MRP Sebut Bunuh Guru Sama Seperti Bunuh Generasi
JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya angkat suara terkait kasus penembakan di Beoga Kabupaten Puncak hingga mengakibatkan dua orang guru meninggal dunia.
Ini dianggap tidak manusiawi dan sangat mengganggu, mengingat korban yang tewas adalah pekerja kemanusiaan. Ini sama seperti membunuh seorang tokoh agama maupun misionaris.
Ketua MRP, Timotius Murib menaruh harap konflik kekerasan yang berujung hilangnya nyawa orang lain di Papua perlu segera dihentikan. Pasalnya selama konflik ini berkepanjangan maka yang dirugikan adalah anak – anak dan perempuan yang juga orang asli Papua.
Timotius meminta kekerasan bersenjata tidak lagi menyentuh masyarakat sipil. “Kami sangat prihatin dengan situasi konflik yang berkepanjangan di Papua khususnya di daerah konflik seperti di Intan Jaya dan Nduga. Kami sedih sebab banyak anak – anak maupun perempuan yang tak mendapatkan hak – hak dasarnya,” kata Timotius melalui ponselnya, Senin (12/4).
Ia berpendapat bahwa konflik yang terjadi dan berkepanjangan justru yang mendapatkan kerugian adalah mereka yang merupakan orang asli Papua sehingga harapannya konflik ini diakhiri.
MRP juga menyikapi penembakan masyarakat sipil terutama yang terbaru, dua orang guru. “Saya sampaikan bahwa setiap orang yang menghilangkan nyawa orang lain maka itu perbuatan terkutuk. Apapun alasannya apalagi menghilangkan nyawa seorang guru. Itu seperti membunuh beberapa generasi terutama generasi kami orang Papua,” katanya.
Ia mengecam perbuatan melukai apalagi sampai menghilangkan nyawa para pekerja kemanusiaan. Harusnya pelaku atau pekerja kemanusiaan ini tak boleh terluka karena kepentingan atau sengketa yang terjadi antara OPM maupun TNI Polri. “Ketika seorang guru dibunuh maka putra-putri kita tidak lagi mendapatkan ilmu. Karena tidak ada yang ajar sehingga di situlah maksud membunuh beberapa generasi. Membunuh guru sama artinya membunuh beberapa generasi dan itu salah sekali,” imbuhnya.
Sebagai lembaga representasi kultural ia berpesan untuk memberikan pemahaman kepada para pihak yang tengah berkonflik. Keduanya, baik OPM maupun TNI-Polri perlu segera mengakhiri sebab yang dirugikan adalah masyarakat kecil.
“Saya pikir kita pahami bersama ketika konflik terjadi maka yang muncul adalah ketakutan dan tak bisa berbuat apa – apa. Masyarakat sipil tak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan menjalankan roda ekonomi seperti biasa dan itu yang saya bilang tadi, perempuan dan anak – anak yang paling merasakan dampaknya,” imbuhnya. (*)