Jayapura serta Keerom akibat dampak pembatasan layanan transportasi selama pandemi Covid-19.

Pemulangan 450 warga Meepago itu difasilitasi Panitia Khusus (Pansus) Afirmasi Majelis Rakyat Papua. Pemulangan ini juga melibatkan tim dari Dinas Kesehatan Papua.

“Warga menjalani rapid test terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing,” kata Ketua Tim Pansus Afirmasi Majelis Rakyat Papua (MRP) Edison Tanati melalui rekaman suara yang diterima Jubi, Minggu (23/8/2020).

Anggota Tim Dinas Kesehatan Papua Emoir Kbarek mengatakan mereka turut mendampingi warga selama dua hari pelayaran hingga tiba di Nabire. “Kami selalu siap bekerja sama dengan MRP dalam membantu masyarakat.

Penumpang KM Sabuk Nusantara 81, Isak Kadepa mengapresiasi kesigapan MRP dalam memfasilitasi pemulangan mereka. “Kami tidak pernah ada aksi (menuntut pemulangan) kepada MRP, tetapi mereka yang justru menyiapkan kapal untuk pemulangan.”

Koordinator warga Meepago Yulius X Takimai juga mengapresiasi respon cepat MRP dalam memenuhi aspirasi masyarakat. “DPR Papua yang kami demonstrasi malah tidak merespon (aspirasi pemulangan warga Meepago).”

Rupus Muyapa, seorang kepala suku di Meepago yang ikut dalam rombongan pemulangan tersebut mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. “Kami (sebelumnya juga) berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan DPR Papua. MRP yang kemudian merespon dan mengantar (memfasilitasi pemulangan) kami.” (*)

Read More
Categories Berita

Pemkab Nabire kontrol ketat kesehatan 450 warga Meepago

Warga Meepago menaiki KM Sabuk Nusantara 81 di Pelabuhan Jayapura, Kamis (20/8/2020) – Humas MRP.

JAYAPURA, MRP – Pemerintah Kabupaten Nabire menyambut kedatangan 450 warga Meepago di Pelabuhan Samabusa, kemarin. Mereka merupakan rombongan penumpang KM Sabuk Nusantara 81, yang dipulangkan dari Kota Jayapura dan wilayah di sekitarnya.

“Kami berada di pelabuhan untuk menyambut kedatangan warga dan sekaligus memastikan penerapan protokol kesehatan. Kami ingin mereka terlindungi dari (infeksi) virus korona,” kata Sekretaris Daerah Nabire Daniel Maipon melalui rekaman suara yang diterima Jubi dari Humas MRP, Minggu (23/8/2020).

KM Sabuk Nusantara 81 bertolak dari Pelabuhan Jayapura pada Kamis. Mereka mengangkut sekitar 450 warga Meepago yang selama ini tertahan di Kota dan Kabupaten Jayapura serta Keerom akibat pembatasan layanan transportasi di Papua.

Pemulangan warga terdampak pandemi Covid-19 tersebut difasilitasi oleh Majelis Rakyat Papua (MRP). Setiba di Nabire, mereka langsung menjalani tes cepat antibodi dan pengarahan dari pemerintah setempat.

“Kami percaya MRP telah memastikan semua warga yang tiba (yang dipulangkan tersebut) tidak bermasalah (tidak berpotensi terjangkit dan menjangkitkan virus korona). Namun, kami tetap melakukan tes cepat terhadap mereka. Jika ada yang reaktif hasil tesnya, dilanjutkan dengan swab test (tes usap),” lanjut Maipon.

Dia mengatakan upaya tersebut untuk mencegah penyebaran lokal atau klaster baru dalam penyebaran korona di Nabire. Jika ternyata ada di antara warga tersebut terkonfirmasi positif terinfeksi korona, pemerintah setempat telah menyiapkan fasilitas dan langkah penanganannya.

“Kami berharap warga yang baru datang ini langsung melakukan isolasi mandiri di rumah. Jika mengalami perubahan suhu tubuh (demam dengan panas tinggi), mereka diminta segera melapor ke rumah sakit. Kami sudah menyiapkan Rumah Sakit Umum Daerah Nabire sebagai layanan rujukan (untuk pasien covid-19) di wilayah Meepago,” jelas Maipon.

Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nabire Victor Fun menambahkan mereka harus bekerja keras untuk melindungi warga dari ancaman penyebaran virus korona. “Kami harus memastikan itu karena Nabire menjadi pintu masuk ke kabupaten lain di Meepago.” (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

MRP kesal, tak ada satu pun perempuan Tabi di kursi DPRP jalur Otsus

Demas Tokoro saat saat mengikuti sidang Majelis Rakyat Papua beberapa waktu lalu. – Jubi/Mawel

JAYAPURA, MRP – kelompok kerja (Pokja) adat MRP menyatakan kesal dengan hasil keputusan tim seleksi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) jalur pengangkatan atau biasa dikenal jalur Otsus.Karena tim seleksi dinilai tidak mengakomodir wakil perempuan Papua asal wilayah adat Tabi dalam 42 nama, yang kini berada di meja MRP untuk tahap verifikasi.

“Kami sangat menyesal karena tak satu pun perempuan asal Tabi masuk, tak ada yang terakomodir dalam daftar 42 besar,” Demas Tokoro, ketua Dewan Adat Sentani, yang juga ketua Pokja Adat MRP ini kepada jurnalis Jubi, di Jayapura, Selasa malam (6/07/2020) .

Menurutnya tim seleksi mestinya menyadari, kursi pengangkatan ini bukan kursi milik partai politik atau kelompok lainnya. Kursi ini milik Rakyat Papua mewakili kelompok masyarakat dari lima wilayah adat di Papua, sebagai penyeimbang kekuatan partai politik dengan kepentingan pusat dan patriaki yang menguasai parlemen.

“Mestinya dari masing- masing 5 wilayah adat itu, harus terakomodir masuk 10 orang perempuan dalam 42 calon,”ungkapnya.

Harapannya, pada saat penetapan setidaknya komposisi DPRP terdiri dari 5 orang perempuan dan 9 orang laki-laki. Sehingga terlihat 14 orang yang masuk itu mewakili perempuan dan laki-laki dari lima wilayah adat.
“Sehingga ada suara-suara perempuan dari lima wilayah adat di parlemen,”.

Pekan lalu , Majelis Rakyat Papua atau MRP telah menerima 42 dokumen calon anggota DPRP jalur pengangkatan.

“Tadi siang pukul 14 kesbangpol Provinsi menyerahkan dokumen ke sekretariat MRP dan sekretariat menyerahkan kepada pimpinan,”kata Timotius Murib, ketua MRP kepada jubi.co.id, (3/07/2020) di Jayapura, Papua.

Pihaknya langsung menggelar pleno distribusi dan verifikasi dokumen. Distribusi dokumen ke tiga Pokja. Pokja Adat,Agama dan Perempuan. Masing-masing Pokja menangani 14 dokumen. Waktu verifikasi sesuai tata tertib, berlangsung satu minggu.

“Tadi sudah distribusi dokumen ke Pokja. Mulai besok kami akan verifikasi keasliaan orang asli Papua . Paling lambat Selasa ( 7 Juli 2020/hari ini-red) sudah dikembalikan ke Kesbangpol,”katanya

Proses verifikasi akan didasarkan pada sejumlah dokumen seperti KTP, foto fisik, kartu keluarga dan tempat asal daerah pemilihan.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More