Anggota MRP ajak orang Papua olah tanah untuk bertahan hidup
JAYAPURA, MRP – Anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP, Steven Nef Penggu, mengajak warga Klasis GIDI Kabupaten Jayapura kembali ke kebun bila mereka selama ini meninggalkan kebun. Kalau masih berkebun, terus berkebun untuk menjaga eksistensi orang Papua dan tanahnya.
Steady Nef Penggu menyampaikan itu saat reses dalam rangka sosialisasi penyelamatan tanah dan manusia Papua serta menjaga ketahanan pangan bagi orang asli Papua. Kegiatan sosialisasi diadakan di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa (23/6/2020).
“Kita orang asli Papua harus kembali kepada kearifan lokal orang asli Papua,” ungkapnya dalam pesannya yang dikirim ke redaksi jubi.co.id melalui humas MRP, Selasa (23/6/2020) malam.
Kata dia, orang asli Papua kembali dengan mengolah potensi sumber daya alam, tanah yang ada di negerinya. Olah tanah secara besar-besaran maupun kecil di sekitar rumah untuk kebutuhan pangan harian.
“Kembali memanfaatkan lahan yang ada dengan berkebun bagi yang biasa bertani. Yang belum, tidak berkebun kalau tidak ada pilihan lain ke kebun,” katanya.
Kata dia, selain berkebun, ada banyak potensi perikanan yang bisa dikembangkan untuk menghidupi keluarga, juga memenuhi kebutuhan pasar.
Mereka yang ada di wilayah perairan, sambungnya, bisa memanfaatkan potensi sumberdaya air, bisa mengembangkan budidaya ikan air tawar dan air laut.
“Memelihara atau budidaya ikan air tawar/luar,mencari ikan di laut,” ungkapnya.
Orang Papua, tandasnya, melakukan itu tidak untuk orang lain. Orang Papua mengolah potensinya supaya bisa memenuhi kebutuhan ekonomi sekaligus tanahnya produksi sehingga beralih fungsi.
“Olah tanah agar kehidupan orang asli Papua bisa berlanjut,” ungkapnya.
Wene Wantik, warga Abepura-Kota Jayapura, mengatakan bertani itu bagian dari kehidupan hanya pihaknya menghadapi beberapa masalah.
“Peralatan kerja dan keterampilan mengolah pertanian secara modern sehingga hasil itu bisa jual,” ungkap Wantik kepada jubi.co.id.
Karena itu dirinya berharap MRP secara lembaga bisa organisir masyarakat melalui organisasi rereja, mahasiswa, atau kelompok-kelompok yang sudah ada.
“Kalau ada kerja sama itu bagus tapi kapan kerja sama ini sulit karena tidak semua orang mau,” ungkapnya. (*)
Sumber: Jubi.co.id