Categories Berita

Konflik bersenjata dan rasisme Papua jadi agenda kerja utama MRP

Aksi damai mahasiswa Papua anti rasisme – Foto/Agus Pabika

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menegaskan konflik bersenjata yang terjadi di pegunungan tengah Papua dan persoalan rasisme Papua menjadi agenda kerja utama MRP tahun 2020. Hal itu dinyatakan Ketua MRP Timotius Murib di Jayapura, Rabu (29/1/2020).

Murib menyatakan agenda kerja terkait konflik bersenjata dan rasisme Papua akan berjalan setelah bimbingan teknis yang akan diikuti 50 anggota MRP pada awal Februari 2020. “Konflik bersenjata dan isu rasisme menjadi  agenda prioritas tahun 2020. MRP akan bentuk tim gabungan membahas per isu dan akan menyampaikan kepada Jakarta,” ujarnya setelah bertemu sejumlah pimpinan MRP pada Rabu.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan MRP, Siska Abugau menyatakan agenda kerja terkait konflik bersenjata di Papua mendesak, karena perempuan dan anak selalu menjadi korban yang paling terdampak konflik tersebut. “Dari konflik di Intan Jaya dan Nduga, yang menjadi korban itu anak dan perempuan,” kata Abugau di Jayapura, Selasa (28/1/2020).

Menurut Abugau, konflik membuat hak anak atas pendidikan dan kasih sayang menjadi terabaikan. Konflik membuat anak hidup dalam kondisi tertekan, terlebih jika orangtua mereka mengungsi demi menghindari konflik itu.

Perempuan juga menjadi kelompok korban yang paling rentan dan terdampak konflik. Jika ia terpisah dari suaminya, ia harus menanggung beban mengurus keluarganya. “Apapun situasinya, Mama-mama Papua menanggung semua beban hidup,” ujar Abugau.

Abugau menyatakan MRP harus menjalankan langkah kelembagaan untuk menangani konflik bersenjata dan persoalan rasisme Papua. “MRP harus bicara situasi Papua secara jujur, supaya penyelesaian dan pemenuhan hak-hak orang asli Papua sesuai harapan,” kata Abugau.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Dikunjungi Bupati Jember, MRP titipkan 200 mahasiswa Papua

Bupati Jember, dr, Hj, Faida saat memberikan cinderamata kepada ketua MRP Timotius Murib di kantor MRP usai pertemuan – Foto/Agus Pabika

Jayapura, MRP – Majelis rakyat Papua atau MRP pada Senin (27/1/2020) menerima kunjungan Bupati Jember, Faida di Jayapura, Papua. Dalam pertemuan itu, MRP menitipkan 200 mahasiswa Papua kepada Bupati Jember, agar mereka dapat berkuliah dengan aman.

Hal itu disampaikan Ketua MRP Timotius Murib di Jayapura, Rabu (29/1/2020). “Kami telah menerima kunjungan Bupati Kabupaten Jember, Jawa Timur, dr Hj Faida MMR,  pada Senin 26 Januari. Kami titipkan pesan [untuk] menjaga masyarakat Papua, terutama 200 mahasiswa yang kuliah di Jember,” kata Murib.

Murib menyatakan pesan khusus itu disampaikan kepada Faida agar ada jaminan keamanan bagi para mahasiswa Papua untuk berkuliah dengan aman dan nyaman. Jaminan khusus itu dibutuhkan karena kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019 telah membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman berkuliah di luar Papua.

Murib berharap para mahasiswa Papua di Jember dapat berkuliah dengan aman dan nyaman. “Kita sampaikan ini supaya mereka yang ada di sana menjadi anak-anak Ibu Bupati, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau Forkopimda Kabupaten Jember, dan masyarakat Jember,” kata Murib.

Dalam pertemuannya dengan para anggota MRP, Bupati Jember, Faida menyatakan pihaknya menjamin keamanan dan keselamatan para mahasiswa Papua yang berkuliah di Jember. Faida menyatakan akan menjaga para mahasiswa Papua, karena para mahasiswa itulah yang nantinya akan membangun masa depan Papua.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang. MRP akhirnya mencoba membuat rapat terbuka pada Rabu, untuk mempertemukan mahasiswa eksodus dengan Forkopimda Papua.

