Categories Berita

MRP Terima Laporan Kasus Dugaan Pelangaran HAM di Nduga Papua

Theo Hesegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembelah HAM Internasional), di dampingi Ikabus Gwijangge, ketua DPRD Nduga menyerahkan laporan kasus dugaan pelangaran HAM di kabupaten Nduga kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) di terima langsung oleh ketua MRP Timotius Murib di ruang kerjanya. Jumat, (28/8/2020) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Theo Hesegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembelah HAM Internasional), di dampingi Ikabus Gwijangge, ketua DPRD Nduga menyerahkan laporan kasus dugaan pelangaran HAM di kabupaten Nduga kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) di terima langsung oleh ketua MRP Timotius Murib di ruang kerjanya. Jumat, (28/8/2020).

Theo Hesegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua usai menyerahkan laporan mengatakan kewajiban kami sebagai masyarakat telah menyerahkan laporan tersebut kepada Lembaga dan pimpinan MRP untuk di tindaklanjuti secara internal.

“DPRD atas nama rakyat, atas nama korban hari ini kami serahkan laporan resmi kepada MRP, dan kami ingin sampaikan bahwa di Nduga itu ada dugaan pelangaran HAM,” tuturnya.

Hesegem, berharap MRP bisa memjadi sebuah jembatan untuk menyembatani guna membawa aspirasi ini ke Jakarta untuk menyelesaikan seluruh kasus dugaan pelangaran HAM di Papua termasuk kasus Nduga.

“Kita berharap kasus terakhir pembunuhan kedua korban atas nama Selu Karunggu, 20 tahun (anak laki-laki) dan Elias Karunggu, 34 tahun (ayah). Mereka adalah penduduk sipil berstatus pengungsi pasca peristiwa 2 Desember 2018 di Distrik Yigi, Nduga belum ada tim investigasi yang turun olah TKP,” kata Hesegem.

Hesegem Menegaskan, Masyarakat Nduga hingga saat ini membutuhkan proses penegakan hukum, bahwa lokasi tersebut perlu dilakukan identifikasi olah TKP oleh penyidik, karena masyarakat sangat membutuhkan penjelas apa yang sebenarnya yang terjadi disana entah itu benar atau tidak benar.

“Masyarakat butuh penegakan hukum, bila rakyat yang di bunuh dan TNI/Polri mengklaim bahwa yang dibunuh adalah OPM, KKSB dan kelompok kriminal tanpa bukti dan investigasi yuang jelas dan hal klaim tersebut kami sangat tidak mau, harus dibuktikan dalam proses hukum yang jelas,” katanya.

Sementara itu Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menerima laporan kasus dugaan pelangaran HAM di Nduga memberi apresiasi kepada pejabat Nduga dan Pembela HAM Papua yang hadir memberikan laporan sebagai bentuk kepedulian demi kepentingan keselamatan orang asli Papua.

“MRP menerima dan akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai mekanisme Lembaga karena laporan yang disampaikan oleh DPRD, Bupati dan Pembela HAM ini merupakan bentuk dari kepedulian demi kepentingan keselamatan orang asli Papua di tanah Papua,” tuturnya. (*)

 

Sumber: Humas MRP

 

Read More
Categories Berita

MRP terima demonstran yang menolak pendatang dicalonkan dalam Pilkada Merauke

Para pemuda dan mahasiswa dari Wilayah Adat Anim Ha berunjuk rasa di depan Kantor Majelis Rakyat Papua, menolak pencalonan orang non Papua dalam Pilkada Serentak 2020. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP  – Ratusan pemuda dan mahasiswa yang berasal dari Wilayah Adat Anim-Ha berunjuk rasa di Kantor Majelis Rakyat Papua atau MRP di Kota Jayapura, Kamis (27/8/2020). Mereka menyatakan menolak warga pendatang atau orang non Papua dicalonkan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Merauke.

Aspirasi para pengunjukrasa itu diterima sejumlah anggota MRP, termasuk Wakil Ketua II MRP Debora Mote. Koordinator demonstrasi itu, Elisen W Mahuze pihaknya menyampaikan dua tuntutan terkait Pilkada Serentak 2020 yang akan berlangsung di 11 kabupaten di Papua. Pertama, mereka menuntut pejabat pemerintah pusat segera menggunakan diskresi untuk memperjelas aturan rekrutmen politik di Papua.

