MRP pertanyakan indikator untuk melanjutkan kucuran Dana Otsus Papua
JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua mempertanyakan indikator yang digunakan pemerintah pusat di Jakarta untuk mengusulkan perpanjangan masa kucuran Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat hingga 2041. Ketua MRP, Timotius Murib menegaskan kelanjutan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat harusnya diputuskan melalui evaluasi bersama terhadap 20 tahun pelaksanaan otonomi khusus itu.
Hal itu disampaikan Murib menanggapi rencana pemerintah pusat memperpanjang kucuran Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat. Sebelumnya, rencana itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Bersama Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Selasa (26/1/2021). CNN Indonesia melansir bahwa dalam rapat itu Sri Mulyani mengusulkan penyaluran Dana Otsus Papua dan Papua Barat diperpanjang hingga 20 tahun ke depan.
Besaran Dana Otsus Papua dan Papua Barat juga diusulkan naik dari 2 persen menjadi 2,25 persen nilai Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Sri Mulyani memperkirakan total nilai kucuran Dana Otsus Papua dan Papua Barat selama 20 tahun mendatang akan mencapai Rp234 triliun.
“Indikatornya apa? Dana bertambah lalu mau perubahan? Murib bertanya.
Murib menegaskan berlanjut tidaknya Otsus Papua dan Papua Barat seharusnya diputuskan setelah ada evaluasi bersama terhadap 20 tahun pelaksanaan Otsus Papua dan Papua Barat. Evaluasi bersama itulah yang seharusnya menyepakati apa indikator yang akan digunakan untuk memutuskan model pembangunan Papua di masa mendatang.
Kucuran “penerimaan khusus” atau Dana Otsus Papua setara 2 persen plafon DAU nasional sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (3) huruf e Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) akan berakhir pada 2021. Pasal 77 UU Otsus Papua menyatakan setiap perubahan aturan UU Otsus Papua hanya dapat dilakukan atas usulan rakyat Papua melalui MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua. Namun kini Menteri Keuangan mengusulkan kepada Komite I DPD RI untuk memperpanjang kucuran Dana Otsus Papua dan Papua Barat hingga 2041.
Murib menekankan pemerintah pusat tidak bisa secara sepihak memutuskan untuk memperpanjang masa kuncuran Dana Otsus Papua. Murib juga menegaskan pemerintah tidak bisa secara sepihak memutuskan besaran Dana Otsus Papua dan Papua Barat hingga setara 2,5 plafon DAU nasional, karena ia menilai kucuran Dana Otsus Papua tidak berdampak positif bagi rakyat Papua.
Menurut Murib, pemerintah pusat semestinya belajar dari pelaksanaan Otsus Papua dan Papua Barat selama 20 tahun terakhir. Dana Otsus Papua dan dana tambahan infrastruktur (DTI) untuk Papua dan Papua Barat selama 2002-2021 mencapai Rp138,65 trliun, namun dinilai Murib tidak membawa perubahan bagi situasi orang asli Papua.
“[Persoalan kecukupan] infrastruktur dasar, [dan] terutama [persoalan] regulasi [yang] masih timpang-tindih [dengan ketentuan UU Otsus Papua]. Pembangunan empat bidang prioritas dalam UU Otsus Papua sangat bermasalah,” kata Murib.
Murib menyatakan pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan masih berpusat di kota dan wilayah berpenduduk migran. “Wilayah orang asli Papua masih terbaikan. Kucuran Dana Otsus tidak mengubah layanan kesehatan dan pendidikan bagi orang asli Papua,” ungkapnya.
Di sisi pembangunan ekonomi kerakyatan, orang Papua terus tertinggal. Tidak ada satu pemerintah daerah di Papua yang berhasil mendidik rakyat untuk mengolah tanah mereka dengan berbasis potensi masing-masing daerah. “Contoh Puncak Jaya. Orang masih kirim ikan dan ayam dari Jayapura. Pemerintah belum fasilitasi rakyat kembangkan ternak Babi,” kata Murib mencontohkan.
Murib menyebut Kota Jayapura telah menjadi bukti terlanjang bahwa pemerintah tidak membantu orang asli Papua mengembangkan perekonomian mereka. “Berapa yang punya kios? Berapa yang punya toko? Semua hanya jual pinang, sayur di emperan toko dan ruko,” kata Murib.
Proteksi sektor perekonomian bagi orang asli Papua juga tidak pernah diterapkan. Jumlah orang Papua yang menjual pinang dari kebunnya sendiri bahkan bisa dihitung, karena kebanyakan dari mereka menjual pinang dari tangan kedua. “Orang kedua itu orang migran. Mereka membeli pinang di wilayah Keerom, dan jual kembali ke orang asli Papua. Lalu orang Papua jual lagi,” kata Murib.
Realitas itu menunjukkan kucuran Dana Otsus Papua tidak membawa manfaat berarti bagi kehidupan orang asli Papua. “Justru koruptor tumbuh subur di Papua. Rakyat menderita, sakit,” ungkapnya.(*)
Sumber: Jubi