Categories Berita

MRP dukung gerakan melawan unggahan media sosial yang merendahkan perempuan Papua

Ketua Pokja Perempuan MRP, Ciska Abugau bersama Sekretaris Pokja Perempuan MRP, Orpa Nari saat memberikan keterangan pers kepada jurnalis di Jayapura. – Jubi/Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Kelompok Kerja Perempuan Majelis Rakyat Papua atau Pokja Perempuan MRP mengajak dan mendukung seluruh perempuan Papua bersatu melawan berbagai unggahan media sosial yang bias gender dan merendahkan martabat perempuan. Dukungan dan ajakan itu disampaikan Ketua Pokja Perempuan MRP, Ciska Abugau di Kota Jayapura, Rabu (8/7/2020).

Ciska Abugau menyampaikan dukungan itu sebagai respon atas gerakan Koalisi Perempuan Papua yang mengecam unggahan status seorang pengguna facebook bernama MJ Yarisetouw yang telah melecehkan martabat perempuan Papua. Pada Senin (6/7/2020) lalu, MJ Yarisetouw menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas status yang diunggahnya pada 2 Juli 2020 itu.

Ia menyatakan seluruh perempuan Papua harus bersatu melawan berbagai unggahan media sosial yang bias gender dan merendahkan martabat perempuan. “Kami, 17 perempuan di Pokja Perempuan MRP, mendukung Koalisi Perempuan Papua yang mau membawa kasus itu ke ranah hukum. Harus ada efek jera, supaya menjadi pembelajaran,” kata Abugau kepada Jubi pada Rabu.

Abugau menyatakan, apapun bentuk penyelesaian dari kasus unggahan status Yarisetouw, baik melalui proses hukum ataupun diselesaikan dengan permintaan maaf, perempuan Papua harus mendidik laki-laki Papua untuk menghargai perempuan. Abugau menegaskan perempuan Papua bukan obyek pelampiasan nafsu, obyek caci maki, atau obyek yang harus dipamer-pamerkan laki-laki.

Ia menyatakan setiap laki-laki Papua harus menghargai perempuan Papua sebagaimana mereka menghormati mama, istri, atau adik perempuan dalam keluarga mereka. Setiap laki-laki juga harus ingat untuk menghormati perempuan Papua saat menggunakan media sosial.

“Perempuan itu setara, jadi dia [laki-laki] mesti lindungi perempuan. Perlu memberikan pembelajaran, karena banyak laki-laki atau perempuan juga pamer-pamer foto tidak wajar dengan tujuan yang tidak jelas. [Tindakan itu] hanya merendahkan martabat wanita. Tolong mengunakan media sosial untuk hal yang positif, untuk kemajuan manusia Papua, [dengan unggahan] yang saling menghargai dan melindunggi antara laki-laki dan perempuan,” ujar Abugau.

Dalam keterangan pers pada Senin, sejumlah tokoh perempuan Papua yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Papua mengecam status Facebook yang diunggah MJ Yarisetouw. Wakil Ketua Solidaritas Perempuan Papua, Naci Jacqueline Hamadi mengatakan status MJ Yarisetouw itu adalah bentuk kekerasan verbal terhadap perempuan, dan berpotensi menjadi kekerasan berganda terhadap korban kekerasan terhadap perempuan.

Jacqueline Hamadi menyatakan Yarisetouw harus menghormati dan menghargai kedudukan perempuan Papua sebagai mama yang mewariskan ras Melanesia, mewariskan lelaki Papua. Tanpa perempuan Papua, tidak mungkin ada laki-laki Papua. “Apabila di Amerika [Serikat] mereka perjuangkan Black Lives Matter, hari ini kami nyatakan Papua Women Lives Matter. Kami akan berjuang untuk mempertahankan hak dan martabat kami sebagai perempuan Papua,” kata Hamadi.

Ia mengingatkan, kini ada banyak perempuan Papua yang berkarya dan berkarir di seluruh penjuru dunia, menekuni berbagai bidang profesi dan pekerjaan. Telah ada banyak perempuan Papua yang menjadi Guru Besar bergelar Profesor, menempuh pendidikan tinggi hingga bergelar Doktor, menjalankan profesi mulia seperti dokter, dan banyak pekerjaan lainnya.

“Jadi sebenarnya postingan status Facebook MJ Yarisetouw itu ditujukan kepada siapa? Setiap perempuan memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Setiap orang memiliki hak [untuk mendapatkan penghormatan atas kehidupan pribadinya]. Anda tidak punya hak untuk mengurus [kehidupan pribadi] mereka. [Ujaran Anda bisa tertuju kepada] perempuan [yang] mendapatkan perlakuan, kekerasan verbal dan non verbal, atau bahkan pemerkosaan, [dan ujaran Anda menimbulkan] kekerasan berganda. Itu tidak boleh diulangi lagi,” tegas Hamadi dalam keterangan pers Koalisi.

Hamadi meminta MJ Yarisetouw meminta maaf secara terbuka atas status facebook yang diunggahnya. “Dalam seminggu ini kami tunggu. Jika tidak, kami [akan] melaporkan kepada pihak berwewenang untuk melanjutkan proes Hukum,” katanya.