Dalam rapat terbuka pada pekan lalu itu, Eko Pilipus Kogoya dari Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan MRP, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, maupun Pemerintah Provinsi Papua harus memperhatikan nasib dan masa depan para mahasiswa eksodus yang terlanjur pulang ke Papua. “Kami korban rasisme. Pemerintah harus bicara serius. Kami mau ada solusi,” kata Kogoya seusai mengikuti rapat terbuka bersama Forkopimda Provinsi Papua itu.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP minta Jakarta kirim tenaga kemanusiaan karena sudah kirim pasukan

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib – Humas MRP.

Jayapura, MRP – Otoritas Majelis  Rakyat atau MRP mendesak Jakarta tidak hanya konsen mengirimkan pasukan militer ke Papua untuk menghadapi pasukan kelompok sipil bersenjata tanpa pengiriman tenaga kemanusiaan.

“Kalau biasa pemerintah juga kirim tenaga medis dan guru-guru untuk melayani para pengungsi,” ungkap Timotius Murib kepada jurnalis Jubi, Kamis (30/1/2020) pagi.

Karena, kata dia, pasukan yang tiba di Papua, terutama Kabupaten Intan Jaya, Nduga, Puncak, dan Puncak Jaya sering terjadi kontak senjata.

“Konflik dua kelompok terserah saja tetapi rakyat biasa mengungsi akibat perang dan hak-hak masyarakat tidak terpenuhi,” ungkapnya.

Kalau hak-hak masyarakat sipil ini tidak terpenuhi, sebenarnya terjadi pelanggaran HAM yang sesungguhnya yang sedang terjadi di Papua.

“Kalau tidak ada pemenuhan hak warga sipil, pelanggaran HAM yang sedang berlangsung,” ungkapnya.

Kata dia, hak ekonomi, hak kesehatan, hak pendidikan, hak tidak tertekan, dan hak rasa bebas tersandera. Rakyat sipil yang menderita.

“Kita melihat ini biasa tetapi harus serius,” ungkapnya.

Anggota MRP dari kelompok kerja Agama, Nikolaus Degey, menilai pengabaian hak warga sipil itu merugikan negara.

“Kontak senjata saja, ada respons negatif terhadap Indonesia. Apala lagi hak-hak warga sipil tidak terpenuhi sementara dunia fokus bicara pemenuhan hak rakyat,” ungkap Degey.

Kata dia, bukan hanya respons negatif terhadap kebijakan Jakarta tetapi juga menjadi bahan kampanye kelompok yang mencari keuntungan.

“Bisa saja mendukung aspirasi kemerdekaan Papua dengan anggapan pemerintah tidak mampu penuhi hak rakyat rakyat Papua,” ungkapnya.

Karena itu, Degey maupun Murib berharap Jakarta hati-hati merencanakan apapun kebijakan mengenai Papua. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Adat

MRP menilai Jakarta sedang berusaha menekan psikologi rakyat Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib – Jubi/Agus Pabika.

Jayapura, MRP – Para anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP merasa heran dengan kebijakan Jakarta dalam menangani persoalan Papua. Sejak terjadinya kasus rasisme terhadap para mahasiswa Papua, Jakarta tak mengambil langkah serius untuk menyelesaikan persoalan rasisme Papua. Jakarta justru terus mengirimkan aparat keamanan tambahan, dengan jumlah yang banyak.

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib menyatakan sulit memahami kebijakan yang diambil Jakarta dalam menangani persoalan Papua. “Jumlah pasukan yang Jakarta kirim sangat luar biasa. [Mereka dikirim] hanya untuk menghadapi kelompok rakyat Papua dengan persenjataan yang terbatas,” kata Murib di Jayapura, Rabu (29/1/2020).

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Agama MRP, Nikolaus Degey mengatakan kebijakan Jakarta untuk terus menambah jumlah aparat keamanan di Papua membuat rakyat Papua tertekan. “Mengapa pasukan makin hari makin tambah di Papua? Jumlah militer yang terus bertambah ini membuat warga sipil tetekan,” ujar Degey di Jayapura, Rabu.

