Categories Galeri Video

Mendagri Lantik 51 Anggota Majelis Rakyat Papua

(Antara)-Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, hari ini melantik dan mengambil sumpah terhadap 51 anggota Majelis Rakyat Papua, periode tahun 2017-2022. Mereka bertugas untuk memberikan kewenangan dan pertimbangan calon kepala daerah, sesuai undang-undang otonomi khusus. copyright © AntaraTV LKBN Antara – Indonesia

Read More
Categories Berita

MRP akan fokus kepada penyelamatan manusia dan tanah Papua

Kantor MRP tampak depan – Foto/Doc

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua mengatakan ada dua agenda utama yang akan menjadi perhatian khusus lembaga kultural orang asli Papua itu selama lima tahun mendatang. Kedua agenda utama itu adalah penyelamatan manusia dan penyelamatan tanah yang secara turun-temurun menghidupi orang asli Papua.

Hal itu dinyatakan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib di Jayapura, Kamis (20/6/2019). Murib menyatakan agenda penyelamatan manusia dan tanah Papua itu akan dijalankan di lima wilayah adat di Papua, yaitu Lapago, Meepago, Mamta, Saireri dan Animha.

“MRP konsen dengan tema utama penyelamatan manusia dan tanah Papua. Itu agenda utama MRP periode ketiga ini,”ungkap Murib di Jayapura, saat menghadiri rapat dengar pendapat Panitia Khusus Pokok-pokok Pikiran dan konsep Peraturan Daerah Khusus MRP terkait perlindungan hak orang asli Papua.

Murib menyatakan semua program atau agenda dari beberapa Kelompok Kerja (Pokja) Adat, Pokja Agama, Pokja Perempuan maupun alat kelengkapan MRP akan merujuk kepada dua agenda utama itu. Murib menegaskan, upaya melindungi orang asli Papua akan selalu berkaitan erat dengan upaya melindungi tanah yang secara turun-temurun menghidupi orang asli Papua.

Murib menyebut, perlindungan tanah itu akan berhubungan dengan perlindungan terhadap hutan, pohon, bintang dan manusia. Ia menyebut, Pokja Adat MPR harus bekerja keras untuk memperjuangkan hak masyarakat hukum adat di Papua atas hak ulayatnya, termasuk tanah adat dan hutan adat.

“[Upaya] menyelamatkan tanah di Papua sama dengan upaya menyelamatkan manusia maupun adat istiadat orang asli Papua, berikut sumber ekonomi bagi orang asli Papua dan dunia,” kata Murib.

Ketua Pokja Adat MRP, Demas Tokoro mengatakan pihaknya terus berupaya memperjuangkan kepentingan masyarakat adat untuk menyelesaikan klaim ulayat atas hutan dan tanah yang dikuasai pihak lain. Tokoro menyebutkan, pada akhir Mei 2019 pihaknya berhasil menjalankan pembuktian klaim adat marga Tanawani dari suku Tarao Tanao atas persil seluas 2 hektar yang dikuasai PT Pertamina di Kabupaten Kepulauan Yapen.

Tokoro menyatakan MRP telah mengecek status hak atas tanah atas persil yang digunakan PT Pertamina sejak 1979. Dari pengecekan sertifikat hak atas tanah, berikut surat pelepasan tanah itu, MRP menilai PT Pertamina dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Yapen tidak bisa membuktikan keabsahan penguasaan tanah oleh PT Pertamina.

“Ketika kami mengecek BPN, BPN tidak memiliki surat pelepasan adat atas persil itu. Ketika kami mengecek PT Pertamina, PT Pertamina juga tidak memiliki surat pelepasan adat atas persil itu. Kami [MRP] tinggal menyatakan bahwa tanah itu merupakah hak ulayat marga Tanawani,” kata Tokoro.(*)

 

Read More
Categories Siaran Pers

MRP sarankan Pemkab Jayawijaya beri insentif pada tokoh agama

Pertemuan Bupati Jayawijaya bersama Pokja agama Majelis Rakyat Papua

Wamena, Jubi – Pokja agama Majelis Rakyat Papua mendorong pemerintah Kabupaten Jayawijaya untuk menata kembali pelaksanaan otonomi khusus khususnya bidang keagamaan.