Selama ini, rekrutmen politik di Papua diatur secara khusus dalam Pasal 28 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua). Akan tetapi, ketentuan itu tidak mengatur bahwa kepala daerah kabupaten/kota di Papua harus orang asli Papua.

“Kami baca Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 1 angka 9 [undang-undang itu] membahas tentang diskresi. Kami berharap pemerintah pusat mengeluarkan diskresi, mengisi kekosongan hukum supaya orang Papua menjadi tuan di negerinya sendiri,” kata Mahuse.

Mahuse menyatakan pihaknya juga menuntut agar orang dari luar Papua tidak dicalonkan dalam Pilkada Merauke. “Kami menolak orang luar Papua dicalonkan [menjadi] bupati dan wakil bupati di Merauke,” ujar Mahuse.

Anggota MRP dari Wilayah Adat Anim-Ha, Albert Gebze Moiwend mengatakan aspirasi itu merupakan akumulasi pergumulan masyarakat atas penggusuran hak-hak mereka. “Suku-suku [dari bagian] selatan [Papua] ibarat air tenang. Orang pikir tenang, tidak bisa buat suatu lebih. [Jika] hak-hak mereka terampas habis, bisa mengakibatkan pemberontakan lebih dasyat,” kata Moiwend.

Moiwend menyatakan protes masyarakat asli Papua itu bisa berkembang menjadi konflik baru. Ia berharap semua pihak mempertimbangkan secara serius aspirasi para pengunjuk rasa yang mendatangi kantor MRP itu. Moiwend menyatakan ia bersama para anggota MRP dari Wilayah Adat Anim-Ha akan mengawal aspirasi para pengunjuk rasa itu.

“Kalau orang dalam rumah punya kebiasaan [untuk] makan duduk beralas tikar, jangan datang [lalu] duduk makan di atas meja,” kata Moiwend menggunakan ungkapan bagaimana adat dan hak masyarakat adat di Merauke harus dihormati oleh para warga yang datang dari luar Papua.

Saat menerima para pengunjuk rasa, Wakil Ketua II MRP, Debora Mote mengatakan unjuk rasa yang memprotes pencalonan orang non Papua dalam Pilkada Serentak 2020 tidak akan terjadi jika Otsus Papua berjalan sebagaimana mestinya. “Kami sedih dan menangis. Orang asli [Papua] menangis dan masih mengadukan [hal] seperti itu,” kata Mote.

Mote menegaskan aspirasi yang menolak pencalonan orang non Papua itu tidak akan pernah terjadi jika pemerintah dan masyarakat pendatang di Papua memahami UU Otsus Papua. “Orang harus menghargai UU Otsus Papua dan hak kesulungan orang Papua. Jangan mendobrak, melawan Otsus [Papua]. Harus mulai stop, harus hargai orang asli Papua,” kata Mote.

Mote menyatakan pihaknya akan menggelar rapat gabungan untuk memperjuangkan aspirasi terkait hak orang asli Papua untuk diprioritaskan dalam pencalonan kepala daerah di Papua. “Hari ini kami rapat gabungan, membentuk tim untuk menindaklanjuti aspirasi itu,” kata Mote.

Anggota MRP yang menerima masa Demo diantaranya Yohanes Wob (Pokja Agama), Yoel Luis Mulaid (Ketua Pokja Agama), Debora Motte (Wakil Ketua 2 MRP), Panus Werimon (Pokja Adat), Natalia Kalo (Pokja Perempuan), Alberth Moyuen (Pokja Adat), Herman Yoku (Pokja Adat), Yehuda Dabi (Pokja Adat), Amatus Ndatips (Pokja Adat) dan Pendius Jikwa (Pokja Adat).(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

MRP Kukuhkan Panitia Kongres ke – I SAMN Papua

Foto bersama Pokja Agama MRP bersama Pengurus SAMN dan Panitia Kongres – I SAMN Papua – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) melalui Pokja Agama bersama Solidaritas Anti Miras dan Narkoba (SAMN) Papua mengadakan acara pengukuhan dan penyerahan surat keputusan (sk) kepada panitia kongres ke – I SAMN Papua di saksikan para pendiri, anggota dan panitia di hotel home, tanah hitam Jayapura. Rabu, (26/8/2020), sore tadi.

Anias Lengka ketua Solidaritas Anti Miras dan Narkoba (SAMN) kota Jayapura mengatakan kehadiran solidaritas ini lahir dari kepedulian dan masalaha sosial yang merusak masa depan generasi muda Papua dari Miras dan Narkoba.

