MRP Apresiasi Desakan DPD RI Minta Pemerintah Jelaskan Urgensi DOB Melalui Kajian Komprehensif
JAKARTA, MRP — Majelis Rakyat Papua (MRP) apresiasi sikap Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) agar pemerintah menjelaskan urgensi pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua. DPD RI juga meminta pemerintah untuk melakukan kajian Yang lebih komprehensif terkait DOB di Papua.
Hal itu dikemukakan Ketua MRP Timotius Murib ketika menyampaikan pandangan MRP terkait RUU Pemekaran DOB di provinsi Papua dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin (13/6/2022) di ruang rapat Sriwijaya Gedung B DPD RI.
“Kami sangat mengapresiasi sikap DPD RI yang dituangkan secara resmi dalam kesimpulan RDP. Kami berharap kesimpulan dan rekomendasi DPD dijadikan pertimbangan oleh pemerintah dan DPR RI,” kata Ketua MRP Timotius Murib, Selasa, (14/6/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Timotius menyerahkan surat MRP berisi aspirasi orang asli Papua tentang DOB kepada pimpinan Komite I DPD RI, disaksikan oleh sejumlah anggota DPD RI, Asisten I Pemerintah Provinsi Papua Doren Wakerkwa, SH yang mewakili Gubernur Papua, dan pimpinan DPR Papua yang diwakili Ketua DPR Papua Jhon Rouw Banua, SE
dan Wakil Ketua III DPRP Yulianus Rumboirusi.
Setelah mendengarkan pandangan MRP, Komite I DPD menyatakan dapat memahami usulan Pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua dan selaras dengan semangat otonomi khusus Papua untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua.
Namun demikian, Komite I DPD RI meminta Pemerintah dan DPR RI agar dalam hal pemekaran Papua hendaknya menghormati kewenangan Pemerintah Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua sesuai amanat Undang- Undang Otonomi Khusus Papua.
Selanjutnya Komite I DPD RI meminta Pemerintah dapat menjelaskan urgensi pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Tanah Papua dan melakukan kajian yang lebih komprehensif terhadap usulan pemekaran di Tanah Papua.
Timotius menjelaskan bahwa RUU Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua harus ditangguhkan karena memicu pro dan kontra yang sangat luas. Proses pembentukan DOB juga tidak melibatkan representasi rakyat Papua jelas menyalahi ketentuan Pasal 76 UU Otsus.
“Kebijakan Pemerintah pusat dan DPR RI menggunakan Pasal 76 ayat (2) untuk memekarkan Papua dengan tiga provinsi baru tidak selaras dengan spirit Otonomi Khusus.
Sementara itu, reaksi sosial masyarakat di Papua melalui unjuk rasa penolakan terus berlangsung di berbagai kota di Tanah Papua, seperti Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, Yahukimo, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Nabire, Mimika, Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Kota Sorong, Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten Manokwari, bahkan di Yahukimo, pertengahan Maret lalu sejumlah demonstran mengalami luka-luka dan dua diantaranya meninggal dunia. Selain di Papua, aksi demonstrasi juga digelar di Jakarta, Kupang NTT, Ambon, Makassar, Bali, Surabaya, Malang, Semarang dan Yogyakarta.
MRP sendiri telah menerima aspirasi penolakan DOB yang dilakukan oleh berbagai kelompok, diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Cenderawasih dan beberapa perguruan tinggi lainnya di Jayapura, Petisi Rakyat Papua (PRP) tergabung dalam 116 organisasi sipil masyarakat di Papua, Organisasi Cipayung, anggota DPRD Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, anggota DPRD Kabupaten Waropen, dan Kabupaten Yahukimo yang telah diserahkan langsung ke MRP.
“Bagaimana pun perlu diperlakukan secara adil dan beradab sesuai sila kedua Pancasila,” tegas Murib.
MRP meminta DPD RI selalu representasi kepentingan daerah dapat memberikan arahan kepada semua pihak supaya rencana pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi baru atau DOB dapat ditangguhkan sementara menunggu keputusan final dari judicial review di MK terkait Undang-Undang nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 21 tahun 2001. (*)