Categories Berita

MRP: Pembangunan SDM minim, stop bicara pemekaran

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Dok. Jubi

Nabire, MRP -Pasal 77 UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) mengamanatkan, Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi – provinsi dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Setelah memperhatikan dengan sungguh – sungguh kesatuan sosial – budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

Oleh karenanya, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya tidak memiliki agenda pemekaran.

Ia berpendapat, sebaiknya 28 Kabupaten dan satu kota di Provinsi Papua sebaiknya memberikan kepastian dan jaminan kehidupan yang layak kepada OAP, barulah pemekaran dibahas.

“MRP tidak punya agenda pemekaran, OAP harus sejahtera dulu baru kita bicara pemekaran, kalau belum berarti jangan, Hal tersebut ditegaskan Timotius Murib di sela -sela Reses di Nabire, Jumat (26/07/2019).

Hari ini, kata Murib, keberpihakan untuk pembangunan sumber daya (SDM) OAP di seluruh Papua sangat minim. Maka hal tersebut harus kita perhatikan, tertibkan dulu kabupaten/kota yang ada termasuk dua Provinsi di Papua.

Menurutnya, banyak pelayanan dalam pemerintahan terhadap masyarakat adat, perempuan dan anak sangat terabaikan. Terjadi kekerasan dimana-mana, bahkan akibat Pilkada, hilang nilai -nilai sosial. miras, Aibon, narkoba telah merusak generasi Papua.

“Karena itu, para bupati dan wali kota saya minya harus tegas menyelesaikan semua masalah dan persoalan didalam masyarakat, jangan bicara pemekaran dulu,” terangnya.

Masyarakat asli Papua, Lanjut Timotius Murib, tidak pernah menyampaikan aspirasi kepada MRP untuk meminta pemekaran. Tapi ini hanya kelompok -kelompok tertentu. bisa dilihat di media sosial, media cetak dan elektronik bahkan pesan WhatsApp.

Menurutnya, banyak di antaranya yang menaikkan papan nama pemekaran Provinsi tersebut patut diduga hanya oknum tertentu yang dengan kepentingan sendiri, bahkan bukan OAP. Jikapun OAP maka ia menuding telah diboncengi kepentingan lain.

“Jadi saya lihat, OAP sama sekali tidak minta pemekaran, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Itu hanyalah segelintir orang yang tidak mewakili keseluruhan OAP, “lanjutnya.

Namun Timotius Murib sependapat dengan salah satu tokoh pemuda di Nabire, bahwa sebaiknya kedua kubu pro dan kontra terhadap pemekaran harus bertemu dan duduk bersama dalam satu musyawarah, daripada saling menyerang.

Bagi Timotius, MRP pun bagian dari pihak yang menolak pemekaran. Akan tetapi, MRP berencana akan mengundang kedua kubu untuk secara bersama-sama melihat kajian dari masing masing tentang alasan pemekaran dan penolakan.
“Hal ini akan kami agendakan dan undang semua, walaupun kami MRP juga menolak,” ujarnya.

Sebelumnya, salah satu tokoh pemuda Nabire, Norbertus Mote berpendapat, wacana pemekaran perlu didiskusikan. persoalan pro dan kontra adalah bagian dari demokrasi, sedangkan membangun itu kesepahaman bersama.

Menurutnya , maraknya pro dan kontra acapkali menganggap pemekaran itu neraka, momok yang menakutkan. Padahal pemekaran itu persoalan umum yang harus diperdebatkan untuk mencari tujuan penyelesaian.

“Jadi persoalan umum harus didiskusikan, itu penting. harus ada kajian kajian. Tak masalah kalau ada yang mengkaji dari aspek dan pengaruh buruk bahkan sebaliknya,” ujar pria yang juga menjabat Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu.

Ia bilang, jika terjadi pemekaran maka mahasiswa bisa mendapatkan pekerjaan. Ada peluang di legislatif, mengisi jabatan dalam pemerintahan. Dia pun bilang, biasanya yang memprotes mendapatkan jabatan setelah pemekaran.

“Alangkah baiknya perlu kajian dan jangan dijadikan momok yang menakutkan. perlu kajian baik buruknya, jika buruk harus dievaluasi bersama. Agar siapapun yang akan menjadi pemimpin DOB selalu peka terhadap hal hal yang baru. Cermat terhadap hal positif dan negatifnya,” ujarnya.

“Seperti daerah pemekaran baru, Deyai dan Dogiyai. Ada masalah sosial, Togel dan Miras. harus proteksi cepat sebelum merajalela dan basmi agar keluar, “ucapnya.

DOB, lanjut Mote, tidak bisa dihindari sebab sama dengan arus globalisasi. DOB itu menuju perubahan dan sama dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan lainnya. Contoh kecil adalah perkembangan alat komunikasi yang mengalami perubahan sangat cepat dari waktu ke waktu. Demikian pun pemekaran. Ada kemajuan pembangunan yang tidak bisa dibendung.

