Categories Berita

Pokja Perempuan MRP Gelar Hearing Dampak Covid Pada Perekonomian Mama-Mama Papua

Ciska Abugau, Ketua Pokja Perempuan MRP ketika membuka hearing di aula ret-ret Kotaraja, Kamis (13/8/2020). (Yanuarius Weya – SP)

JAYAPURA, MRP — Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP) gelar hearing dampak Covid-19 terhadap pendidikan, ekonomi dan infrastruktur bersama perempuan asli Papua di aula reat-reat Kotaraja, Jayapura, Kamis (13/8/2020).

Ciska Abugau, Ketua Pokja Perempuan MRP mengungkapkan bahwa biasanya kegiatan seperti ini dilakukan ke setiap daerah utusan, namun karena situasi Covid-19 maka pihaknya memusatkan kegiatan di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom.

“Intinya hearing ini dilakukan untuk mendengarkan tangapan atas dampak langsung dari mereka yang merupakan pelaku usaha dari ekonomi, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur karena Covid,” katanya.

Ia mengakui, apa yang dilakukan pihaknya merupakan bentuk dari keprihatinannya dengan kondisi pendidikan dan ekonomi masyarakat Papua akibat covid-19.

“Satu tahun ini anak-anak Papua tidak belajar baik karena Covid itu kami sangat sedih melihat kondisi ini, karena generasi penerus bangsa Indonesia, bangsa Papua ini tidak menerima ilmu dengan baik. Guru batasi murid belajar tatap muka, maka sekolah terapkan belajar online. Kalau online siswa diwajibkan memiliki hp Android, harus isi pulsa, lalu bagaimana dengan mereka yang orangtuanya petani. Ini masalah besar. Terus kalau belajar manual perlu ada bimbingan khusus dari orangtua namun orangtuanya itu petani yang  buta huruf, bagaimana? Kalau sudah begini disayangkan nasib anak-anak ini kedepan,” kata Abugau.

Selain itu katanya soal ekonomi, terutama bagi mama-mama Papua yang berkebun, tetapi hasilnya itu hanya dalam jangka pendek. Ketika ke pasar, pembeli terbatas, sementara dagangan yang sama dijual oleh pedagang sayur lain yang berjualan dari rumah ke rumah.

Dengan demikian, katanya, hasil jualannya di pasar tidak laku, sehingga harus di bawa pulang ke rumah.

“Sehingga masalah-masalah ini perlu disikapi dari bersanghkutan di Provinsi Papua, kota/kabupaten,” harapnya.

Yuliana Wambrauw, Anggota MRP yang adalah Koordinator hearing Pokja Perempuan MRP mengakui dalam hearing tersebut, pihaknya juga mendatangi pemilik Hypermarket, mall dan hotel agar pihaknya bisa memberikan ruang perdayakan ekonomi masyarakat Papua.

Hal ini dilakukan kata Wambrauw agar kedepan masyarakat yang punya hasil bumi ataupun hasil kerajinan tangan bisa dipasarkan di Hypermat, mall-mall atau di setiap hotel yang ada di Jayapura,” jelasnya.

Selain itu, Fien Jarangga kordinator Tiki jaringan Hak Asasi Manusia (HAM) Perempuan Papua yang juga pemateri dalam hearing tersebut mengatakan bahwa peserta yang hadir juga mempertanyakan angka pasien Covid-19 yang semakin meningkat signifikan di Papua.

“Mahasiswi, pemudi dan mama-mama yang hadir sempat tanya terkait Covid-19 yang wujudnya tidak jelas. Mereka juga sampaikan kalau Covid ini bukan penyakit, tapi sebuah proyek besar yang buat semua aktifitas mati. Sudah begitu, orang diminta beli handphone untuk belajar online, walaupun fasilitas sangat minim,” ujarnya.

Ia berharap agar kedepannya bisa ada ruang seperti ini untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari setiap masalah yang ada di tanah Papua.