“Solidaritas ini lahir karena ada masalah yang timbul akibat miras dan narkoba, kini terus memakan banyak korban terutama anak-anak muda Papua yang mati sia-sia karena Miras dan Narkoba yang sulit sekali di kontrol oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan,” tuturnya.

Ia menambahkan, SAMN meminta dukungan dari semua elemen baik tokoh adat, tokoh agama dan terutama Pemerintah untuk menjalankan bersama-sama SAMN guna menyelamatkan generasi muda Papua saat ini agar tidak ada stigma bahwa orang asli Papua 20 – 30 tahun hanya akan tinggal marga dan ras.

“Kami minta dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di tanah Papua untuk bersama-sama mendukung pergerakan SAMN dalam memberantas miras dan narkoba di provinsi Papua dan Papua Barat,” jelasnya.

Yoel Mulait, ketua Pokja Agama MRP, yang mendampingi SAMN Papua mengatakan MRP sebagai lembaga kulture memberikan dukungan penuh terhadap keberadaan SAMN Papua dalam menyelamatkan manusia Papua dari Miras dan Narkoba.

“bentuk dukungannya, MRP memberi rekomendasi dan mendampingi SAMN untuk mendaftarkan diri ke Kesbangpol Papua agar SAMN ini menjadi wadah yang resmi dan legal sehingga memudahkan mereka dalam ruang gerak mereka dalam melakukan tugas di lapangan,” tuturnya.

Mulait menambahkan, selain itu MRP juga mendorong terselengaranya Kongres ke-I SAMN Papua agar dalam Kongres ini ada keputusan-keputusan besar yang lahir untuk langkah-langkah dalam rangka penyelamatan tanah dan manusia asli Papua sesuai tema besar MRP.

Sementara itu, Yopinus Lungky ketua panitia Kongres ke – I SAMN Papua berharap Kongres yang direncanakan dalam tahun ini dapat berjalan lancar dan cepat agar putusan-putusan yang dihasilkan bisa diwujudnyatakan di lapangan oleh SAMN bersama pimpinan tokoh agama, adat dan pemerintah yang didukung oleh MRP saat ini.

“Ini tanggung jawab yang mulia, dan kami butuh kekompakan bersama dari semua kalangan yang peduli dengan generasi Papua saat ini bersama kita selamatkan yang tersisah ini, dan meminta dukungan dari semua kalangan guna sukseskan kegiatan ini,” harapnya.(*)

Humas MRP

Read More

Categories Berita

Soal pencalonan, partai politik dan KPU diminta hargai semangat Otsus Papua

Perwakilan pemuda dan mahasiswa Merauke berfoto bersama Ketua MRP, Timotius Murib. – Jubi/Mawel

JAYAPURA, MRP –  Majelis Rakyat Papua atau MRP mendesak pimpinan partai politik, Komisi Pemilihan Umum atau KPU Provinsi Papua dan 11 KPU kabupaten yang akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 memprioritaskan masyarakat asli Papua dalam melakukan perekrutan politik di Papua. MRP memandang kebijakan afirmasi itu sebagai hak konstitusional orang asli Papua.

Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Senin (25/8/2020). Murib menyampaikan hal itu usai menerima perwakilan pemuda dan mahasiswa Papua yang menyampaikan aspirasi mereka menolak orang non Papua dicalonkan menjadi bupati atau wakil bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Merauke.

Murib menyatakan salah satu mandat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) adalah memprioritaskan orang asli Papua dalam rekrutmen politik di Papua. Hal itu telah diatur dengan jelas dalam Pasal 28 ayat (3) UU Otsus Papua.

Semangat UU Otsus Papua [tentang] hak politik orang asli Papua [yang diatur] Pasal 28 harus dihargai oleh KPU. Bila perlu, lebih dari pimpinan partai politik. Kami berharap dalam Pilkada di Aceh, DIY atau Papua harus ada pertimbangan khusus,” kata Murib saat berbicara didepan para anggota MRP dan perwakilan pemuda serta mahasiswa dari Merauke.

Murib menyatakan pihaknya telah bertemu sejumlah pimpinan partai politik di tingkat pusat maupun daerah. MRP juga telah membicarakan masalah itu dengan KPU RI dan KPU Provinsi Papua, agar hak orang asli Papua untuk diprioritaskan dalam rekrutmen politik terpenuhi.