“Jika ada yang beranggapan bahwa ini kepentingan politik elit tertentu yang saya sampaikan. Maka saya mau bilang bahwa pernah berjuang untuk pemekaran beberapa kabupaten di pedalaman. Tapi tidak pernah berambisi jabatan baik legislatif maupun exsekutif setelah pemekaran. Saya hanya ingin kajian dan jangan diributkan,” tandasnya.

 

(jubi.co.id)

 

Read More
Categories Berita

Empat orang staf Sekretariat MRP ikuti pelatihan jurnalistik

Suasana pelatihan menulis berita di Kantor Majelis Rakyat Papua, Jayapura (8 Juli 2019) – Doc. Humas MRP

Jayapura, MRP – Staf Sekretariat Majelis Rakyat Papua (MRP) berjumlah empat orang mengikuti pelatihan jurnalistik dan menulis berita. Pelatihan ini bermaksud mendukung kerja dari Lembaga dan Anggota MRP dalam hal mempublikasi aktifitas mereka.

Peserta yang mengikuti pelatihan ini diambil dari masing-masing bagian dalam Sekretariat MRP, antara lain dua orang staf bagian Hubungan Masyarakat (Humas), dua orang staf bagian keuangan dan satu orang staf dari bagian persidangan. Sedangkan pemateri adalah Victor Mambor, salah satu wartawan senior Koran Jubi.

Menurut Victor Mambor, staf humas dalam sebuah institusi pemerintah dan non pemerintah seharusnya memahami ilmu jurnalistik sekalipun mereka bukan wartawan.

“ Dalam membuat satu berita, minimal staf humas harus memahami prinsip 5W1H dan nilai berita dalam jurnalistik,” kata Victor Mambor saat memberikan materi penulisan berita.

Salah satu peserta, Guntur Oijitauw mengatakan pelatihan ini membuat hati senang dan bahagia. “Karena bisa melatih kita membuat berita dalam lingkup kerja kita di lingkungan MRP,” ungkap Guntur Oijitauw

Secara terpisah, Sekretaris MRP Wasuok D Siep menyatakan empat staf MRP yang mengikuti pelatihan itu adalah para staf yang sudah menunjukkan kemampuan untuk menulis, memotret, dan membuat video.

“Kita utus mereka yang sudah punya bakat menarasikan, buat foto dan Video tetapi potensi perlu dipoles dengan pendampingan ini,” ungkapnya, dikutib Koran Jubi

Menurut Siep, pelatihan yang bekerjasama dengan redaksi Koran Jubi dan portal berita jubi.co.id itu digelar karena MRP ingin para stafnya memiliki kemampuan untuk mempublikasikan kerja-kerja para anggota MRP kepada publik. Siep menyatakan MRP telah melakukan banyak kerja, namun selama ini kerja-kerja MRP itu tidak terpublikasikan dengan baik.

Kegiatan pelatihan ini akan berlangsung selama tiga bulan. Dalam kesepakatan bersama antara pemateri dan peserta pelatihan akan berlangsung dua kali dalam satu minggu, yaitu di hari Senin dan Rabu. Untuk pertama kali pelatihan dilaksanakan pada Senin, 8 Juli 2019 bertempat di Kantor MRP, Kotaraja Jayapura. Pelatihan dimulai dari jam 10.00 hingga 13.00 Waktu Papua.

Siep berharap, pasca pelatihan itu para staf seharusnya mampu mengelola laman internet MRP. “Harapan saya, mereka ini bisa betul-betul menjadi penyambung lidah MRP kepada publik,”ungkapnya.

 

(Humas MRP)

 

Read More
Categories Berita

Demi menggenjot publikasi, staf MRP ikuti pelatihan jurnalistik

Jurnalis Jubi Victor Mambor mengajar teknik menulis berita kepada staf Majelis Rakyat Papua dalam pelatihan di Jayapura, Senin (8/7/2019). – Dok. Staf MRP

Jayapura, Jubi – Sejumlah lima staf Sekretariat Majelis Rakyat Papua atau MRP mulai mengikuti pelatihan jurnalistik yang diampu PT Jubi Papua di Kantor MRP, Jayapura, Papua, Senin (8/7/2019). Pelatihan jurnalistik yang akan mengasah para staf untuk menulis dan menarasikan berbagai agenda kerja MRP itu dijadwalkan berlangsung selama tiga bulan.

Sekretaris MRP, Wasuok D Siep, menyatakan kelima staf MRP yang mengikuti pelatihan itu adalah para staf yang sudah menunjukkan kemampuan untuk menulis, memotret, dan membuat video. “Kita utus mereka yang sudah punya bakat menarasikan, buat foto dan Video tetapi potensi perlu dipoles dengan pendampingan ini,”ungkapnya.

Menurut Siep, pelatihan yang bekerjasama dengan redaksi Koran Jubi dan portal berita jubi.co.id itu digelar karena MRP ingin para stafnya memiliki kemampuan untuk mempublikasikan kerja-kerja para anggota MRP kepada publik. Siep menyatakan MRP telah melakukan banyak kerja, namun selama ini kerja-kerja MRP itu tidak terpublikasikan dengan baik.

