Categories Berita

Semua Tanah Di Papua Bertuan, Pemerintah Harus Menghargai Pemilik Wilayat

JAYAPURA, MRP – Lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) menegaskan bahwa tanah yang ada di Papua ada tuan/pemiliknya, sehingga Negara harus menghargai masyarakat adat sebagai pemilik hak wilayat di wilayahnya, terutama di Daerah Otonomi Baru (DOB).

Hal tersebut ditegaskan Yoel Luiz Mulait, Wakil ketua I Majelis Rakyat Papua. Jumat, (27/1/2023).

Mulait menegaskan, pejabat pemerintahan harus menghargai masyarakat adat dalam proses pembangunan dimana proses tersebut kadang merugikan masyarakat adat sebagai pemilik wilayat dalam pengambilalihan fungsi tanah dengan tekanan kekuasaan yang berlebihan untuk membungkam masyarakat.

“Pemerintah harus menghargai masyarakat karena di setiap wilayah, semua tanah pasti bertuan. Kita tau di Papua setiap suku/clan punya hak wilayat masing-masing, ketika mereka abaikan maka pemerintah sendiri telah merusak tatanan kehidupan dan masa depan masyarakat,” tegasnya.

MRP juga mengingatkan kepada pemerintah untuk harus menghargai masyarakat pemilik wilayat dalam proses pembangunan.

“MRP sarankan masyarakat untuk tidak menjual tanah tapi lakukan sewa kontrak lahan ke pemerintah karena kita tau sendiri semua tanah bertuan, apalagi di Wamena,” tegasnya.

Lanjut Mulait, masyarakat Papua bukan tidak menginginkan pembangunan melainkan mereka ingin hak mereka juga harus dihargai dan dilindungi oleh negara melalui kebijakannya.

“Untuk pengalihan fungsi lahan, pemerintah harus menghadirkan semua pihak untuk putuskan bersama, jangan sepihak agar kedepannya tidak ada pro dan kontra (Pemalangan) hingga berujung konflik horisontal antar suku,” tegas Mulait. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Wacana Penunjukan Gubernur Oleh Pusat Harus Memperhatikan Daerah Kekhususan

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua menilai pernyataan Bambang Soesatyo ketua MPR RI terkait wacana penunjukan Gubernur dan wakil Gubernur oleh Pemerintah Pusat akan mencederai semangat Otonomi Khusus (Otsus) di wilayah kekhususan di Indonesia.

Hal tersebut diutarakan Yoel Luiz Mulait wakil ketua I Majelis Rakyat Papua menangapi pernyataan ketua MPR RI Bambang Soesatyo di media massa, beberapa hari terakhir ini. Senin, (6/2/2023).

Mulait menilai wacana MPR RI, bahwa Gubernur/ wakil Gubernur ditunjuk oleh Pemerintah Pusat telah menciderai nilai demokrasi di Indonesia sesuai amanat UUD 1945 pasal 18 ayat (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala Pemerintah daerah provinsi, Kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

“Bila wacana ini di berlakukan di 38 Provinsi di Indonesia, harus dikecualikan daerah kekhususan diantaranya Aceh, Jog Jakarta, DKI Jakarta dan Papua, sebagai daerah otonomi khusus,” bebernya.

MRP menegaskan untuk daerah dengan Otonomi Khusus (Otsus) di enam Provinsi di Papua sudah diatur melalui UU nomor 2 tahun 2021, perubahan kedua dari UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua sehingga harus diberikan kewenangan dan keistimewaan kepada Papua.

“Dari 38 Provinsi di Indonesia, Pemerintah Pusat harus pilah dengan baik, terutama 9 Provinsi dengan daerah kekhususan tidak boleh ada penunjukan langsung, jika tidak pilah dan diberlakukan sama maka Pemerintah Pusat tidak lagi konsisten dalam melaksanakan prinsip Otonomi Daerah, apalagi Otonomi Khusus, karena semua kebijakan diambil alih Pemerintah Pusat, artinya semangat Otonomi Khusus ibarat mati suri,” tegas Yoel Mulait.

Menurut Yoel Mulait, Majelis Rakyat Papua sebelumnya, tahun 2019 telah mendorong agar Gubernur/Wakil Gubernur dipilih oleh DPRP setelah pemberian pertimbangan dan persetujuan oleh MRP, terkait keaslian Orang Asli Papua dilanjukan dengan seleksi administrasi dan pendaftaran tetap melalui KPU, tapi dipilih oleh anggota DPRP sebagai refresentasi rakyat, tentunya ini sesuai semangat Otonomi khusus di Tanah Papua namun tidak ditanggapi serius oleh Pemerintah Pusat.

“Pemerintah Pusat harus membedahkan daerah khusus yang telah diatur dengan UU kekhususanharus diatur juga secara khusus termasuk Pemilihan Gubernur.

“Karena ada proses pemberian pertimbangan dan persetujuan oleh lembaga MRP, tentang keaslian Orang Asli Papua, setelah menerima berkas calon melalui DPRP, jika ditunjuk langsung oleh Pemerintah Pusat,  artinya semangat Otonomi khusus tidak bermakna lagi,” tegas Mulait.(*)

Humas MRP

Read More
Categories BeritaPokja Agama MRP

Partisipasi Perempuan Asli Papua Dalam Pemilu 2024 Harus Diperioritaskan

JAYAPURA, MRP – Pemenuhan hak politik perempuan asli Papua dalam pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2024 di tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) harus diberi ruang dan kesempatan untuk perempuan asli Papua juga bisa tampil mengisi kursi legislatif.

Hal tersebut disampaikan Helena Hubi, ketua Pokja Agama Majelis Rakyat Papua. Minggu, (5/1/2023).

Kata Helena, pemberian ruang kepada perempuan asli Papua dalam politik sudah diatur dalam 12 keputusan Majelis Rakyat Papua, dimana salah satu pointnya merujuk pada keputusan MRP nomor.7/MRP/2022 tentang pemenuhan hak politik perempuan asli Papua dalam pelaksanaan pemilihan umum legislatif.

“Perempuan Papua hari ini harus di perioritaskan terutama di daerah DOB, memberikan ruang yang sama untuk mereka (perempuan) maju karena perempuan juga ingin membangun daerahnya,” ujar mama Helena.

Majelis Rakyat Papua juga berharap kursi legislatif 30 persen untuk Perempuan harus diberikan sepenuhnya kepada perempuan asli Papua yang akan maju di daerah mereka masing-masing.

“Jangan sampai hak politik perempuan semua direbut oleh laki-laki, harus juga berikan ruang dan kesempatan ke perempuan, kita tidak tinggal di jaman dulu lagi,” ujarnya.

MRP juga berharap Pj Gubernur dari 4 Provinsi harus memikirkan perempuan Papua karena Partai politik baru dapat mengikuti Pemilu jika telah menerapkan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusannya di tingkat pusat. Penegasan tersebut diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

“Representasi perempuan di legislatif akan memberikan keseimbangan dalam mewarnai perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, penganggaran, dan pengawasan yang akan lebih berpihak pada kepentingan kesejahteraan perempuan dan anak,” ujarnya.(*)

 

Read More