“Sayangnya, [ketika] sampai proses pencalonan [kepala daerah, pencalonan dilakukan] bukan dengan semangat itu. [Yang ada justru] teman-teman luar Papua yang mencalonkan diri, sehingga menuai protes. Protes terjadi di media massa, media sosial, juga demonstrasi menolak pencalonan orang non Papua. MRP mengikuti [perkembangan] itu, dan akan meyerahkan, mempubikasikan keputusan bersama MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) terkait hak konstitusional orang asli Papua,” kata Murib.

Murib menegaskan keputusan bersama Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB pada 28 Februari 2020 telah menyatakan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Tanah Papua haruslah orang asli Papua. Murib menegaskan keputusan bersama MRP dan MRPB itu sejalan dengan semangat Pasal 28 ayat (3) UU Otsus Papua.

“Pimpinan partai politik harus menaati UU Otsus Papua itu. Kalau [tidak], jangan tinggal di Papua, harus keluar. Kalau [ingin] pakai UU [lain yang berlaku secara nasional], tidak boleh memimpin partai politik di wilayah khusus. Kalau mau tinggal [dan] menjadi pengurus atau pimpinan partai [politik] di Papua, harus melaksanakan UU Otsus Papua,” kata Murib.

Para perwakilan pemuda dan mahasiswa Merauke yang menyampaikan aspirasinya di Kantor MRP pada Senin adalah bagian dari para pemuda dan mahasiswa yang pada 13 Agustus 2020 lalu berunjuk rasa di Tugu Lingkaran Brawijaya, Merauke. Dalam unjuk rasa itu, mereka menyatakan menolak orang non Papua dicalonkan menjadi bupati atau wakil bupati dalam Pilkada Merauke 2020.

Dalam demonstrasi pada 13 Agustus 2020 lalu, salah satu pengunjukrasa, Rofinus menyatakan ia menyesalkan sikap pimpinan partai politik di Merauke yang mengabaikan aspirasi masyarakat asli Merauke. “Kami menyesalkan [sikap] partai politik. Mereka menciptakan konflik dengan memunculkan calon bupati [dari kalangan] non Papua,” kata Rofinus dalam orasinya.

Pengunjukrasa yang lain, Emanuel menyatakan hasil Pemilihan Umum 2019 lalu mengecewakan masyarakat asli Merauke, karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Merauke justru didominasi orang non Papua. Emanuel meminta hak kesulungan orang Marind sebagai masyarakat adat di Merauke dihormati.

“Orang Marind telah menerima [warga] non Papua tinggal dan beraktivitas, [menetap dan hidup bersama] di sini [Merauke]. Karena itu, jangan merampas hak kesulungan [Suku Marind]. Biarkan [sesama] orang Marind bersaing dalam pilkada,” kata Emanuel dalam unjuk rasa itu.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

Setelah daftarkan ke Kesbangpol, MRP akan fasilitasi Kongres SAMN

Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Luiz Mulait (kanan) bersama Ketua I MRP, Jimmy Mabel, memimpin rapat Pokja Agama. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Ketua Kelompok Kerja Agama Majelis Rakyat Papua atau Pokja Agama MRP, Yoel Luiz Mulait mengantar para pengurus Solidaritas Anti Minuman Keras dan Narkoba atau SAMN mendaftarkan organisasi mereka ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua, Senin (24/8/2020). Mulait menyatakan pihaknya juga akan segera memfasilitas SAMN untuk menyelenggarakan kongres dan membuka cabang di sejumlah daerah yang menjadi pintu masuk peredaran minuman beralkohol.

Hal itu disampaikan Yoel Luiz Mulait di Kota Jayapura, Senin (24/8/2020). “Tadi saya sendiri yang antar. Saya diterima Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua, Bapak Musa Isir. Beliau merespon baik, dan janjikan dalam pekan ini akan didaftarkan,” kata Mulait.

Ia menyatakan MRP mendukung penuh keberadaan SAMN, karena kampanye yang dibuat organisasi itu sejalan dengan misi besar MRP untuk menyelamatkan tanah dan manusia Papua. “Tujuan forum itu baik. Yang membentuk [organisasi] itu [adalah] orang-orang muda yang [bisa] menyalahgunakan minuman beralkohol dan narkoba. Tetapi mereka menyatakan diri kelompok anti miras dan narkoba. Itu perlu diapresiasi semua pihak,” kata Mulait.

Menurut Mulait, MRP memberikan apresiasi yang tulus kepada SAMN. Ia menilai upaya SAMN konkrit, berkampanye agar anak-anak muda menjauhi minuman beralkohol dan narkoba. Kampanye itu sejalan dengan misi besar MRP.

