Categories Berita

Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB sahkan 4 keputusan bersama

Pimpinan MRP dan MRPB memimpin Rapat Pleno Luar Biasa di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. – Dok. Humas MRP

Sentani, MRP – Rapat Pleno Luar Biasa Majelis Rakyat Papua atau MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat atau MRPB menetapkan empat keputusan terkait pemenuhan hak orang asli Papua. Hal itu disampaikan Ketua MRP Timotius Murib usai memimpin Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat (28/2/2020) malam.

Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB antara lain memutuskan kebijakan afirmasi untuk memprioritaskan orang asli Papua dalam dalam pencalonan Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota di Tanah Papua. Keputusan itu memperluas kebijakan afirmasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) yang menyatakan calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua harus orang asli Papua.

“Keputusan pertama, tentang Pemenuhan Hak Konstitusional Orang Asli Papua dalam Rekrutmen Politik terkait Pencalonan Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota di Provinsi Papua & Provinsi Papua Barat. Rekrutmen itu harus prioritaskan orang asli Papua,” kata Murib kepada Jubi.

Murib menyatakan MRP dan MRPB juga menyepakati keputusan tentang Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada Orang Asli Papua. Keputusan itu menyatakan orang asli Papua harus diperlakukan sama dengan warga Indonesia di depan hukum Indonesia. “Perlindungan hukum itu harus memenuhi standar hak asasi manusia dan manusiawi,” kata Murib.

Perlindungan bagi para mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Tanah Papua menjadi keputusan ketiga Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB. Murib mengakui keputusan itu merupakan respon atas kasus persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019 lalu, dan rentetan intimidasi yang dialami para mahasiswa Papua di berbagai kota pasca kasus rasisme Papua di Surabaya itu.

“Sejak kasus rasisme [Papua di Surabaya itu], mahasiswa dan pelajar [asal Papua dan Papua Barat] berada dalam tekanan, merasakan tidak nyaman [menutut ilmu di luar Papua]. Oleh karena itu, perlu jaminan hukum dan hak asasi manusia dari pemerintah setempat,” ujar Murib.

Keputusan keempat yang disepakati dalam Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB itu adalah penarikan Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus di Tanah Papua yang telah diajukan sebagai usulan revisi Undang-undang Otsus Papua.

Ketua Dewan Adat Papua versi Konferensi Luar Biasa, Dominikus Surabut menyatakan empat keputusan Rapat Pleno Luar Biasa itu tidak akan berdampak efektif jika MRP dan MRPB tidak menyosialisasikan secara luas isi keputusan itu kepada rakyat di Tanah Papua. Sosialisasi itu harus dilakukan sebelum MRP dan MRPB membawa empat keputusan itu ke pemerintah pusat. “Karena perlu legitimasi rakyat, sebelum sosialisasi ke atas, supaya [empat] keputusan itu berwibawa,” kata Surabut kepada Jubi pada Sabtu (29/02/2020).(*)

 

Sumber: Jubi.co.id