Categories Berita

MRP Kukuhkan Panitia Kongres ke – I SAMN Papua

Foto bersama Pokja Agama MRP bersama Pengurus SAMN dan Panitia Kongres – I SAMN Papua – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) melalui Pokja Agama bersama Solidaritas Anti Miras dan Narkoba (SAMN) Papua mengadakan acara pengukuhan dan penyerahan surat keputusan (sk) kepada panitia kongres ke – I SAMN Papua di saksikan para pendiri, anggota dan panitia di hotel home, tanah hitam Jayapura. Rabu, (26/8/2020), sore tadi.

Anias Lengka ketua Solidaritas Anti Miras dan Narkoba (SAMN) kota Jayapura mengatakan kehadiran solidaritas ini lahir dari kepedulian dan masalaha sosial yang merusak masa depan generasi muda Papua dari Miras dan Narkoba.

“Solidaritas ini lahir karena ada masalah yang timbul akibat miras dan narkoba, kini terus memakan banyak korban terutama anak-anak muda Papua yang mati sia-sia karena Miras dan Narkoba yang sulit sekali di kontrol oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan,” tuturnya.

Ia menambahkan, SAMN meminta dukungan dari semua elemen baik tokoh adat, tokoh agama dan terutama Pemerintah untuk menjalankan bersama-sama SAMN guna menyelamatkan generasi muda Papua saat ini agar tidak ada stigma bahwa orang asli Papua 20 – 30 tahun hanya akan tinggal marga dan ras.

“Kami minta dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di tanah Papua untuk bersama-sama mendukung pergerakan SAMN dalam memberantas miras dan narkoba di provinsi Papua dan Papua Barat,” jelasnya.

Yoel Mulait, ketua Pokja Agama MRP, yang mendampingi SAMN Papua mengatakan MRP sebagai lembaga kulture memberikan dukungan penuh terhadap keberadaan SAMN Papua dalam menyelamatkan manusia Papua dari Miras dan Narkoba.

“bentuk dukungannya, MRP memberi rekomendasi dan mendampingi SAMN untuk mendaftarkan diri ke Kesbangpol Papua agar SAMN ini menjadi wadah yang resmi dan legal sehingga memudahkan mereka dalam ruang gerak mereka dalam melakukan tugas di lapangan,” tuturnya.

Mulait menambahkan, selain itu MRP juga mendorong terselengaranya Kongres ke-I SAMN Papua agar dalam Kongres ini ada keputusan-keputusan besar yang lahir untuk langkah-langkah dalam rangka penyelamatan tanah dan manusia asli Papua sesuai tema besar MRP.

Sementara itu, Yopinus Lungky ketua panitia Kongres ke – I SAMN Papua berharap Kongres yang direncanakan dalam tahun ini dapat berjalan lancar dan cepat agar putusan-putusan yang dihasilkan bisa diwujudnyatakan di lapangan oleh SAMN bersama pimpinan tokoh agama, adat dan pemerintah yang didukung oleh MRP saat ini.

“Ini tanggung jawab yang mulia, dan kami butuh kekompakan bersama dari semua kalangan yang peduli dengan generasi Papua saat ini bersama kita selamatkan yang tersisah ini, dan meminta dukungan dari semua kalangan guna sukseskan kegiatan ini,” harapnya.(*)

Humas MRP

Read More

Categories Berita

Soal pencalonan, partai politik dan KPU diminta hargai semangat Otsus Papua

Perwakilan pemuda dan mahasiswa Merauke berfoto bersama Ketua MRP, Timotius Murib. – Jubi/Mawel

JAYAPURA, MRP –  Majelis Rakyat Papua atau MRP mendesak pimpinan partai politik, Komisi Pemilihan Umum atau KPU Provinsi Papua dan 11 KPU kabupaten yang akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 memprioritaskan masyarakat asli Papua dalam melakukan perekrutan politik di Papua. MRP memandang kebijakan afirmasi itu sebagai hak konstitusional orang asli Papua.

Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Senin (25/8/2020). Murib menyampaikan hal itu usai menerima perwakilan pemuda dan mahasiswa Papua yang menyampaikan aspirasi mereka menolak orang non Papua dicalonkan menjadi bupati atau wakil bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Merauke.

Murib menyatakan salah satu mandat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) adalah memprioritaskan orang asli Papua dalam rekrutmen politik di Papua. Hal itu telah diatur dengan jelas dalam Pasal 28 ayat (3) UU Otsus Papua.

Semangat UU Otsus Papua [tentang] hak politik orang asli Papua [yang diatur] Pasal 28 harus dihargai oleh KPU. Bila perlu, lebih dari pimpinan partai politik. Kami berharap dalam Pilkada di Aceh, DIY atau Papua harus ada pertimbangan khusus,” kata Murib saat berbicara didepan para anggota MRP dan perwakilan pemuda serta mahasiswa dari Merauke.

Murib menyatakan pihaknya telah bertemu sejumlah pimpinan partai politik di tingkat pusat maupun daerah. MRP juga telah membicarakan masalah itu dengan KPU RI dan KPU Provinsi Papua, agar hak orang asli Papua untuk diprioritaskan dalam rekrutmen politik terpenuhi.

“Sayangnya, [ketika] sampai proses pencalonan [kepala daerah, pencalonan dilakukan] bukan dengan semangat itu. [Yang ada justru] teman-teman luar Papua yang mencalonkan diri, sehingga menuai protes. Protes terjadi di media massa, media sosial, juga demonstrasi menolak pencalonan orang non Papua. MRP mengikuti [perkembangan] itu, dan akan meyerahkan, mempubikasikan keputusan bersama MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) terkait hak konstitusional orang asli Papua,” kata Murib.

Murib menegaskan keputusan bersama Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB pada 28 Februari 2020 telah menyatakan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Tanah Papua haruslah orang asli Papua. Murib menegaskan keputusan bersama MRP dan MRPB itu sejalan dengan semangat Pasal 28 ayat (3) UU Otsus Papua.

“Pimpinan partai politik harus menaati UU Otsus Papua itu. Kalau [tidak], jangan tinggal di Papua, harus keluar. Kalau [ingin] pakai UU [lain yang berlaku secara nasional], tidak boleh memimpin partai politik di wilayah khusus. Kalau mau tinggal [dan] menjadi pengurus atau pimpinan partai [politik] di Papua, harus melaksanakan UU Otsus Papua,” kata Murib.

Para perwakilan pemuda dan mahasiswa Merauke yang menyampaikan aspirasinya di Kantor MRP pada Senin adalah bagian dari para pemuda dan mahasiswa yang pada 13 Agustus 2020 lalu berunjuk rasa di Tugu Lingkaran Brawijaya, Merauke. Dalam unjuk rasa itu, mereka menyatakan menolak orang non Papua dicalonkan menjadi bupati atau wakil bupati dalam Pilkada Merauke 2020.

Dalam demonstrasi pada 13 Agustus 2020 lalu, salah satu pengunjukrasa, Rofinus menyatakan ia menyesalkan sikap pimpinan partai politik di Merauke yang mengabaikan aspirasi masyarakat asli Merauke. “Kami menyesalkan [sikap] partai politik. Mereka menciptakan konflik dengan memunculkan calon bupati [dari kalangan] non Papua,” kata Rofinus dalam orasinya.

Pengunjukrasa yang lain, Emanuel menyatakan hasil Pemilihan Umum 2019 lalu mengecewakan masyarakat asli Merauke, karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Merauke justru didominasi orang non Papua. Emanuel meminta hak kesulungan orang Marind sebagai masyarakat adat di Merauke dihormati.

“Orang Marind telah menerima [warga] non Papua tinggal dan beraktivitas, [menetap dan hidup bersama] di sini [Merauke]. Karena itu, jangan merampas hak kesulungan [Suku Marind]. Biarkan [sesama] orang Marind bersaing dalam pilkada,” kata Emanuel dalam unjuk rasa itu.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More