Categories Berita

MRP dan MPRB rekomendasikan Pemerintah RI berdialog dengan ULMWP

Pimpinan MRP dan MRPB memimpin Rapat Pleno Luar Biasa di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. – Dok. Humas MRP

Jayapura, MRP – Rapat Pleno Luar Biasa Majelis Rakyat Papua atau MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat atau MRPB merekomendasikan Pemerintah Republik Indonesia untuk berdialog United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP yang dipimpin Benny Wenda. MRP dan MRPB juga merekomendasikan agar dialog itu dimediasi oleh pihak ketiga yang netral, demi menyelesaikan konflik Papua secara menyeluruh.

Ketua MRPB, Maxsi Ahoren mengatakan rekomendasi agar Pemerintah RI berdialog dengan ULMWP itu muncul dari pergumulan rakyat Papua yang melihat berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua yang tidak terselesaikan. “Masalah Papua tidak pernah selesai. Itu masyarakat Papua yang bicara. Dialog harus dilakukan, harus bicara mencari solusi bersama,” kata Ahoren saat dihubungi jurnalis Jubi, Senin (2/3/2020) malam.

Ahoren menyatakan rekomendasi dialog MRP dan MRPB itu tidak didasari kepentingan individu dan kelompok tertentu. Menurutnya, aspirasi itu merupakan masyarakat. Dialog merupakan kepentingan semua pihak, terutama kepentingan rakyat Papua.

Ia meminta ULMWP juga membuka diri untuk berdialog dengan Pemerintah RI. “[Dialog itu] kepentingan siapa? Itu kepentingan masyarakat, MRP [dan MPRB] bicara, karena semua orang Papua bicara pelurusan sejarah. [Kami turun] ke kampung, reses, semua bicara itu,” kata Ahoren.

Sebelumnya, Ketua MRP Timotius Murib menyatakan Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB sepakat untuk bersama-sama merekomendasikan agar Pemerintah RI membuka dialog dengan ULWMP. “MRP dan MRPB meminta Pemerintah RI untuk segera berdialog dengan ULMWP,” kata Murib usai penutupan Rapat Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB di Sentani, ibukota Kabupaten Jayapura, pada Jumat (28/2/2020).

Menurutnya, MRP dan MRPB memandang penting bagi Pemerintah RI dan ULMWP untuk duduk bersama membangun dialog yang bermartabat. Dialog itu harus dimediasi pihak ketiga yang netral dan disepakati oleh kedua belah pihak.

“Kami rekomendasi berdialog demi penyelesaian masalah HAM secara damai dan bermartabat yang dimediasi oleh pihak ketiga,” ujar Murib. Menurutnya, pelanggaran HAM di Papua telah menumpuk dan menjadi luka busuk dalam tubuh pemerintah Republik Indonesia.

Murib menegaskan MRP dan MRPB sebagai lembaga kultural orang asli Papua tidak bermaksud apapun selain melaksanakan kewenangannya untuk melindungi hak hidup dan hak milik orang asli Papua. Kedua lembaga meminta Pemerintah RI dan ULMWP duduk berdialog, agar orang asli Papua tidak terus menerus dikorbankan dengan alasan apapun.

Kata dia, pihak berharap kedua belah pihak juga duduk bersama, bicara hak milik orang Papua atas tanah dan kandungan mineral yang terus diambil dan dicaplok atas nama pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Tetapi rakyat Papua tidak pernah rasakan kesejahteraan itu.

Nicolaus Degey, anggota Kelompok Kerja Agama MRP, menyatakan rekomendasi MRP dan MRPB itu sangat tepat. Ia menyatakan masalah pelanggaran hak asasi manusia di Papua tidak akan terselesaikan jika kedua belah pihak tidak duduk bersama dan mencari solusi.

Degey menegaskan baik Pemerintah RI maupun ULMWP tidak bisa mencari solusi sendiri-sendiri atas persoalan Papua. Keduanya harus duduk bersama dan melakukan dialog dimediasi pihak yang netral serta tidak memihak kepada  salah satu pihak yang berkonflik.

Ia menyatakan pihak ketiga yang telah memiliki independensi yang telah teruji yang bisa memediasi dialog penyelesaikan konflik Papua itu, kendati Degey tidak merinci siapakah pihak ketiga yang dianggap layak menjadi mediator dialog.

“Itu baru masalah bisa selesai. Kalau tidak ada pihak ke tiga, masalah tidak akan selesai dengan alasan apapun. Karena kedua bela pihak bermusuhan, ada yang berperan sebagai pelaku dan korban,” kata Degey.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id