Categories Berita

Kunker Pokja Perempuan MRP, Bantu Bama Bagi Pengungsi Intan Jaya di Dogiyai

Kunjungan kerja pokja perempuan Tim Dogiyai memberikan Bama bagi masyarakat pengungsi di kabupaten intan jaya – For Humas MRP 

DOGIYAI, MRP – Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP), Siska Abugau A.Ma.Pd, Petronela RTH Bunapa, SE, Yuliana Wambrauw, dan Nehemina Yebikon, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kabupaten Dogiyai, sekaligus memberikan bantuan bahan makanan (bama) kepada pengungsi di Kabupaten Intan Jaya.

Bama yang dibawakan Pokja Perempuan MRP berupa beras, mie instan, sauris (ikan kaleng), telur, gula, dan kopi.

“Saya secara pribadi sangat terpukul sekali dengan keadaan masyarakat di Sugapa Intan Jaya. Sayang sekali masyarakat mengungsi ke Gereja,” kata Ketua Pokja Perempuan MRP, Siska Abugau kepada media ini melalui selulernya, Sabtu (13/11/2021).

Bama bagi Pengungsi Intan Jaya yang di bawah ke Dogiyai – For Humas MRP

Dia menilai, TNI/Polri gagal melindungi masyarakat sipil di Intan Jaya. Baru-baru ini dikabarkan dua anak tertembak. Satu di antaranya meninggal dan satu lainnya masih dalam perawatan. Sedangkan seorang mama Papua tertembak yang diduga dilakukan oleh oknum TNI.

“Terbukti sekali kalau TNI hadir bukan untuk melindungi,” katanya.

Menurut dia, hak-hak anak dan perempuan harus dilindungi oleh negara, terutama TNI/Polri. Jika TNI/Polri dan TPNPB/OPM mau berperang, maka mereka harus berperang di lokasi yang jauh dari masyarakat sipil. Jangan mengorbankan masyarakat sipil.

Dia berharap bama yang diberikan Pokja MRP dapat membantu pengungsi di Intan Jaya.

“Besok (Minggu, 14/11) saya ke Inta Jaya untuk melihat keadaan warga di Sugapa,” katanya. (*)

Sumber: WAGADEI

Read More
Categories Berita

MRP Ajak Semua Pihak Duduk Bersama Mencari Solusi untuk Konflik Bersenjata di Intan Jaya

Foto Warga Intan Jaya mengungsi ke Gereja Katolik Bilogai, Baitapa dan Agapa – Ist

JAYAPURA, MRP — Semua pihak diajak duduk bersama dan mencari solusi untuk penyelesaian konflik bersenjata yang terjadi di beberapa daerah di Tanah Papua. Secara khusus di daerah Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Ajakan ini disampaikan Ketua Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP), Ciska Abugau saat diwawancarai suarapapua.com pada Jumat (12/11/2021) kemarin.

Dia menjelaskan, konflik bersenjata yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya dimulai sejak Desember 2019 antara TNI-Polri dengan Tentara Pembebasan Nasinal Papua Barat (TPNPB). Hingga 2021 menurut hemat dia, tidak ada solusi yang dihasilkan dan konflik terus terjadi. Untuk itu dia mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan mencari solusi atas masalah tersebut.

“Kalau konflik bersenjata terjadi terus begini, tidak ada cara lain selain semua pihak duduk sama-sama dan bicara,” katanya.

Menurutnya, bupati dan DPRD Intan Jaya, Tokoh masyarakat, adat, perempuan, gereja, agama, mahasiswa dan intelektual harus bersatu untuk bicara dengan pemerintah provinsi, DPR Papua dan MRP.

“Mari kita semua duduk sama-sama baru bicara. Kami harus desak gubernur cabut surat rekomendasi untuk Blok Wabu. Kedua, saya minta gar jangan tambah pasukan. Biarkan masyarakat dengan pasukan organik saja,” ajak Abugau.

Dia bilang, sampai saat ini belum ada upaya penyatuan pemahaman bersama. Untuk itu upaya ini harus didorong supaya bisa ada solusi.

“Kita semua jadi satu untuk bicarakan barang ini. Sampai saat ini dari berbagai upaya yang sudah dilakukan ini belum ada hasil. Kalau tidak ayo, kita ketemu presiden dan DPR RI lalu bicarakan dengan mereka,” ajaknya berharap.

Dia juga meminta agar negara juga harus terbuka dan jujur sampaikan. Pakah penambahan pasukan non oragnik di Intan Jaya berkaitan dengan Blok B Wabu atau tidak.

“Negara juga harus jujur kalau pendropan pasukan dan kontak senjata itu karena blok wabu atau tidak. Harus sampaikan secara terbuka dan bicaralah dengan masyarakat Intan Jaya. Intan jaya itu hanya 4 suku. Kalau betul karena tambang, datang dan duduk lalu bicara. Ko mau apa dan kami mau apa. jangan bunuh-bunuh kami. Mau ambil kami punya hasil kekayaan baru kamu datang bunuh kami dulu, usir kami dulu itu logikanya bagaimana. Ini bukan tindakan negara lagi,” tegasnya.

Terkait dengan penembakan terhadap seorang mama dan dua orang anak di Intan Jaya pada 26 Oktober dan 9 November lalu, dia meminta agar TNI/Polri dan TPN-OPM harus akui kesalah secara gentle.

