MRP: Belum Ada Kajian Akademis Papua Butuh Pemekaran
JAYAPURA, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Thimotius Murib mengungkapkan bahwa pemerintah Republik Indonesia, DPR RI untuk tidak melakukan pemekaran wilayah Provinsi Papua secara sepihak. Sebab, menurutnya, sampai saat ini belum ada kajian akademik yang mengatakan bahwa Papua membutuhkan pemekaran atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Murib mengatakan, melihat aksi penolakan dari masyarakat akar rumput di beberapa kabupaten terkait revisi undang-undang otonomi khusus tahun 2001 dan penolakan daerah otonomi baru sehingga pada prinsipnya MRP menolak pemekaran.
MRP menilai untuk melakukan pemekaran kampung distrik kabupaten dan provinsi itu baik, namun menurutnya di era Presiden Jokowi ini ada moratorium, maka soal Pemekaran harus di tahan dulu.
“Untuk wilayah Papua saat ini di era Joko Widodo diketahui bahwa masih moratorium, sementara untuk indikator yang menjadi acuan dilakukannya pemekaran provinsi belum ada sama sekali, baik dari kajian akademis maupun dampak positif di masyarakat, maka kami MRP menolak pemekaran saat ini,” katanya, Selasa (29/3).
Dikatakan, dengan adanya Provinsi Papua Barat dan Papua saat ini, MRP lebih menyarankan untuk bagaimana melakukan penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan secara baik dan benar lebih dulu, ketimbang memikirkan pemekaran. “Menurut kami, pemekaran ini akan membawa beban baru dengan posisi masyarakat Papua yang jumlah penduduknya sedikit,” katanya. “Pemekaran provinsi kapanpun dilakukan bisa sja, tapi untuk saat ini belum, maka kami MRP menolak,”tandasnya.
Sementara itu terkait reaksi beberapa masyarakat yang mengatakan bahwa perlu adanya pemekaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, Ketua MRP Thimotius Murib ini menilai hal itu keliru. Sebab, pemekaran belum dibutuhkan masyarakat saat ini. Hal ini terbukti daerah menolak dengan jumlah penduduk yang masih sedikit, jumlah SDM yang menurut pemerintah pusat dan rendah seluruh Indonesia dan juga tingkat kemiskinan tertinggi di seluruh Indonesia.
“Prinsipnya baik, tapi untuk Papua dan Papua Barat yang terjadi di Pemerintah kabupaten/kota aturannya dibenahi dulu terkait aturan, seperti diberlakukannya undang-undang otonomi khusus dan undang-undang otonomi daerah ini yang perlu di bahas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena konsekuen. Dua UU ini tidak terlalu nampak di masyarakat dan orang Papua kehidupannya belum lebih baik.”tuturnya.
“Jadi lebih baik kita memperbaiki pola kerja tata kelola pemerintahan yang baik komitmen kepala daerah untuk membangun daerahnya dan peningkatan ekonomi kreatif, sumber daya alam yang dikelola secara mandiri dan juga pengembangan sumber daya manusia yang lebih baik barulah selanjutnya kita berbicara terkait pemekaran,” pungkasnya. (*)
Sumber: Cepos
Read More