Categories Berita

Presiden Jokowi Diundang Buka RDPU Soal Otsus Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)  diundang membuka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)  di lima wilayah adat di Provinsi Papua soal implementasi Otsus  pada tanggal 24-25 November 2020 di wilayah Tabi yakni Kota Jayapura.

Sebelumnya,  digelar Rapat Dengar Pendapat Wilayah (RDPW) pada tanggal 17-18 November 2020.

Diketahui, lima wilayah adat  di Papua, masing-masing Tabi, Saereri, La Pago, Mee Pago dan Ha Anim.

Demikian disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP)  Timotius Murib, di sela-sela Rapat Gabungan Pokja  Sinkronisasi  Pemutahiran  Data dan Persiapan Terakhir  Kegiatan Rapat Dengar Pendapat  di lima wilayah adat  di @Hom Premiere Abepura, Selasa (10/11/2020).

Dikatakan dalam pelaksanaan RDPU oleh MRP sudah sesuai dengan konstitusi negara pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus, dimana memberikan mandat kepada MRP dan DPR Papua untuk melaksanakannya, sehingga pihaknya minta kepada semua komponen negara maupun institusi negara harus menghargai terlaksananya kegiatan tersebut.

Terkait keamanan pada pelaksanaan RDPU nanti, katanya, hal itu  sudah menjadi tanggungjawab dari negara, karena kegiatan tersebut dilakukan oleh lembaga negara sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 54 tentang MRP dan Tata Tertib MRP, dimana RDPU dilaksanakan sebagai sarana komunikasi antara lembaga representatif lembaga kultural Orang Asli Papua (OAP) dalam memberikan pendapat atas jalannya Otsus selama 19 tahun di Papua.

“Bila pelaksanaan evaluasi Otsus hanya dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, maka  pasti hasilnya tak akan maksimal, sehingga harus melibatkan semua pihak dan komponen masyarakat, karena rakyat yang menjadi penerima dana Otsus tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, dalam pelaksanaan RDPW di lima wilayah adat nanti akan mengkaji semua pasal yang ada di Undang-Undang Otsus, sehingga dapat diketahui sejauhmana konsekuensi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam melaksanakannya, karena dinilai selama ini Perdasi dan Perdasus selalu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah yang ada.

Pelaksanaan RDPW akan dilakukan secara tertib, dimana setiap Kabupaten hanya diwakili 35 (tiga puluh lima) orang dari lembaga maupun organisasi untuk nantinya menyampaikan aspirasi mereka dan selanjutnya dibawa ke agenda berikutnya yaitu RDPU.

“Pada pelaksanaan RDPU nanti tak ada lagi yang menyampaikan aspirasinya, sehingga apa yang sudah menjadi keputusan atau kesepakatan pada RDPW itu yang akan dilaporkan hasilnya dan akan dihadiri seluruh Forkopimda provinsi Papua dan provinsi Papua Barat,” terang Timotius. (*)

Sumber: http://papuainside.com/

Read More

Categories Berita

MRP akan serahkan aspirasi rakyat Papua kepada Staf Presiden

pimpinan organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam Organisasi Cipayung Indonesia di Papua berpose bersama setelah menyerahkan aspirasi ke Majelis Rakyat Papua, Jumat, 12 Juni 2020. Jubi/IYuliana Lantipo

JAYAPURA, MRPProtes terhadap tuntutan “kontroversial” Jaksa Penuntut Umum kepada 7 Tahanan Politik Papua dalam kasus rasisme terus dialamatkan kepada pemerintah pusat serta institusi negara terkait. Hari ini, Jumat, 12 Juni 2020, Majelis Rakyat Papua kembali didatangi lima pimpinan organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam Organisasi Cipayung Indonesia di Papua.

“Mereka menyerahkan aspirasi berisi tuntutan kepada Presiden Joko Widodo untuk membebaskan anak-anak kami di Balikpapan. Mereka juga merasa [proses hukum] ini tidak adil, karena teman-temannya yang sebenarnya korban atas ujaran rasisme dan protes malah ditahan dengan tuduhan makar,” kata Ketua MRP, Timotius Murib usai menerima pimpinan lima organisasi Cipayung Papua kepada Jubi, Jumat [12/6/2020].

Pimpinan kelima organisasi Cipayung yang langsung menyerahkan tuntutan mereka adalah Harianto Rumagio (Himpunan Mahasiswa Islam), Victor Tibul [Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia], Andiko D. Saputra (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Ricky Bofra (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan Wokoi Yelipele (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia).Hari ini juga, MRP akan menyerahkan aspirasi masyarakat Papua terkait tuntutan pembebasan 7 tapol Papua kepada Presiden Joko Widodo melalui Staf Ahli Deputi V Kantor Kepresidenan, Laus D. C. Rumayom, S.Sos, M.Sii.

Pimpinan lembaga kultural orang asli Papua itu mengaku telah menerima aspirasi yang sama dari berbagai kalangan, termasuk dari organisasi mahasiswa seperti BEM Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta di Tanah Papua, Posko Pusat Exodus Mahasiswa dan Pelajar Papua Se-Indonesia, dan organisasi gerakan mahasiswa Cipayung Indonesia di Papua.

“Intinya, aspirasi berisi tuntutan untuk meringankan sekaligus membebaskan 7 Tapol Papua di Balikpapan saat sidang putusan nanti. Semua aspirasi ini akan kami himpun dan akan sampaikan kepada Presiden [Joko Widodo] melalui Staf Ahli Kepresidenan, Bapak Laus Rumayom hari ini juga,” katanya.