Mulait menyatakan pihaknya mengantar pendaftaran SAMN ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Papua agar SAMN memiliki dasar hukum untuk melanjutkan kampanye pemberantasan minuman beralkohol dan narkoba.

Ia juga menyatakan MRP akan memfasilitasi SAMN agar bisa menggelar kongres organisasi mereka. Menurutnya, SAMN harus meluaskan wilayah kerjanya di sejumlah wilayah yang menjadi pintu masuk peredaran minuman beralkohol dan narkoba, antara lain Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Jayawijaya, Nabire, Mimika, Biak, dan Merauke.

“Faktanya, orang Papua banyak mati karena miras dan narkoba. Karena itu, MRP merekomendasikan [organisasi itu] untuk didaftarkan di Bakesbangpol Papua. MRP akan fasilitasi kongres. Dan kami akan [memfasilitasi] pembentukan [cabang SAMN di] beberapa kabupaten yang dianggap menjadi pintu masuk miras. Kita akan fasiliasi bentuk forum [SAMN] di sana,” ujar Mulait.

Ia menyatakan kerja besar untuk menyelamatkan tanah dan manusia Papua membutuhkan kerja keras. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan-mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat asli Papua-dibutuhkan untuk menghentikan penyalahgunaan minuman beralkohol dan narkoba di Papua.

“Karena, tanpa kita sadari, [minuman beralkohol dan narkoba] banyak membunuh kita, banyak orang akan mati. Anak kehilangan ayah, isteri kehilangan suami, karena miras. Itu kenyataan. Kita tidak bisa terus berpangku tangan lalu mengatakan sedih. Kita harus ambil langka kongkrit,” ujarnya.

Koordinator SAMN, Anias Lengka mengatakan pihaknya berterima kasih atas respon serta langkah konkret MRP merespon kampanye SAMN. Ia berharap semua pihak tidak menghalangi upaya untuk melegalkan SAMN. “Kami harap kerja sama semua pihak, mengikuti langkah MRP untuk mendukung gerakan anak-anak muda,” kata Lengka kepada Jubi, Senin.

Lengka menyatakan percuma jika orang bicara pembangunan dan masa depan bangsa, namun tidak berupaya mencegah anak muda Papua kecanduan alkohol dan narkoba. Ia mengingatkan, anak muda Papua adalah aset bagi pembangunan dan masa depan Papua.

“Anak-anak muda yang banyak mati kecanduan alkohol dan narkoba. [Anak muda] itu tulang punggung bangsa. Kita harus selamatkan bangsa dengan selamatkan generasi muda,” kata Lengka.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP: Kita Tetap Jaga Wilayah Meepago

Ketua Afirmasi Majelis Rakyat Papua, Edison Tanati bersama masyarakat Meepago ketika tiba di Nabire – Bintang Papua

NABIRE, MRP – Ketua Afirmasi Majelis Rakyat Papua, Edison Tanati mengatakan, masyarakat Meepago yang sudah tiba di Nabire agar tetap menjaga wilayah Meepago dari ancaman Pandemi Covid-19.

“Kita tetap menjaga Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai dan Intan Jaya, ” kata Tanati di Nabire, Sabtu, (22/08).

Kata dia, semua masyarakat Meepago dari Jayapura tiba di Nabire, karena campur tangan Tuhan.

“Kita bersyukur kepada Tuhan. Karena semua pintu cobaan dan rintangan serta perjalanan panjang ini, mulai dari situasi karantina wilayah hingga New Normal, karena Tuhan yang begitu luar biasa, ” jelasnya.

Segenap pimpinan MRP, anggota MRP dan staf MRP berterimakasih kepada Pemda Nabire serta Asosiasi Bupati Wilayah adat Meepago yang telah membuka diri untuk menerima masyarakat Meepago di Pelabuhan Nabire.

“Ada sebanyak 450 lebih masyarakat Meepago yang ikut Kapal. Dan mereka telah ikut Protokol Kesehatan hingga tiba di Nabire. Kami titip mereka dan mereka harus karantina Mandiri selama 14 hari di Nabire, ” katanya.

Ia berharap, Kapal Sabuk Nusantara 81 akan menerima penumpang umum ke Kabupaten Waropen dan Ke Jayapura.

“Kapal Sabuk Nusantara akan balik ke Jayapura, Sabtu malam, ” pungkasnya.