Degey mengingatkan cara Jakarta menangani persoalan Papua justru membuat rakyat Papua semakin bertanya-tanya, apakah benar rakyat Papua dianggap warga negara Indonesia yang setara. “Kalau Papua bagian dari Indonesia, mengapa pemerintah menekan rakyat dengan terus menambah jumlah [aparat] keamanan?” Degey bertanya.

Sejak kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, pemerintah pusat terus menambah aparat keamanan di Kabupaten Nduga, Lanny Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Paniai, Deiyai dan Dogiai. Degey menyatakan penambahan pasukan itu menunjukkan pemerintah di Jakarta mengabaikan nasib ribuan warga sipil Kabupaten Nduga yang mengungsi gara-gara konflik bersenjata di Nduga.

Menurut Degey, pendekatan keamanan yang digunakan Jakarta dalam menyelesaikan kasus rasisme Papua justru memunculkan spekulasi yang beragam. Spekulasi itu muncul karena pemerintah di Jakarta justru tidak kunjung menyelesaikan masalah rasisme Papua.

“Penambahan pasukan, terutama di Nduga dan Intan Jaya, menyebabkan rakyat sipil mengungsi. Pengungsi makin bertambah. Banyak masalah [baru] yang akan muncul. Kelaparan, sakit, dan masalah lainnya. Apakah ini bagian dari mengamankan Freeport dan merebut kekayaan alam yang ada di sekitarnya atas nama kerja kelompok bersenjata Papua merdeka?” Degey bertanya.

Kata dia, lebih bijak dan sangat manusiawi, kalau mau rebut, pemerintah mestinya hargai hak milik dan bicara sesuai aturan hukum. “Jangan pakai alasan menjaga objek vital, tetapi dampaknya memusnahkan orang Papua,” kata Degey serius.

Dominikus Surabut, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) versi Konferensi Luar Biasa menilai kondisi Papua saat ini sudah seperti Daerah Operasional Militer, namun pemerintah tidak pernah menyatakan status DOM itu. Akibatnya, penambahan dan pergerakan pasukan di Papua itu tanpa mekanisme resmi dalam menggelar DOM.

“Kita tidak pernah DPR sidang dan mendukung pengiriman pasukan ke Papua. Akan tetapi, jumlah militer yang dikirimkan ke Papua sudah menyerupai daerah operasi militer,” kata Surabut.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP minta 7 tapol dipulangkan ke Papua

Ilustrasi tujuh tapol Papua yang dipindahkan ke Kaltim saat akan diserahkan ke Kejaksaan. – Jubi. Dok

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP meminta Kejaksaan Tinggi Papua memulangkan tujuh tahanan politik asal Papua yang kini ditahan di Kalimantan Timur. MRP menilai pemindahan lokasi penahanan dan pemindahan tempat persidangan ketujuh tahanan politik itu tidak beralasan, karena situasi di Papua telah aman.

Permintaan itu disampaikan oleh Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Agama MRP, Yoel Mulait di Jayapura, Selasa (28/1/2020). “Kita minta 7 tahanan di Kalimantan dipindahkan di Papua, [dan menjalani] persidangan [di Papua],” kata Yoel Mulait.

Ketujuh tahanan politik (tapol) yang ditahan di Kalimantan Timur itu adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobay, serta Feri Bom Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin.

Pada 4 Oktober 2019, Kepolisian Daerah Papua memindah lokasi penahanan ketujuh tapol kasus makar Papua itu dari Jayapura ke Kalimantan Timur. Mahkamah Agung RI telah menunjuk Pengadilan Negeri Balikpapan untuk memeriksa dan memutus perkara ketujuh tapol itu. Penunjukan itu dinyatakan dalam surat Mahkamah Agung nomor 179/KMA/SK/X/2019.

Mulait menegaskan pemindahan ketujuh tapol itu tidak dibisa diterima, karena proses sidang sejumlah perkara yang terkait dengan unjukrasa dan amuk massa anti rasisme Papua di Pengadilan Negeri Jayapura telah berjalan dengan aman. “[Mereka dipindahkan dengan] alasan keamanan. Tetapi sidang lain [sudah berjalan dan] tidak ada yang ganggu,” kata Mulait.