MRP berharap dua persen alokasi dana untuk keagamaan dapat dikelola agar hamba Tuhan di Jayawijaya mendapatkan insentif.

“Hal ini nampaknya disetujui, seiring rencana pembangunan rumah ibadah untuk beberapa dedominasi umat beragama di kabupaten Jayawijaya,” kata Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Mulait usai melakukan pertemuan dengan Bupati Jayawijaya, Jhon R Banua bersama tim pokja agama lainya, Jumat (24/5/2019) di ruang rapat bupati.

Sejak awal pekan ini, tim dari Pokja agama MRP mengunjungi beberapa distrik di Jayawijaya, untuk melakukan pertemuan dengan masyarakat orang asli Papua (OAP) di distrik Hubikosi, Welesi, Maima dan Walelagama.

“Kami mensosialisaikan kerukunan umat beragama, melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan dana otonomi khusus di kabupaten Jayawijaya di bidang ke agamaan, pendidikan, kesehatan dan lainnya,” kata Mulait.

Menurut dia, dari hasil monitoring kerukunan umat beragama dari 14 dedominasi di Jayawijaya cukup baik, misalnya di Distrik Welesi kerukunan umat beragama antara Kristen dan Muslim sangat baik.

“Sedangkan untuk pendidikan, sesuai hasil pantauan ada beberapa sekolah yang tenaga pengajarnya lebih banyak tinggal di kota begitu juga tenaga kesehatan di Puskesmas,” katanya.

Bupati Jayawijaya, Jhon R Banua menambahkan, pemerintah daerah merencanakan pemberian insentif kepada hamba Tuhan melalui anggaran dana Otonomi Khusus (Otsus).

“Kami akan lihat lagi, termasuk masalah SDM, pendidikan, kesehatan dan pembangunan sehingga semuanya dapat berjalan baik,” kata Banua.(*)

Read More
Categories Siaran Pers

Maklumat MRP tentang larangan sertifikat tanah di Papua

 

MAKLUMAT MAJELIS RAKYAT PAPUA

NOMOR : 05/MRP/XII/2018

TENTANG

LARANGAN SERTIFIKAT TANAH DI PAPUA

 

BAHWA TANAH DAN SUMBER DAYA ALAM DI ATAS,DI BAWAH DAN / ATAU DI DALAMNYA ADALAH KEKAYAAN YANG DI ANUGERAHKAN OLEH TUHAN SANG PENCIPTA UNTUK KEPENTINGAN HIDUP SUKU DAN / ATAU MASYARAKAT ADAT PEMANGKU HAK SECARA TURUN TEMURUN.

OLEH KARENA ITU, DENGAN INI MAJELIS RAKYAT PAPUA SEBAGAI LEMBAGA REPRESENTASI KULTURAL ORANG ASLI PAPUA YANG MELINDUNGI HAK-HAK DASAR ORANG ASLI PAPUA MENYATAKAN BAHWA PROGRAM SERTIFIKASI TANAH YANG DI LAKUKAN NEGARA DI TANAH PAPUA DENGAN MENGABAIKAN NILAI DAN NORMA HUKUM ADAT MASYARAKAT ADAT PAPUA ADALAH TIDAK SAH.

KEPADA SELURUH MASYARAKAT ADAT TANAH PAPUA, MAJELIS RAKYAT PAPUA MENYAMPAIKAN PESAN TENTANG PENTINGNYA KESADARAN UNTUK MELINDUNGI TANAH DENGAN SUMBER DAYA ALAM DI ATAS, DI BAWAH DAN/ ATAU DI DALAMNYA, DAN TIDAK SERTA MERTA MENGIKUTI PROGRAM SERTIFIKASI TANAH YANG JUSTRU MENGAKIBATKAN HILANGNYA HAK SULUNG KEPEMILIKAN ATAS TANAH SECARA TURUN- TEMURUN.