Sumber: Bintang Papua

 

Read More
Categories Berita

450 warga Meepago tiba dan jalani tes cepat di Nabire

Warga Meepago menaiki KM Sabuk Nusantara 81 di Pelabuhan Jayapura, Kamis (20/8/2020) – Humas MRP.

JAYAPURA, MRP KM Sabuk Nusantara 81 yang mengangkut sekitar 450 warga Meepago, merapat di Pelabuhan Samabusa, Nabire, kemarin pagi. Para penumpang langsung menjalani rapid test atau tes cepat antibodi untuk memastikan mereka tidak terinfeksi virus korona.

Ratusan warga tersebut berasal dari Kabupaten Nabire, Deiyai, Dogiyai, Paniai, dan Intan Jaya. Mereka sebelumnya tertahan selama berbulan-bulan di Kota dan Kabupaten Jayapura serta Keerom akibat dampak pembatasan layanan transportasi selama pandemi Covid-19.

Pemulangan 450 warga Meepago itu difasilitasi Panitia Khusus (Pansus) Afirmasi Majelis Rakyat Papua. Pemulangan ini juga melibatkan tim dari Dinas Kesehatan Papua.

“Warga menjalani rapid test terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing,” kata Ketua Tim Pansus Afirmasi Majelis Rakyat Papua (MRP) Edison Tanati melalui rekaman suara yang diterima Jubi, Minggu (23/8/2020).

Anggota Tim Dinas Kesehatan Papua Emoir Kbarek mengatakan mereka turut mendampingi warga selama dua hari pelayaran hingga tiba di Nabire. “Kami selalu siap bekerja sama dengan MRP dalam membantu masyarakat.

Penumpang KM Sabuk Nusantara 81, Isak Kadepa mengapresiasi kesigapan MRP dalam memfasilitasi pemulangan mereka. “Kami tidak pernah ada aksi (menuntut pemulangan) kepada MRP, tetapi mereka yang justru menyiapkan kapal untuk pemulangan.”

Koordinator warga Meepago Yulius X Takimai juga mengapresiasi respon cepat MRP dalam memenuhi aspirasi masyarakat. “DPR Papua yang kami demonstrasi malah tidak merespon (aspirasi pemulangan warga Meepago).”

Rupus Muyapa, seorang kepala suku di Meepago yang ikut dalam rombongan pemulangan tersebut mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. “Kami (sebelumnya juga) berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan DPR Papua. MRP yang kemudian merespon dan mengantar (memfasilitasi pemulangan) kami.” (*)

Read More
Categories Berita

Pemkab Nabire kontrol ketat kesehatan 450 warga Meepago

Warga Meepago menaiki KM Sabuk Nusantara 81 di Pelabuhan Jayapura, Kamis (20/8/2020) – Humas MRP.

JAYAPURA, MRP – Pemerintah Kabupaten Nabire menyambut kedatangan 450 warga Meepago di Pelabuhan Samabusa, kemarin. Mereka merupakan rombongan penumpang KM Sabuk Nusantara 81, yang dipulangkan dari Kota Jayapura dan wilayah di sekitarnya.

“Kami berada di pelabuhan untuk menyambut kedatangan warga dan sekaligus memastikan penerapan protokol kesehatan. Kami ingin mereka terlindungi dari (infeksi) virus korona,” kata Sekretaris Daerah Nabire Daniel Maipon melalui rekaman suara yang diterima Jubi dari Humas MRP, Minggu (23/8/2020).

KM Sabuk Nusantara 81 bertolak dari Pelabuhan Jayapura pada Kamis. Mereka mengangkut sekitar 450 warga Meepago yang selama ini tertahan di Kota dan Kabupaten Jayapura serta Keerom akibat pembatasan layanan transportasi di Papua.

Pemulangan warga terdampak pandemi Covid-19 tersebut difasilitasi oleh Majelis Rakyat Papua (MRP). Setiba di Nabire, mereka langsung menjalani tes cepat antibodi dan pengarahan dari pemerintah setempat.

“Kami percaya MRP telah memastikan semua warga yang tiba (yang dipulangkan tersebut) tidak bermasalah (tidak berpotensi terjangkit dan menjangkitkan virus korona). Namun, kami tetap melakukan tes cepat terhadap mereka. Jika ada yang reaktif hasil tesnya, dilanjutkan dengan swab test (tes usap),” lanjut Maipon.