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

Aspirasi terkait evaluasi Otsus Papua harus disampaikan secara damai

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib meminta masyarakat Papua untuk menyampaikan aspirasi terkait rencana evaluasi Otonomi Khusus Papua secara damai dan tanpa kekerasan.

Murib menyatakan seluruh aspirasi itu akan diteruskan kepada pemerintah pusat.

Hal itu dinyatakan Timotius Murib usai mengikuti rapat koordinasi Gubernur, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, MRP, serta anggota DPR RI serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Papua dan Papua Barat yang berlangsung di Kota Jayapura, Kamis (13/8/2020).  Murib mengatakan MRP berencana menggelar forum dengan melibatkan perwakilan berbagai organisasi dan lembaga untuk memberikan masukan terkait evaluasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Menurutnya, pelaksanaan Otsus Papua selama 19 tahun pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Hal itulah yang perlu dievaluasi, dan hasil evaluasi itu disampaikan kepada pemerintah pusat.

“Kami ingin aspirasi disampaikan secara santun, berwibawa, ilmiah, yang tentunya di dukung dengan data. Intinya, MRP, DPR Papua, dan Pemerintah Provinsi Papua menginginkan adanya evaluasi, dengan harapan perubahan yang dikehendaki masyarakat Papua [akan terlaksana] lebih baik dari hari ini, ” ujar Murib.

Read More

Categories Berita

MRP: Papua gabung NKRI bukan dengan “tangan kosong”

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Teriakan menolak rencana sepihak pemerintah pusat memberlakukan Otonomi Khusus Papua Jilid II semakin santer terdengar di Papua maupun di Jakarta. Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib menegaskan perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua hanya dapat dilakukan atas usulan rakyat Papua melalui MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua.

Hal itu dinyatakan Timotius Murib usai mengikuti rapat koordinasi Gubernur, pimpinan DPR Papua, MRP, serta anggota DPR RI serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Papua dan Papua Barat yang berlangsung di Kota Jayapura, Kamis (13/8/2020) malam. Ia menegaskan rakyat Papua merupakan pihak yang berhak mengevaluasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua), sebagaimana telah tegas disebutkan dalam Pasal 77 UU Otsus Papua.

“Pasal itu menyatakan, usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPR Papua kepada DPR atau Pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apalagi, Papua bergabung ke NKRI bukan tidak membawa apa-apa. [Papua] datang dengan satu pulau besar dan segala isinya,” kata Murib.

UU Otsus Papua tidak mengatur jangka waktu berlakunya Otsus Papua. Akan tetapi, kucuran “penerimaan khusus” atau Dana Otsus Papua setara 2 persen plafon Dana Alokasi Umum sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (3) huruf e UU Otsus Papua akan berakhir pada 2021. Hal itu memunculkan wacana evaluasi Otsus Papua dan revisi UU Otsus Papua.

Tempo.co melansir pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang berharap revisi UU Otsus Papua segera dibahas dan disahkan tahun ini. Hal itu dinyatakan Tito dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, 22 Januari 2020. Banyak pemangku kepentingan politik di Papua merespon negatif rencana itu, dan menolak rencana sepihak Jakarta memberlakukan “Otsus Jilid II”.

Murib menyatakan pihaknya bersama DPR Papua akan membuka ruang bagi seluruh komponen masyarakat untuk memberikan pendapat untuk memperbaiki isi dari setiap pasal yang ada dalam UU Otsus Papua. “Kami tetap menghargai berbagai pihak yang sudah melakukan evaluasi, tapi MRP juga akan melaksanakan evaluasi sesuai pasal 77 itu,” ujar Murib.

“Intinya, masyarakat Papua ingin ke depan Otsus berjalan secara baik. Tidak seperti saat ini, ada pasal-pasal yang tidak bisa berjalan secara baik. Ini yang perlu kita diskusikan dan disampaikan ke pemerintah pusat,” kata Murib.

