Categories Berita

MRP: Aparat Keamanan Negara Seharusnya Menjaga Rakyat, Bukan Membunuh Rakyat

Debora Mote Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua atau MRP, Debora Mote menyatakan anggota TNI dan Polri harus menghormati jaminan perlindungan perempuan dan anak Papua yang diatur Peraturan Daerah Khusus Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pemulihan Hak Perempuan Papua Korban Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Ia menyatakan aparat keamanan Negara seharusnya menjaga perempuan dan anak asli Papua, bukan membunuh mereka.

Hal itu dinyatakan Debore Mote dalam lokakarya “Mendorong Kebijakan Layanan Terintegrasi bagi Perempuan dengan HIV/AIDS di Wilayah Konflik dalam Penyelenggaraan Otonomi Khusus Papua” yang digelar MRP dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Kota Jayapura, Rabu (17/11/2021).

Mote menegaskan anggota TNI dan Polri bertugas melindungi rakyat, termasuk perempuan dan anak asli Papua yang berada di wilayah konflik maupun di luar wilayah konflik.

“Peraturan Daerah Khusus Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pemulihan Hak Perempuan Papua Korban Kekerasan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia ada. Harap anggota TNI dan Polri tidak alergi. Perdasus itu memberikan warning, sebab alat negara itu digunakan untuk melindungi rakyat, bukan sebaliknya,” tegas Mote.

Mote menyatakan berbagai kasus kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap perempuan dan anak asli Papua harus menggugah MRP dan DPR Papua harus lebih mendorong pelaksanaan Perdasus Nomor 1 Tahun 2011 itu. Upaya itu penting untuk memastikan kasus kekerasan terhadap warga sipil di Papua tidak terus berulang.

“Kalau memang kita benar-benar sayang perempuan dan anak, Perdasus itu kita dorong. Jangan dengan seenaknya alat negara digunakan untuk membunuh perempuan dan anak, harus gunakan etika. Musuh siapa, bunuh siapa. Jangan bunuh orang sembarang di atas tanah ini,” kata Mote.

Ia menyatakan perlindungan terhadap perempuan dan anak asli Papua akan menentukan generasi pada masa mendatang. “Kita bicara soal perempuan dan anak berarti, kita bicara soal generasi dan keturunan. Itu penting, karena perempuan yang mengandung dan melahirkan generasi selanjutnya, bukan laki-laki. Perempuan itu yang melahirkan generasi, dan kalau ada anak, maka anaklah yang meneruskan keturunan itu, dan mewarisinya,” ujar Mote.

Perwakilan Pemuda Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Eneko Pahabol juga menyayangkan konflik dan kekerasan yang terus terjadi dan mengorban perempuan maupun anak asli Papua. Pahabol mempertanyakan mengapa konflik di Papua seperti dibiarkan berkepanjangan.

“Konflik kekerasan ini seakan menjadi lahan bisnis. Saya sebagai generasi penerus, yang mewarisi penderitaan orang tua dulu, meminta [pihak yang bertikai] untuk menghentikan konflik kekerasan itu secara tuntas dan damai,” ujar Pahabol.

Pahabol berharap ada solusi yang dapat memutuskan mata rantai kekerasan yang terjadi di Papua.”Harus ada solusi, dialog yang dilakukan oleh pihak TNI/Polri agar konflik di Tanah Papua ini benar-benar tuntas. Dampak dari konflik itu mengganggu perempuan dan anak di wilayah konflik. Kita tidak tahu mereka makan apa, kesehatan mereka seperti apa,” tuturnya. (*)

Sumber: JUBI

Read More
Categories Berita

MRP Minta Panitia PON Papua Fasilitasi Mama-mama Papua Tempat Jualan

Debora Mote, Waket II MRP saat bertemu perwakilan perempuan Papua wilayah Meepago di ruang kerjanya, Rabu (15/9/2021) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) menerima kunjungan dari mama-mama perempuan asli Meepago, dimana kehadiran mereka mempertanyakan keterlibatan mama-mama Papua dalam mendukung dan menyukseskan PON XX tahun 2021 di Papua.

Kehadiran Mama-mama asli Meepago ini diterima langsung oleh Debora Mote, selaku Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua di ruang kerjanya, Rabu, (15/9/2021).

Usai pertemuan, Dobera Mote, mengatakan kehadiran Mama-mama asli Meepago mempertanyakan dan meminta kepastian tempat untuk mama-mama Meepago ini memasarkan hasil kerajinan tangan mereka saat pelaksanaan PON Oktober mendatang.

“16 Juli 2021, mama-mama ini sudah masukan surat permohonan proposal ke panitia PON meminta disediakan tempat jualan namun belum di respon hingga saat ini, dan ini kelima kalinya mama-mama datang ke kantor MRP mempertanyakan nasib mereka dalam menyukseskan PON ini,” kata Debora.

Lanjutnya, kehadiran mereka ingin terlibat ambil bagian menyukseskan PON dalam bidang sukses ekonomi namun kenyataannya belum ada kejelasan dari panitia PON terkait tempat sehingga mama-mama ini datang mengadu ke MRP sebagai lembaga kultural yang melindungi dan memberdayakan perempuan asli Papua.

“MRP sekali lagi menegaskan agar ivent PON Papua ini dapat membawa manfaat untuk perempuan asli Papua lebih khususnya untuk perempuan Meepago dan harus ada kepastian tempat yang di berikan oleh panitia PON kepada mama-mama ini,” tegas Debora.

Pihaknya menambahkan perempuan asli Meepago dan umumnya perempuan Papua tidak menjadi penonton tetapi dia mengambil bagian agar mendapatkan hasil dari ivent PON Papua ini.

“Sejauh ini tidak ada kejelasan tempat untuk mama-mama ini menjual hasil keterampilan mereka sehingga di putuskan bawah tempat sentral dan pusat pemameran dan pemasaran untuk mendukung PON lebih khusus untuk perempuan Meepago di tempatkan depan taman Imbi, Jayapura kota dan MRP akan terus mendukung mama-mama Papua yang terus berdatangan ini,” tegasnya.

Lanjutnya, pusat pameran dan pemasaran di taman Imbi tersebut akan di pamerkan hasil kerajinan tangan dari 295 mama-mama asli Meepago mulai dari suvenir khas daerah, keterampilan tangan seperti anyaman noken, buah-buahan serta makanan ringan akan di pasarkan di Imbi.

“MRP bersama seluruh perempuan Papua yang ada di atas tanah Papua siap menyukseskan ivent PON Papua dalam bidang sukses ekonomi,” tuturnya.

Sementara itu, Nely Yeimo, Kordinator Perempuan Meepago di Jayapura merasa kecewa kepada panitia PON Papua karena surat permohonan proposal yang diajukan oleh mereka sejak 16 Juli 2021 belum di respon hingga H-12 pelaksanaan PON yang semakin dekat.

“Proposal itu isinya kami ingin minta tempat atau diberikan tempat agar kami bisa memamerkan dan memasarkan jualan saat PON berlangsung, namun tidak direspon sehingga kami harus datang lagi mengadu ke MRP,” katanya.

Mewakili perempuan wilayah Meepago, mama Nely menyampaikan apresiasi kepada Waket II MRP yang telah menerima dan mendengar keluhan perempuan Meepago yang ada di Jayapura.

“Akhirnya MRP memfasilitasi kami dengan memberikan tempat sentral di sepanjang depan pertokoan Imbi Jayapura, untuk digunakan tempat jualan seperti kerajinan tangan, aksesoris, serta pangan lokal,” tuturnya. (*)

Humas MRP

Read More