Dalam keterangan perse terpisah pada Senin, MJ Yarisetouw akhirnya meminta maaf kepada perempuan Papua, karena mengunggah status Facebook yang melecehkan dan merendahkan martabat perempuan Papua. Permohonan maaf itu juga disiarkan secara langsung melalui laman Facebook Yarisetouw. “Saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya,” kata Yarisetouw.

Yarisetouw mengakui unggahan statusnya telah menciderai perasaan seluruh “perempuan tanah” atau perempuan Papua. “Kepada seluruh perempuan Papua yang ada di Tanah Papua dan di manapun berada, sekali lagi [saya meminta] maaf. Saya tidak akan mengulanginya, sebab [perbuatan saya] itu menciderai hati perempuan Papua. Sekali lagi, saya memohon maaf kepada bapa, mama, dan khususnya perempuan Papua atau perempuan tanah, atas pontingan saya yang telah melukai hati dan perasaannya,” katanya.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Tak punya wakil dari jalur pengangkatan, perempuan Tabi mengadu ke MRP

Sejumlah perempuan yang mengatasnamakan Perempuan dari Lima Wilayah Adat di Papua mengadukan proses seleksi calon anggota DPR Papua jalur pengangkatan kepada Kelompok Kerja Perempuan Majelis Rakyat Papua. – Jubi/Yulan

JAYAPURA, MRP – Sejumlah perempuan yang mengatasnamakan Perempuan dari Lima Wilayah Adat di Papua mendatangi Kelompok Kerja Perempuan Majelis Rakyat Papua, Senin (6/7/2020). Mereka mengadukan proses seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua yang tidak meloloskan satupun calon perempuan dari Wilayah Adat Tabi.

Dalam pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua, keanggotaan DPR Papua terdiri dari 55 wakil partai politik yang dipilih melalui Pemilihan Umum, dan 14 orang asli Papua (OAP) yang dipilih melalui mekanisme pengangkatan. Tim seleksi dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Papua telah menyeleksi berkas para calon yang mendaftarkan diri untuk diangkat menjadi anggota DPR Papua, dan menyerahkan daftar nama 42 calon kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk diverifikasi asal-usulnya sebagai orang asli Papua.

Perempuan dari Lima Wilayah Adat di Papua meminta Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan MRP untuk memeriksa secara serius proses seleksi berkas para calon anggota DPR Papua jalur pengangkatan sejak tahap pertama hingga tahapan ketiga. Tahapan seleksi itu dinilai bermasalah, karena mencoret semua calon perempuan dari Wilayah Adat Tabi.

Lidia Mokay, salah satu perempuan Tabi yang mengadu bersama perempuan Papua lainnya berpendapat proses pemeriksaan berkas yang dilakukan panitia seleksi penuh kecurangan dan tidak transparan. “Ada kejanggalan dalam proses ini. Tidak ada tranparansi panitia seleksi kepada peserta tes. Tahapan yang dilakukan pansel juga tidak jelas,” kata Mokay yang gugur dalam seleksi pembuatan makalah.

Mokay bersama perempuan lainnya menduga proses pendaftaran calon anggota DPR Papua jalur pengangkatan hanya formalitas. Mereka menduga Gubernur Papua nantinya akan menetapkan anggota DPR Papua jalur pengangkatan periode sebelumnya untuk diangkat lagi menjadi anggota DPR Papua jalur pengangkatan periode 2019 – 2024.

“Kami dengar sudah ada kesepakatan di antara 14 orang itu. [Kabar itu menyebut] Gubernur tinggal keluarkan Surat Keputusan, lantik, sudah mereka kerja,” ujar Mokay.

Mokay menyatakan wilayah adat selain Tabi masih memiliki calon perempuan di dalam daftar 42 nama calon anggota DPR jalur pengangkatan yang diverifikasi MRP. Kondisi itu membuat perempuan dari wilayah Tabi merasa dilecehkan. Mokay berharap MRP sebagai lembaga kultur orang asli Papua mendengar dan ikut memperjuangkan adanya keterwakilan perempuan Tabi dalam pengangkatan anggota DPR Papua.

“Kami dilecehkan sebagai perempuan, tidak ada keterwakilan perempuan dari Tabi. Ada [jatah] tiga kursi, tetapi kenapa tidak ada satu pun perempuan yang lolos di antara laki-laki? Itu kami tuntut,” tegas Mokay.

Sekretaris Pokja Perempuan MRP, Orpa Nari menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti pengaduan itu sesuai mekanisme di MRP. MRP akan meneruskan aduan itu kepada Pemerintah Provinsi Papua, Panitia Seleksi, dan DPR Papua sebagai penyelenggara perekrutan 14 anggota DPR Papua jalur pengangkatan.

Orpa Nari menekankan bahwa MRP hanya berwenangan memverifikasi asal-usul para calon sebagai orang asli Papua. “Aspirasi ini akan dilanjutkan sesuai mekanisme yang berlaku di lembaga. Kemudian, MRP khususnya Pokja Perempuan, tidak diberikan kewenangan atau ruang untuk menentukan. [MRP hanya] diberi ruang untuk memverifikasi keaslian calon sebagai orang asli Papua.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More