Ia menambahkan, sejauh ini perhatian pemerintah pusat untuk Papua cukup baik, hanya saja kepuasan batin orang asli Papua kurang, karena para petinggi di pusat hanya melihat Otsus Papua dari perspektif kucuran uang dari pemerintah pusat kepada Provinsi Papua. Di sisi lain, berbagai kewenangan khusus Pemerintah Provinsi Papua tidak bisa dijalankan.

“Sejauh ini pemerintah dan masyarakat [di] Papua merasa dikebiri kewenangannya. Itu yang perlu diluruskan, jangan melihat Otsus Papua [hanya] dalam bentuk uang, tapi [juga dalam hal] kewenangan [khusus pemerintah di Papua],” tegasnya.

Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal mengatakan sejak 2014 Pemerintah Provinsi Papua telah berinisiatif menyampaikan usulan perubahan atas UU Otsus Papua. Akan tetapi, usulan perubahan itu tidak mendapat respon positif dari pemerintah pusat dan DPR RI.

Padahal, demikian menurut Tinal, evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan UU Otsus Papua penting dan mendesak dilakukan, mengingat UU Otsus Papua sudah tidak mampu lagi merespon dinamika sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan di Papua. “Untuk menjamin konsolidasi dan koordinasi yang efektif diantara Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua, MRP, DPR dan DPD dari daerah pemilihan Papua, perlu segera dibentuk kelompok kerja gabungan yang melaksanakan tugas sebagai administrator, katalisator dalam merumuskan perubahan UU Otsus Papua,” kata Tinal.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id
Read More
Categories Berita

Pemerintah diharapkan tak berpikir negatif terhadap rencana RDP Otsus

JAYAPURA, MRP – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan Hak Asasi Manusia DPR Papua, Laurenzus Kadepa berharap pemerintah pusat tak berpikiran negatif, dengan rencana rapat dengar pendapat atau RDP Otonomi Khusus (Otsus) oleh rakyat Papua.

Ia mengatakan, Majelis Rakyat Papua atau MRP telah membentuk tim mempersiapkan RDP.

DPR Papua juga telah membentuk panitia khusus (Pansus) Otsus. Kedua lembaga ini akan memfasilitasi RDP, sesuai amanat pasal 77 Undang-Undang Otsus Papua.

Katanya, pemerintah pusat jangan berupaya menekan para pihak di Papua, dengan adanya rencana pelaksanaan RDP mengevaluasi pelaksanaan Otsus di Bumi Cenderawasih.

“Jangan karena wacana RDP pemerintah pusat berupaya menekan DPR Papua, gubernur dan perangkatnya, MRP dan para pihak di Papua,” kata Kadepa melalui panggilan teleponnya, Jumat (7/8/2020).

Ia tak ingin, pemerintah pusat menanggapi rencana RDP itu dengan pengerahan personil keamanan ke Papua.

“RDP yang merupakan bagian dari amanat UU Otsus Papua untuk mendengar aspirasi dan pendapat masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otsus,” ujarnya.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan pihaknya telah membentuk tim beranggotakan 19 orang, untuk mempersiapkan segala sesuatuanya untuk pelaksanaan RDP.

“Tim ini akan melaksanakan seluruh proses persiapan, kurang lebih tiga bulan ke depan. Mereka menyiapkan seluruh tahapan RDP rakyat Papua di 29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan 12 kabupaten di Papua Barat,” kata Murib beberapa hari lalu.

Menurutnya, dalam proses ini pihaknya akan membangun komunikasi dengan semua pihak dengan harapan semua pihak memahami dan mendukung RDP, termasuk kelompok masyarakat dan mahasiswa yang menolak apapun aktivitas MRP.

“Kami akan membangun komunikasi supaya kita satu pemahaman supaya rakyat salurkan pendapat secara bersama dan santun,” ungkapnya. (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More