Dia mengatakan upaya tersebut untuk mencegah penyebaran lokal atau klaster baru dalam penyebaran korona di Nabire. Jika ternyata ada di antara warga tersebut terkonfirmasi positif terinfeksi korona, pemerintah setempat telah menyiapkan fasilitas dan langkah penanganannya.

“Kami berharap warga yang baru datang ini langsung melakukan isolasi mandiri di rumah. Jika mengalami perubahan suhu tubuh (demam dengan panas tinggi), mereka diminta segera melapor ke rumah sakit. Kami sudah menyiapkan Rumah Sakit Umum Daerah Nabire sebagai layanan rujukan (untuk pasien covid-19) di wilayah Meepago,” jelas Maipon.

Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nabire Victor Fun menambahkan mereka harus bekerja keras untuk melindungi warga dari ancaman penyebaran virus korona. “Kami harus memastikan itu karena Nabire menjadi pintu masuk ke kabupaten lain di Meepago.” (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

MRP fasilitasi warga Meepago pulang dengan KM Sabuk Nusantara 81

Pansus Afirmasi Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan kegiatan dalam rangka penyerahan / pengembalian masyarakat Mee Pago akibat lockdown di kota Jayapura, kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom berjumlah kurang lebih 470 orang. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Sebagian besar masyarakat dari wilayah adat Meepago yang tertahan di Tanah Tabi akibat pembatasan transportasi antar daerah di Papua [lockdown] akhirnya bisa kembali ke daerahnya menggunakan KM Sabuk Nusantara 81 yang akan diberangkat dari Jayapura pada Kamis (20/8/2020) mendatang. Kepulangan mereka itu difasilitasi Majelis Rakyat Papua melalui Panitia Khusus atau Pansus Afirmasi.

Ketua Tim Pansus Afirmasi Majelis Rakyat Papua (MRP), Edison Tanati menjelaskan, pemberangkatan KM Sabuk Nusantara 81 itu hanya bisa mengakomodir 450. “Kami akan bertolak ke Pelabuhan Nabire untuk mengembalikan masyarakat ke asal mereka masing. Kemari yang mendaftar ke Nabire [ada] 578 [orang],” kata Edison Tanati.

Para pendaftar itu adalah warga asal Wilayah Adat Meepago yang terjebak di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Keerom, karena ada pembatasan angkutan penumpang dengan kapal laut yang diberlakukan pada masa pandemi Covid-19. Sebelumnya, 741 orang warga itu telah menjalani tes cepat corona di Kota Jayapura pada Sabtu (15/8/2020), dan 578 orang diantaranya mendaftarkan diri untuk ikut menumpang KM Nusantara 81 menuju Nabire.

Kata dia, jumlah itu melebihi tempat tidur kapal Sabuk Nusantara 81. Kapal itu hanya tersedia memuat 450 penumpang sesuai dengan tempat tidur kapal. “Muat kapal 450 tetapi [ada] tim MRP, tambah lagi staf MRP, jadi kita perkirakan yang berangkat 470 yang berangkat ke Nabire,”ungkapnya.

Melihat permintaan yang tinggi namun terbatas kapasitas kapal, sehingga prioritas diberikan bagi mereka yang ikut dalam formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang telah dinyatakan lulus. Pertimbangan bagi mereka, kata Tanati, terkait waktu pengurusan berkas yang terbatas. “Kita prioritaskan bagi adik-adik yang baru lulus formasi 2018 dari Kabupaten Paniai, Nabire, Deiyai, Dogiyai, dan Intan Jaya,” katanya.

Tanati juga mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah setempat, melalui Badan Kepegawaian Daerah untuk memberikan kelonggaran waktu dalam melengkapi berkas dengan pertimbangan susahnya akses transportasi.

Dalam perjalanan itu, Tim Pansus Afirmasi turut memboyong 10 tim medis dari Provinsi Papua. Kehadiran tim medis tersebut, kata Tanati, juga akan melayani masyarakat umum yang berencana melakukan perjalan baik ke Jayapura bersama tim MRP.

KM Sabuk Nusantara 81 akan bertolak dari Nabire menuju Waropen dan Jayapura pada Sabtu (22/8/2020), dengan membawa warga Meepago yang memiliki keperluan pergi ke Waropen atau Jayapura. “Masyarakat yang mau ikut [akan menjalani] tes cepat [yang dilakukan] tim medis yang kami bawa. Kita utamakan adik-adik [yang sudah] selesai SMA [dan] yang mau melanjutkan studi. Sabtu malam kami bertolak dari Nabire,” kata Tanati.