Kemudian, pada Jumat [5/6/2020], dalam sidang dengan agenda yang sama, Jaksa Ismail Nuhumury SH, MH, membacakan tuntutan kepada Hengky Hilapok 5 tahun, Alexander Gobay 10 tahun, dan Steven Itlay 15 tahun. Dan, dalam persidangan berbeda, Jaksa Adrianus Tomaha, SH, MH, membacakan tuntutan kepada Ferry Kombo 10 tahun sementara Agus Kossay 15 tahun.

Sementara itu, Ketua HMI, Harianto Rumagia, yang berbicara mewakili organisasi Cipayung, berharap pemerintah pusat menaruh perhatian serius atas kasus 7 tapol Papua di Balikpapan yang terkesan dikriminalisasi.

“Kami memberikan dukungan kepada MRP dan memberikan tuntutan juga kepada Pemerintah Pusat untuk terlibat aktif dalam rangka membebaskan 7 tahanan politik Papua, tahanan rasisme, korban rasisme, yang ada di Balikpapan. Persoalan ini sangat tidak adil bagi kami, bagi adik-adik kami yang ditahan dan dituntut 5-17 tahun penjara. Kami sudah pelajari semua tuntutan itu dan kami rasa itu tidak adil,” katanya.

Rumagia meminta MRP dan DPR Papua bekerja untuk satu aspirasi masyarakat Papua bahwa, “Kami hanya meminta satu, bahwa [mereka] harus dibebaskan,” harapnya. (*)

 

sumber: Jubi. co. id

 

Read More
Categories Berita

Jakarta rapat Otsus, MRP ingin evaluasi UU Otsus patuhi Pasal 77

Presiden Joko Widodo saat memimpin Rapat Terbatas yang membahas evaluasi Dana Otonomi Khusus Papua di Jakarta pada 11 Maret 2020. – Screencap Youtube Sekretariat Presiden

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menyatakan setiap rencana perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau UU Otsus Papua harus mengacu Pasal 77 UU Otsus Papua. Pernyataan itu disampaikan sebagai tanggapan MRP atas Rapat Terbatas Dana Otonomi Khusus Papua yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 11 Maret 2020 lalu.

Ketua MRP, Timotius Murib menyatakan Rapat Terbatas Presiden Joko Widodo yang membahas Dana Otsus Papua itu sah dan sesuai mekanisme negara. Ia mengatakan pemerintah di Jakarta boleh merencanakan evauasi dengan caranya sendiri.

Akan tetapi, Murib meminta setiap evaluasi pelaksanaan UU Otsus Papua harus didasarkan kepada ketentuan Pasal 77 UU Otsus Papua. Ia mengingatkan hanya rakyat Papua yang memiliki hak untuk mengevaluasi Otsus Papua, karena Otsus itu diberlakukan sebagai jawaban atas tuntutan rakyat Papua untuk merdeka dari Indonesia.

“MRP tahu pemerintah punya kepentingan pembangunan di Papua. Akan tetapi, kami mau [evaluasi Otsus Papua] sesuai dengan Pasal 77 UU Otsus Papua. Kalau mau melakukan perbaikan, [hal itu] benar-benar terinspirasi dari aspirasi rakyat Papua,” kata Murib kepada Jubi, Selasa (17/03/2020).

Pasal 77 UU Otsus Papua mengatur tata cara untuk melakukan perubahan atas UU itu. Pasal itu menyatakan “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Wakil Ketua I MRP, Jimmy Mabel mengatakan MRP utusan rakyat Papua. Mereka tidak otomatis bicara atau berjuang atas nama rakyat asli Papua, tetapi hanya mediator bagi rakyat Papua.

Mabel menegaskan rakyat Papua yang punya suara untuk menilai pelaksanaan Otsus Papua.  “Kalau bicara aspirasi, rakyat sudah lama mengatakan Otsus [Papua] itu sudah gagal. [Otsus Papua] tidak berhasil, menjadi peti mayat,” kata Mabel merujuk kepada aspirasa rakyat Papua yang menolak Otsus Papua pada 2012 silam.

Meskipun demikian, Mabel menyatakan pemerintah masih punya kepentingan sepihak demi pembangunan Papua. Karena itu, dia berharap Jakarta kembali kepada mekanisme perubahan UU Otsus Papua yang diatur sendiri oleh UU itu, agar Jakarta tidak terkesan memaksakan kehendaknya kepada rakyat Papua.

“Pemerintah mau perpajang itu harus sesuai UU Otsus Papua. Kembalikan [dulu evaluasi Otsus Papua] kepada rakyat. Apa maunya masyarakat? Kami mengikuti keinginan orang asli Papua,” kata Mabel.

Mabel menyatakan nantinya MRP akan meneruskan apapun pendapat rakyat kepada pemerintah pusat. Karena, anggota MRP hanyalah perwakilan masyarakat asli, dan dipiih untuk untuk meneruskan aspirasi masyarakat asli Papua.

Sebelumnya, pada 11 Maret 2020 Presiden Joko Widodo memimpin Rapat Terbatas di Jakarta, membahas evaluasi Dana Otsus Papua. Presiden Jokowi mengharapkan kucuran Dana Otsus Papua dievaluasi secara menyeluruh, dengan melibatkan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Menurut Jokowi, pemerintah sudah menjalurkan Dana Otsus Papua yang sangat besar. Nilai kucuran Dana Otsus Papua sejak 2002 hingga 2020 telah mencapai Rp94,24 triliun. “Angka yang sangat besar,” kata Jokowi, sebagaimana dikutip dari dokumentasi video yang diunggah akun Youtube Sekretariat Presiden.

Jokowi menyatakan pemanfaat Dana Otsus Papua itu harus dievaluasi. “Sejauh mana dampaknya yang dirasakan oleh masyarakat. Perlu dikonsultasikan dengan seluruh komponen rakyat Papua dan Papua Barat,” kata Jokowi.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

Read More