Mulait menyatakan seharusnya aparat penegak hukum berupaya untuk mengadili ketujuh tapol Papua itu di Papua. Menurutnya, jika proses pengadilan terhadak ketujuh tapol dijalankan di Papua, hal itu justru akan menguntung Negara maupun ketujuh tapol.  “[Sidang di Papua akan] untungkan kedua belah pihak. Keluarga tidak  butuh biaya besar [untuk mengikuti proses sidang]. Jaksa yang menyidangkan tidak bolak balik ke sana juga,”ungkapnya.

Sebaliknya, Mulait mengingatkan kesan itu justru akan memperburuk citra Indonesia di mata masyarakat internasional.”Kalau sidang di luar [Papua], [itu justru] memberi kesan Papua belum aman,” kata Mulait.

Aktivis perempuan Papua, Iche Murib mengatakan pada Selasa mengantar keluarga tujuh tahanan politik atau tapol Papua mendatangi Kejaksaan Tinggi Papua. Keluarga ketujuh tapol Papua kembali meminta Kejaksaan Tinggi Papua segera memulangkan ketujuh tapol Papua yang kini ditahan di Kalimantan Timur.

Iche Murib menyatakan dalam pertemuan itu keluarga ketujuh tapol Papua kembali menegaskan tuntutan mereka agar tujuh tapol Papua segera dipulangkan ke Papua. “Proses persidangan sebaiknya dilakukan di Papua. Karena saat ini Papua sudah aman,” kata Murib saat dihubungi Jubi melalui sambungan selulernya, Selasa.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP akan gelar bimbingan teknis soal demokrasi dan Otsus Papua

Wakil Ketua I MRP, Jimmy Mabel – Humas MRP

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP akan memberikan bimbingan teknis bagi 50 anggota MRP pada awal Februari 2020. Bimbingan teknis bagi 50 anggota MRP itu akan dilaksanakan di salah kabupaten di Provinsi Papua.

Rencana itu disampaikan Wakil Ketua I MRP, Jimmy Mabel seusai memimpin rapat pimpinan MRP, kelompok kerja, dan alat kelengkapan MRP di Jayapura pada Selasa (28/01/2020). “Rapat tadi, kami bahas bimbingan teknis anggota MRP [pada] awal Februari nanti,” kata Jimmy Mabel.

Menurutnya, bimbingan teknis itu akan menghadirkan sejumlah pemateri berkompeten dari kementerian dan berbagai lembaga di Provinsi Papua. Para pemateri akan menyampaikan materi terkait upaya membangun demokrasi di Tanah Papua. “Belajar berdemokrasi di Indonesia,” kata Mabel.

Selain akan membahas upaya membangun demokrasi di Papua, bimbingan teknis MRP itu juga akan membahas pelaksanaan berbagai wewenang MRP yang dirumuskan di dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. “[Kami ingin] membaca kembali peran MRP dalam Otonomi Khusus Papua,” kata Mabel.

Pengelolaan anggaran Dana Otsus Papua akan menjadi salah satu isu yang didiskusikan dalam bimbingan teknis itu. MRP juga ingin mendengarkan paparan dari salah satu bupati terkait pengelolaan Dana Otsus Papua oleh pemerintah kabupaten/kota di Papua.  “Kita juga akan bicara pengelolaan uang otonomi khusus. Kita juga [akan] dengar tantangan implementasi Dana Otsus di Papua,” kata Mabel.

Anggota MRP, Nikolaus Degey menambahkan bimbingan teknis itu agenda penting yang harus dijalankan sebelum MRP mengimplementasikan program kerja tahun 2020. “Ini bagian penyegaran dan penyatuan pemahaman bersama semua anggota, demi mewujudkan program kerja,” kata anggota Kelompok Kerja Agama MRP itu.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP tegaskan tolak program KB di tanah Papua

Ciska Abugau, anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Perempuan,- Jubi/Humas MRP.

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) melalui Pokja Perempuan kembali menegaskan, MRP bersama rakyat Papua menolak tegas program Keluarga Berencana (KB) yang menghambat proses perkembangan orang asli Papua di tanahnya sendiri.

Hal tersebut ditegaskan Ciska Abugau, anggota MRP Pokja Perempuan, saat melakukan pertemuan dengan Bupati Jember, Faida, saat melakukan kunjungan kerja dan silahturahmi di kantor MRP, Senin (27/1/2020) malam.

