Categories Berita

MRP Gelar Reses II di 5 Wilayah Adat

JAYAPURA, MRP — Rapat Panitia Musyawarah yang digelar Majelis Rakyat Papua dalam rangka membahas angenda pleno penutupan masa sidang II MRP tahun 2022.

Rapat Panmus tersebut di pimpin oleh ketua I MRP Debora Mote dan ketua Panmus Benny Sweny di hadiri anggota pimpinan Pokja dan alat kelengkapan Majelis Rakyat Papua berserta staf sekretariat MRP. Senin, (27/6/2022) pagi kemarin.

Rapat Panmus tersebut disepakati tema reses II tahun 2022 yaitu Penemuhan Hak Pilih Orang Asli Papua dalam Pemilu Legislatif, Pilpres dan Pilkada 2024 dalam rangka penyelamatan Manusia dan tanah Papua.

Benny Sweny ketua Panmus MRP menjelaskan dengan tema reses II yang akan dilakukan para anggota MRP dari lima wilayah adat masing-masing diharapkan dapat mensosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.

Baca Juga:  Bangun Pendidikan Toleransi Sejak Dini, Guru dan Siswa SDI 32 Rufei Sorong Gelar Bukpuber

“Teruma pemilu Pilkada di tanah Papua, dimana saat ini setiap pemilih diharuskan memiliki E-KTP untuk bisa coblos,” kata Benny.

Ia menjelaskan pemilu kali ini akan lebih berat daripada pemilu tahun-tahun sebelumnya karena orang asli Papua akan bersaing dengan non Papua untuk rebut kursi legislatif.

“Selain menjelaskan tujuan reses, anggota juga diharapkan untuk fokus pada tema reses dengan tidak membuat atau melakukan kegiatan melegitimasi sesuatu yang tidak di putuskan oleh lembaga MRP,” harap ketua Panmus.

Baca Juga:  Usung Tiga Tuntutan, Ribuan Rakyat Dogiyai Turun Jalan

Benny juga minta anggota yang akan turun ke daerah mengingatkan masyarakat untuk diwajidkan memiliki E-KTP agar bisa pilih, jangan sampai masyarakat dihambat karena tidak punya E-KTP.

Sementara itu, Debora Mote wakil ketua II MRP juga menambahkan reses II, para angggota MRP bisa turun ke lima wilayah adat masing-masing sesuai daerah pemilihan.

“Bapak ibu diutus dari wilayah adat masing-masing sehingga harus kembali kesana buat reses, berikan sosialisasi kepada masyarakat akar rumput apa yang sudah di kerjakan MRP dan rekomendasi-rekomendasi yang sudah di putuskan lembaga untuk di dindaklanjuti,” ujar Mote.

Baca Juga:  KNPB Tegaskan MSN Jika Tidak Cabut Otsus Jilid II dan DOB

Waket II MRP juga berpesan kepada anggota MRP untuk konsisten dengan visi misi lembaga kulture orang asli Papua, terutama penyelamatan tanah dan Manusia Papua.

“Kita sebagai anggota MRP harus konsisten dan netral menangapi semua isu yang sedang berkembang saat ini, terutama DOB. Lembaga MRP pada posisi netral sehingga anggota juga harus bersikap netral serta tidak saling menyalahkan di antara anggota karena perbedaan pandangan pro dan kontra soal DOB,” ujarnya.

Dan pandangan netral ini juga dapat disampaikan dalam kegiatan reses II di lima wilayah adat masing-masing di provinsi Papua. (*)

Sumber: Suara Papua

Read More
Categories Berita

Soal pencalonan, partai politik dan KPU diminta hargai semangat Otsus Papua

Perwakilan pemuda dan mahasiswa Merauke berfoto bersama Ketua MRP, Timotius Murib. – Jubi/Mawel

JAYAPURA, MRP –  Majelis Rakyat Papua atau MRP mendesak pimpinan partai politik, Komisi Pemilihan Umum atau KPU Provinsi Papua dan 11 KPU kabupaten yang akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 memprioritaskan masyarakat asli Papua dalam melakukan perekrutan politik di Papua. MRP memandang kebijakan afirmasi itu sebagai hak konstitusional orang asli Papua.

Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Senin (25/8/2020). Murib menyampaikan hal itu usai menerima perwakilan pemuda dan mahasiswa Papua yang menyampaikan aspirasi mereka menolak orang non Papua dicalonkan menjadi bupati atau wakil bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Merauke.

Murib menyatakan salah satu mandat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) adalah memprioritaskan orang asli Papua dalam rekrutmen politik di Papua. Hal itu telah diatur dengan jelas dalam Pasal 28 ayat (3) UU Otsus Papua.

Semangat UU Otsus Papua [tentang] hak politik orang asli Papua [yang diatur] Pasal 28 harus dihargai oleh KPU. Bila perlu, lebih dari pimpinan partai politik. Kami berharap dalam Pilkada di Aceh, DIY atau Papua harus ada pertimbangan khusus,” kata Murib saat berbicara didepan para anggota MRP dan perwakilan pemuda serta mahasiswa dari Merauke.

Murib menyatakan pihaknya telah bertemu sejumlah pimpinan partai politik di tingkat pusat maupun daerah. MRP juga telah membicarakan masalah itu dengan KPU RI dan KPU Provinsi Papua, agar hak orang asli Papua untuk diprioritaskan dalam rekrutmen politik terpenuhi.

“Sayangnya, [ketika] sampai proses pencalonan [kepala daerah, pencalonan dilakukan] bukan dengan semangat itu. [Yang ada justru] teman-teman luar Papua yang mencalonkan diri, sehingga menuai protes. Protes terjadi di media massa, media sosial, juga demonstrasi menolak pencalonan orang non Papua. MRP mengikuti [perkembangan] itu, dan akan meyerahkan, mempubikasikan keputusan bersama MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) terkait hak konstitusional orang asli Papua,” kata Murib.

Murib menegaskan keputusan bersama Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB pada 28 Februari 2020 telah menyatakan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Tanah Papua haruslah orang asli Papua. Murib menegaskan keputusan bersama MRP dan MRPB itu sejalan dengan semangat Pasal 28 ayat (3) UU Otsus Papua.

“Pimpinan partai politik harus menaati UU Otsus Papua itu. Kalau [tidak], jangan tinggal di Papua, harus keluar. Kalau [ingin] pakai UU [lain yang berlaku secara nasional], tidak boleh memimpin partai politik di wilayah khusus. Kalau mau tinggal [dan] menjadi pengurus atau pimpinan partai [politik] di Papua, harus melaksanakan UU Otsus Papua,” kata Murib.

Para perwakilan pemuda dan mahasiswa Merauke yang menyampaikan aspirasinya di Kantor MRP pada Senin adalah bagian dari para pemuda dan mahasiswa yang pada 13 Agustus 2020 lalu berunjuk rasa di Tugu Lingkaran Brawijaya, Merauke. Dalam unjuk rasa itu, mereka menyatakan menolak orang non Papua dicalonkan menjadi bupati atau wakil bupati dalam Pilkada Merauke 2020.

Dalam demonstrasi pada 13 Agustus 2020 lalu, salah satu pengunjukrasa, Rofinus menyatakan ia menyesalkan sikap pimpinan partai politik di Merauke yang mengabaikan aspirasi masyarakat asli Merauke. “Kami menyesalkan [sikap] partai politik. Mereka menciptakan konflik dengan memunculkan calon bupati [dari kalangan] non Papua,” kata Rofinus dalam orasinya.

Pengunjukrasa yang lain, Emanuel menyatakan hasil Pemilihan Umum 2019 lalu mengecewakan masyarakat asli Merauke, karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Merauke justru didominasi orang non Papua. Emanuel meminta hak kesulungan orang Marind sebagai masyarakat adat di Merauke dihormati.

“Orang Marind telah menerima [warga] non Papua tinggal dan beraktivitas, [menetap dan hidup bersama] di sini [Merauke]. Karena itu, jangan merampas hak kesulungan [Suku Marind]. Biarkan [sesama] orang Marind bersaing dalam pilkada,” kata Emanuel dalam unjuk rasa itu.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More