Anggota MRP dari Wilayah Adat Meepago, Siska Abugau mengatakan pihaknya hanya antar masyarakat sampai di tempat. “Kami antar masyarakat dan balik lagi degan kapal yang sama,” kata Abugau.

Abugau menyatakan pihaknya juga akan melihat penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah kabupaten di wilayah adat Meepago. “Ya kita harus urus masyarakat kita yang mau pulang, dan adik-adik yang mau kuliah. Kalau tidak, siapa yang mau urus dalam situasi [pandemi] begini,” kata Abugau.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Pokja Perempuan MRP Gelar Hearing Dampak Covid Pada Perekonomian Mama-Mama Papua

Ciska Abugau, Ketua Pokja Perempuan MRP ketika membuka hearing di aula ret-ret Kotaraja, Kamis (13/8/2020). (Yanuarius Weya – SP)

JAYAPURA, MRP — Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP) gelar hearing dampak Covid-19 terhadap pendidikan, ekonomi dan infrastruktur bersama perempuan asli Papua di aula reat-reat Kotaraja, Jayapura, Kamis (13/8/2020).

Ciska Abugau, Ketua Pokja Perempuan MRP mengungkapkan bahwa biasanya kegiatan seperti ini dilakukan ke setiap daerah utusan, namun karena situasi Covid-19 maka pihaknya memusatkan kegiatan di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom.

“Intinya hearing ini dilakukan untuk mendengarkan tangapan atas dampak langsung dari mereka yang merupakan pelaku usaha dari ekonomi, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur karena Covid,” katanya.

Ia mengakui, apa yang dilakukan pihaknya merupakan bentuk dari keprihatinannya dengan kondisi pendidikan dan ekonomi masyarakat Papua akibat covid-19.

“Satu tahun ini anak-anak Papua tidak belajar baik karena Covid itu kami sangat sedih melihat kondisi ini, karena generasi penerus bangsa Indonesia, bangsa Papua ini tidak menerima ilmu dengan baik. Guru batasi murid belajar tatap muka, maka sekolah terapkan belajar online. Kalau online siswa diwajibkan memiliki hp Android, harus isi pulsa, lalu bagaimana dengan mereka yang orangtuanya petani. Ini masalah besar. Terus kalau belajar manual perlu ada bimbingan khusus dari orangtua namun orangtuanya itu petani yang  buta huruf, bagaimana? Kalau sudah begini disayangkan nasib anak-anak ini kedepan,” kata Abugau.

Selain itu katanya soal ekonomi, terutama bagi mama-mama Papua yang berkebun, tetapi hasilnya itu hanya dalam jangka pendek. Ketika ke pasar, pembeli terbatas, sementara dagangan yang sama dijual oleh pedagang sayur lain yang berjualan dari rumah ke rumah.

Dengan demikian, katanya, hasil jualannya di pasar tidak laku, sehingga harus di bawa pulang ke rumah.

“Sehingga masalah-masalah ini perlu disikapi dari bersanghkutan di Provinsi Papua, kota/kabupaten,” harapnya.

Yuliana Wambrauw, Anggota MRP yang adalah Koordinator hearing Pokja Perempuan MRP mengakui dalam hearing tersebut, pihaknya juga mendatangi pemilik Hypermarket, mall dan hotel agar pihaknya bisa memberikan ruang perdayakan ekonomi masyarakat Papua.

Hal ini dilakukan kata Wambrauw agar kedepan masyarakat yang punya hasil bumi ataupun hasil kerajinan tangan bisa dipasarkan di Hypermat, mall-mall atau di setiap hotel yang ada di Jayapura,” jelasnya.

Selain itu, Fien Jarangga kordinator Tiki jaringan Hak Asasi Manusia (HAM) Perempuan Papua yang juga pemateri dalam hearing tersebut mengatakan bahwa peserta yang hadir juga mempertanyakan angka pasien Covid-19 yang semakin meningkat signifikan di Papua.

“Mahasiswi, pemudi dan mama-mama yang hadir sempat tanya terkait Covid-19 yang wujudnya tidak jelas. Mereka juga sampaikan kalau Covid ini bukan penyakit, tapi sebuah proyek besar yang buat semua aktifitas mati. Sudah begitu, orang diminta beli handphone untuk belajar online, walaupun fasilitas sangat minim,” ujarnya.

Ia berharap agar kedepannya bisa ada ruang seperti ini untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari setiap masalah yang ada di tanah Papua.

Sumber: Suara Papua

Read More