Menurutnya, terjadi persoalan ketika perempuan Papua meminum pil KB yang dianjurkan pemerintah melalui BKKBN. Di mana, Perempuan Papua tak lagi bisa hamil dan melahirkan, yang berdampak pada semakin berkurangnya jumlah Orang Asli Papua di tanahnya sendiri.

“Ini yang sering dialami dan terjadi sama perempuan Papua. Ketika dikasih pil KB itu langsung tidak bisa mengandung lagi, seperti KB itu yang menutup kandungan perempuan Papua,” tegasnya.

Sementara itu Bupati Jember, Faida mengatakan, apa yang menjadi keluhan perempuan Papua yang disampaikan melalui MRP akan diteruskan kepada pemerintah pusat dan juga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, untuk ditindaklanjuti. (*)

 

 

Read More
Categories Berita

Bupati Jember: Perempuan Papua harus menjadi pemimpin di tanahnya sendiri

Pertemuan Bupati Jember bersama pimpinan MRP dan anggota MRP di kantor MRP- Jubi/Agus Pabika.

 

Jayapura, MRP – Anggota Pokja Agama Majelis Rakyat Papua (MRP) Helena Hubi mengatakan, kehadiran Bupati Jember, Faida, dapat memotivasi perempuan Papua untuk menjadi pemimpin dan melindungi hak-hak perempuan Papua dari ancaman modernisasi.

“Perempuan Papua bisa menjadi pemimpin di tanah Papua dan kehadiran ibu bupati membawa satu motivasi tersendiri untuk perempuan Papua untuk bisa menjadi pemimpin di sini misalnya di tingkat kabupaten,” kata Helena dalam pertemuan silahturahmi tersebut, Selasa (28/01/2020).

Menurutnya, peran perempuan Papua dalam Legislatif terbilang sedikit dan MRP sebagai lembaga kehormatan rakyat Papua menjadi tempat bagi perempuan Papua bisa memiliki kesempatan untuk menjadi perwakilan tujuh wilayah adat masing-masing.

“Sangat sulit perempuan Papua bersaing di kursi legislative dan untung ada MRP sehingga hak perempuan Papua dapat kami aspirasikan lewat lembaga MRP,” kata Helena.

Sementara, Bupati Jember, Faida, mengapresiasi lembaga MRP karena memiliki 17 perwakilan perempuan Papua yang bisa bekerja dan menyuarakan hak-hak perempuan lewat lembaga resmi yang terhormat.

“Berjuang untuk hak-hak perempuan sejatinya tugas kita bersama di seluruh dunia, dan kami harap perempuan hebat Papua yang berada di kursi Legislatif dan MRP dapat menyuarakan dan memberi perlindungan terutama di dunia pendidikan (uang sekolah) diberi perhatian khusus kepada perempuan,” katanya. (*)

 

Read More
Categories Berita

MRP minta Bupati Jember beri perlindungan mahasiswa Papua

Bupati Jember, dr. Hj. Faida, foto bersama Pimpinan MRP serta Pokja Perempuan di kantor MRP, Senin (27/1/2020) – Jubi/Agus Pabika

 

Jayapura, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, minta Bupati Jember, dr. Hj Faida, untuk memberi perlindungan kepada anak-anak Papua yang sedang menempuh pendidikan di kota tersebut.

Senin (27/1/2020), Bupati Jember melakukan kunjungan kerja dengan bertemu Majelis Rakyat Papua (MRP) di kantor MRP, guna membahas beberapa agenda penting, di antaranya adalah perkembangan mahasiswa eksodus yang masih berada di Papua serta perlindungan terhadap hak-hak perempuan.

“Banyak diskusi yang kami lakukan, terutama masalah mahasiswa eksodus, dan kenyamanan mahasiswa di Jember untuk diberi perlindungan oleh Pemkab Jember agar anak-anak kami bisa bersekolah dengan baik,” kata Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, saat ditemui Jubi, Selasa, (28/1/2020).

Murib juga berharap 200 lebih pelajar Papua di Jember dapat diperhatikan oleh Bupati Jember karena persoalan rasisme beberapa waktu lalu membuat mereka trauma untuk melanjutkan pendidikan.

