Reses Ke III, Anggota MRP Toni Wanggai Gelar Sosialisasi 12 Keputusan Kultural
SENTANI, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama, Dr. H. Toni V. M. Wanggai, S.Ag., M.A., lakukan sosialisasi dan jaring aspirasi pada reses triwulan ke-III 2022.
Hal ini untuk mensosialisasikan 12 keputusan kultural MRP tahun 2021-2022, serta melihat perkembangan dinamika kerukunan umat beragama di Papua, khususnya Kabupaten Jayapura.
Terkait ini, maka Toni Wanggai sapaan akrabnya melaksanakan kegiatan reses III tahun 2022, di Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, kemarin.
Reses tersebut digelar dalam bentuk silaturrahmi dan tatap muka bersama para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, TNI-Polri dan sejumlah pihak terkait lainnya dalam rangka sosialisasi dan juga menjaring aspirasi.
Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dari Pokja agama, Dr. H. Toni V. M. Wanggai, S.Ag., M.A., mengatakan, 12 keputusan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) itu bersifat kultural dan bersifat budaya, yang mana secara umum untuk memproteksi dan mengafirmasi keberpihakan terhadap manusia dan tanah Papua.
“Di mana, dalam 12 keputusan itu diantaranya tidak menggunakan atau memberikan gelar adat secara tidak tepat kepada orang tertentu. Pada poin ini, kami dari MRP berharap ada kriteria-kriteria tertentu dan tidak bisa diberikan kepada semua orang termasuk terkait dengan kepentingan politik apapun. Kemudian, hal yang tidak kalah penting yang dibicarakan di dalam 12 keputusan kultural itu terkait dengan bagaimana mengenai moratorium sumberdaya alam di Papua,” lanjutnya.
“Karena kami melihat eksplorasi terhadap sumberdaya alam Papua ini terjadi sangat luar biasa dan perlu ada penghentian dan juga ada regulasi yang bisa memberikan kepastian hukum dalam menjaga alam Papua,” ujar Toni Wanggai ketika menjawab pertanyaan wartawan media online ini, kemarin.
Dalam reses tersebut, dirinya mengaku mengundang sejumlah tokoh. Baik itu, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, serta tokoh pemuda.
Kemudian, terkait dengan upaya penyelamatan manusia Papua seperti pengekatan terhadap peredaran minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkoba. Di mana, pihaknya menilai tingkat kriminalitas tertinggi terjadi di Papua akhir-akhir ini, pengaruh yang paling tinggi itu disebabkan karena minuman beralkohol dan narkotika. Oleh karena itu, hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi MRP.
“Apalagi mayoritas yang terkena dampak ini adalah anak – anak orang asli Papua. Ini menjadi satu keadaan yang darurat dan emergensi untuk kita melakukan penyelamatan. Jadi perlu ada regulasi kembali yang lebih ketat di dalam pengawasan ini dari pemerintah daerah untuk menyelamatkan generasi kita dari kerusakan moral dan kepunahan,” ujarnya.
Selain yang juga disesuaikan terkait dengan pelestarian adat dan budaya Papua. Terutama bahasa daerah sebagai salah satu karakter budaya. Ini harus dilestarikan dengan upaya membuat dalam kurikulum muatan lokal.
Kemudian perlu mengatur struktur pemerintahan adat yang lebih jelas sehingga tidak semua orang bisa mengakui sebagai kepala adat. Termasuk mengarahkan seluruh masyarakat di Kabupaten Jayapura dan papua umumnya supaya tidak menjual tanah adat sembarangan tetapi itu diatur secara ketat. Karena tanah adalah warisan utama orang asli Papua yang harus dijaga. (*)