Jayapura,21 Desember 2018

 

KETUA MAJELIS RAKYAT PAPUA

TIMOTIUS MURIB

 

 

Read More
Categories Siaran Pers

MRP diminta membentuk komisi hukum ad hoc untuk mengevaluasi Otsus Papua

Tes

Evaluasi pelaksanaan Otsus Papua di kedua provinsi penting untuk merumuskan usulan perubahan substansi UU Otsus Papua

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua diminta untuk membentuk komisi hukum ad hoc untuk mengevaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua. Kajian dari komisi hukum ad hoc itu bisa dirumuskan menjadi usulan perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Permintaan itu disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pengkajian Pengembangan dan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy. Usulan itu disampaikan Warinussy karena pemerintah tidak menjalankan amanat Pasal 78 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua). Pasal itu memerintahan pelaksanaan Otsus Papua harus dievaluasi setiap tahun.

Warinussy menyatakan Majelis Rakyat Papua (MRP) berwenang melaksanakan Pasal 32 UU Otsus Papua untuk membentuk Komisi Hukum ad hoc. Komisi Hukum yang nantinya terbentuk itu akan ditugaskan mengevaluasi pelaksanaan UU Otsus Papua di Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat.

“(Evaluasi pelaksanaan Otsus Papua di kedua provinsi penting untuk merumuskan usulan perubahan substansi UU Otsus Papua). Perubahan UU Otsus Papua penting untuk penghormatan dan pemberdayaan orang asli Papua sebagai subyek utama dari kelahiran Otsus Papua. Penghormatan dan Perlindungan bagi OAP mesti dilakukan dalam berbagai sektor, terutama ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik dan hukum. Peran Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat sangat menenukan (dalam pengusulan perubahan itu),” kata Warinussy dalam siaran persnya, Selasa (14/5/2019).

Warinussy juga meminta Majelis Rakyat Papua (MRP), para pemimpin adat di Papua, dan rakyat Papua berkonsolidasi agar pemerintah mau mengevaluasi penyelenggaraan Otsus Papua, dan menerima usulan perubahan UU Otsus Papua yang dihasilkan Komisi Hukum bentukan MRP.

“Saya yakin seyakin-yakinnya, jika Komisi Hukum ad hoc itu dibentuk di Papua maupun Papua Barat, segala hambatan untuk menjalankan kebijakan proteksi bagi jati diri dan hak-hak dasar orang asli Papua akan teratasi,” ungkap Warinussy.

Pekan lalu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua, John NR Gobai juga menyoroti sejumlah amanat UU Otsus Papua yang belum dijalankan, termasuk pembentukan pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Papua. Akibatnya, berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua belum diselesaikan secara hukum.

Untuk mengisi kekosongan pelaksanaan Otsus Papua itu, Gobai  menyusun draft Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) tentang pengadilan HAM di Papua. Draft Raperdasi tentang pengadilan HAM juga merumuskan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Papua.

“Kami mohon dukungan Ketua DPRP dan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRP. Kami berharaf draft Raperdasi tentang pelanggaran HAM itu dapat dimasukkan dalam Program Legislasi Daerah 2019 – 2024,” kata Gobai kepada Jubi, Minggu (12/5/2019) pekan lalu.

Gobai menyatakan pembentukan Pengadilan HAM serta Komisi serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) merupakan mandat Pasal 45 ayat (2) UU Otsus Papua. Akan tetapi, setelah UU Otsus Papua berlaku 18 tahun, pemerintah belum juga membentuk kedua lembaga itu. Akibatnya, amanat UU Otsus Papua tidak sepenuhnya terlaksana.

Gobai juga menyebut pemerintah belum menjalankan amanat Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk membentuk Pengadilan HAM. “Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU Pengadilan HAM, dan berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UU Otsus Papua, maka dapat dibentuk (Pengadilan HAM) di Jayapura, (yang berwenang) untuk (mengadili semua pelanggaran HAM di Provinsi Papua,” kata Gobai.

Ia juga menekankan pentingnya draft Raperdasi pelanggaran HAM di Papua yang mengatur pembentukan KKR di Papua, mengingat  UU No 27 Tahun 2004 tentang KKR terlanjur dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. “Pasal 45 ayat 2 UU Otsus Papua adalah dasar hukum pembentukan KKR yang berbeda dari pengertian KKR nasional dalam UU KKR. Kekhususan Otsus Papua adalah dasar untuk membentuk KKR untuk Provinsi Papua,” kata Gobai.(*)

 

Read More