Sementara itu, Bupati Jember,  dr. Hj Faida, menyampaikan terima kasih karena bisa diterima di lembaga kehormatan MRP di Tanah Papua.

“Ini majelis khusus yang tidak ada di Jember karena kami belajar majelis ini dibuat khusus untuk rakyat asli Papua. Terutama tentang adat-istiadat, bagaimana memperjuangkan kepentingan masyarakat asli Papua. Kami bertemu juga dengan divisi perempuan di Pokja Perempuan dari 17 perempuan asli Papua yang mendapat amanat untuk memperjuangan hak perempuan Papua dan kami bertukar pikiran guna membagi pengalaman demi kerja-kerja ke depan,” katanya.

Lebih jauh Bupat Jember mengataka pihaknya belajar banyak dari lembaga MRP dan berharap anggota MRP juga bisa berkunjung ke Jember untuk menjalin silaturahim dengan jajaran Pemkab.

Bupati Jember juga berjanji akan menjaga anak-anak Papua agar mereka dapat menjadi generasi-generasi ungulan asli Papua yang akan membangun Tanah Papua di masa mendatang. (*)

 

 

Read More
Categories Berita

Pertemuan DPN Peradi dan MRP di Kodam, Pangdam Minta Para Mahasiswa Eksodus Lanjutkan Kuliah

 

Pertemuan DPN Peradi dan MRP di Kodam, Pangdam Minta Para Mahasiswa Eksodus Lanjutkan Kuliah

 

Jayapura, MRP – Pasca melakukan pertemuan dengan Kapolda Rabu Malam, MRP bersama Tim Advokasi kembali melakukan pertemuan dengan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab, Kamis (24/10/2019).

Masih dalam pembahasan yang sama, MRP berasama Tim Advokasi yang dipimpin langsung Sekjen DPN Peradi meminta kepada Pangdam untuk memberikan perlindungan, pemberdayaan serta perhatiannya untuk masyarakat Papua yang berada di Papua dan diluar Papua.

“Saya selaku ketua MRP dengan hormat meminta Bapak Pangdam untuk memperhatikan dan memberdayakan masyarakat Papua yang berada di Papua dan berada di luar Papua, terutama para mahasiswa Papua yang berada di luar Papua”, Kata Ketua MRP.

Mendengar permintaan tersebut, Pangdam XVII/Cenderawasih mengatakan bahwa bersedia membantu dalam memberikan perlindungan, perhatian dan pemberdayaan masyarakat asli Papua yang berada di Papua dan diluar Papua,

“Saya selaku Pangdam bersedia membantu dalam perlindungan, perhatian dan pemberdayaan masyarakat asli Papua yang berada di Papua dan di luar Papua, asalkan mereka juga baik-baik di Papua dan di luar Papua,”Ungkap Pangdam.

Catatan penting dalam pertemuan itu, Pangdam berpesan agar para mahasiswa yang berada di Papua maupun di luar Papua untuk bisa melanjutkan Study nya lagi,

“Kita semua berada di Wilayah NKRI jadi tidak usah takut untuk belajar di luar Papua, serta jangan mudah terpengaruh isu-isu yang tidak benar, biar para Mahasiwa Papua yang berada di Papua maupun di luar Papua supaya belajar dengan baik disana agar nantinya bisa membangun Papua lebih baik lagi,”Tambah Mayjen TNI Herman Asaribab.

Diakhir kunjungan tersebut Pangdam juga berharap kepada Ketua dan Anggota MRP agar senantiasa mengawasi dan memperhatikan mahasiswa yang berada di luar Papua, serta mencegah isu-isu atau berita yang tidak benar kepada para mahasiswa, agar kejadian seperti kemarin tidak terulang kembali, karena akan mengganggu proses belajar mereka,”Pungkasnya.

Turut hadir dalam kunjungan kerja tersebut Wakil Ketua MRP Bapak Jimmy Mabel anggota MRP Tony Tanggay, Aman Jikwa, Beny Sweny, Yoel Luis Mulait, Tim Advokat MRP Sugeng Teguh Santosa, Saor Siagian, Rira Serena Kalibonso, Pilipus Tarigan. (*)

 

Sumber: http://kawattimur.com

 

Read More