“Kami juga tahu perang. Dalam tradisi kami perempuan dan anak tidak boleh dipanah saat perang. Ini negara model apa yang datang bunuh-bunuh kami punya anak dan perempuan. Supaya tidak terjadi lagi, sekali lagi saya ajak semua pihak bersatu dan bicara.”

“Negara juga jangan usir kami dulu baru masuk ambil hasil kekayaan. Itu namanya pencuri. Kalau mau ambil kekayaan yang ada di intan jaya, mari duduk dan bicara sama-sama. Karena konflik ini tidak akan berkesudahan,” tambahnya.

Dia menambahkan, dirinya sangat menghargai kerja keras dari pemerintah daerah kabupaten Intan Jaya untuk mengupayakan akan konflik berakhir. Dalama hal ini, dia meminta agar pemerintah provinsi dan pusat harus dengar pemerintah daerah juga.

Sebab, kata dia, konflik yang terjadi di Intan Jaya bukan konflik sosial di masyarakat, tetapi karena perbedaan ideologi. Maka penanganan dan penyelesaiannya tidak bisa hanya seoarang bupati dan jajarannya saja.

“Bupati juga manusia. Bupati itu bagian dari negara, kalau ada laporan dari bupati, negara harus dengar. Dia yang tahu kondisi daerahnya. Jangan bikin gerakan sendiri,” pungkasnya. (*)

 

Sumber: SUARA PAPUA

Read More
Categories Berita

Anggota MRP Pertanyakan Kkeadilan Untuk Korban di Intan Jaya

Para anggota MRP mengikuti rapat Koordinasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua tentang Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Wilayah Konflik di Provinsi Papua yang digelar Jumat (19/3/2021). – Jubi/Arjuna

JAYAPURA, MRP– Anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP dari Intan Jaya, Ciska Abugau mempertanyakan upaya pemerintah dan aparat keamanan memberikan keadilan terhadap semua korban yang kehilangan nyawa dalam konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata di Intan Jaya, Papua. Abugau menyatakan proses hukum harus dijalankan terhadap semua kasus pembunuhan warga di Intan Jaya.

Ciska Abugau mengatakan proses hukum dalam kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani terus berjalan, termasuk dengan rencana untuk mengautopsi jenazah Pdt Yeremia. Akan tetapi, ada beberapa warga sipil yang kehilangan nyawanya di sana, beberapa diantara pembunuhan itu diduga dilakukan aparat keamanan, dengan tuduhan bahwa korban adalah bagian dari kelompok bersenjata.

“Pendeta Yeremia Zanambani mau diautopsi. Bagaimana dengan korban korban yang lain di Intan Jaya? Kenapa hanya Pendeta Zanambani yang mau diautopsi?” kata Ciska Abugau dalam Rapat Koordinasi Tim Kerja Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Orang Asli Papua, Jumat (19/3/2021).

Rapat Koordinasi yang gelar MRP di Kota Jayapura itu membahas Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Wilayah Konflik di Provinsi Papua. Ciska Abugau yang juga Ketua Kelompok Kerja atau Pokja Perempuan MRP itu kecewa, karena upaya menciptakan damai di Intan Jaya belum membuahkan hasil.

“Kami sudah menyampaikan ini kepada berbagai pihak, namun tidak didengar. Kita jangan selalu saling curiga. Tokoh agama dicurigai,” ujarnya.

Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian Daerah atau Irwasda Polda Papua, Komisaris Besar Polisi Alfred Papare yang hadir sebagai pembicara menyatakan aparat keamanan tidak berupaya memperlambat atau menghambat penuntasan pembunuhan terhadap Pdt Yeremia Zanambani. Ia mengakui dalam beberapa waktu terakhir konflik bersenjata di Intan Jaya menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat.

Apalagi pasca pembunuhan terhadap Pdt Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, 19 September 2020 silam yang diduga dilakukan aparat keamanan. “Sudah ada tim investigasi yang dibentuk [Menkopolhukam]. Kapolda yang baru dilantik beberapa waktu lalu, telah mengundang Bupati Intan Jaya, membicarakan bagaimana upaya penyelesaian masalah di sana. Kita minta melakukan pendekatan kepada keluarga Pendeta Yeremia Zanambani agar bisa dilakukan autopsi,” kata Papare.

Menurutnya, pihak keluarga telah membuat surat pernyataan menyetujui jenazah Pdt Yeremia diautopsi. Akan tetapi, keluarga meminta bantuan pemerintah daerah dan kehadiran berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat.

“Bukan aparat memperlambat penuntasan masalah ini. Akan tetapi, kami mesti menghargai hak hak keluarga. Nantinya autopsi akan dilakukan di Intan Jaya, sesuai kesepakatan. Kami sudah mempersiapkan tim dokter yang akan dibantu tim Laboratorium Forensik dari Makassar,” ujarnya.

Papare menyatakan yang menjadi masalah adalah kelompok bersenjata yang masih berada di Intan Jaya. Dikhawatirkan mereka akan berupaya mengganggu proses autopsi nantinya.

Menurutnya, Polda Papua kini menyiapkan strategi agar autopsi nanti berjalan tanpa hambatan. Pemerintah daerah akan melakukan pendekatan terhadap kelompok bersenjata. “Kini Bupati berupaya melakukan pendekatan, agar tidak ada gangguan saat autopsi dilakukan. Autopsi mesti dilakukan untuk mendapat fakta hukum [penyebab korban meninggal dunia], agar tidak ada saling tuding,” katanya. (*)

Sumber: JUBI

Read More