“Karena kurang publikasi, masyarakat menilai MRP ini mati, tidak buat apa-apa, [jadi] dibubarkan saja.  Padahal kunjungan kerja para anggota MRP menemukan banyak masalah di kampung, akan tetapi kerja-kerja itu kurang terpublikasi. Kami ingin [para staf mampu mengolah bahan] publikasi, terutama [kerja MRP yang terkait dengan] advokasi perlindungan manusia dan tanah Papua,”ungkapnya.

Siep berharap kelima staf MRP akan mengikuti pelatihan jurnalistik itu dengan serius. Siep berharap, pasca pelatihan itu para staf seharusnya mampu mengelola laman internet MRP. “Harapan saya, mereka ini bisa betul-betul menjadi penyambung lidah MRP kepada publik,”ungkapnya.

Jurnalis senior Jubi, Victor Mambor selaku pemateri mengatakan pelatihan itu dirancang untuk meningkatkan kemampuan staf MRP memperbanyak publikasi tentang kerja-kerja lembaga publik seperti MRP. “Bagi staf MRP, sangat penting untuk menyebarluaskan kegiatan MRP, baik kerja secara kelembagaan, maupun kerja individu anggota MRP,”ungkapnya.

Salah satu peserta pelatihan itu, Darat mengatakan pelatihan ini sangat berguna baginya. Ia menyatakan materi pelatihan akan membantu para staf MRP mengolah berbagai informasi terkait kegiatan MRP maupun anggota MRP menjadi berita atau narasi yang siap dipublikasikan.

Guntur, peserta lainnya, menyatakan materi pelatihan itu mudah dipahami. “Prosesnya menarik, karena [materi diajarkan] praktek bersama,”ungkap dia.(*)

Read More
Categories Berita

Dikunjungi pejabat Kemenlu RI, MRP mendesak Presiden menarik pasukan di Nduga

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib (kanan) menyerahkan noken berisi sejumlah dokumen MRP kepada Direktur Urusan Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementrian Luar Negeri RI, Achsanul Habib yang mengunjungi Kantor MRP di Jayapura, Papua, Kamis (4/7/2019). – Ist.

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua menerima kunjungan Direktur Urusan Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementrian Luar Negeri RI, Achsanul Habib pada Kamis (4/7/2019). Saat menemui Achsanul, Majelis Rakyat Papua menyampaikan desakan agar Presiden Joko Widodo menarik pasukan yang melakukan operasi pengejaran terhadap kelompok bersenjata di Kabupaten Nduga, Papua.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib usai menerima kunjungan Achsanul. “Rekomendasi kami dalam pertemuan tadi, [agar Presiden] menarik semua pasukan organik dari Nduga. [Rekomendasi itu kami sampaikan agar] jangan ada kekerasan terus menerus [di Nduga],” tegas Murib kepada jurnalis Jubi.

Murib menyatakan rekomendasi itu disampaikan setelah MRP memaparkan data-data terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Papua. Kasus pelanggaran HAM yang dipaparkan kepada Achsanul itu termasuk kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum pemberlakuan Otonomi Khusus (Otsus) Papua pada 2001, maupun kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era Otsus Papua.

Rangkaian kekerasan yang terjadi di Kabupaten Nduga pasca pembunuhan belasan pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 termasuk salah satu kasus pelanggaran HAM yang dipaparkan MRP. Dalam paparan itu, MRP juga menjelaskan kondisi ribuan warga dari 13 distrik di Kabupaten Nduga yang mengungsi ke Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Puncak, Yahukimo, dan Asmat di Papua demi menghindari konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata Egianus Kogoya.

Hingga kini, ribuan pengungsi dari Nduga itu hidup di sejumlah kantong pengungsian. Para pengungsi itu bertahan di pengungsian tanpa mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan, hak ekonomi maupun hak atas rasa aman untuk tinggal di rumahnya.

“Desakan [penarikan pasukan dari Nduga] itu bukan soal tembak menembak. [Kami menyampaikan desakan itu karena ada masalah tidak terpenuhinya hak-hak [para pengungsi sebagai] warga negara,”ungkap Murib di depan kantor Majelis Rakyat Papua.

Dalam pertemuan dengan Achsanul, Ketua Panitia Khusus Hukum dan HAM MRP, Aman Jikwa menyatakan masyarakat tidak hanya mengungsi ke areh yang dekat dengan permukiman atau pusat pelayanan publik. Di antara para warga dari 13 distrik di Kabupaten Nduga itu, ada warga yang memiliki mengungsi ke hutan, dan tinggal di dalam hutan selama berbulan-bulan.

“Saat kita bicara sekarang ini, ada [warga] masyarakat yang [masih tinggal] di hutan atau bernaung di gua-gua,”ungkap Jikwa.

Jikwa menyatakan pihaknya sangat kesal dengan para penggambil kebijakan di Jakarta yang selalu mengabaikan jeritan rakyat Papua, khususnya para pengungsi Nduga. Jikwa menilai pemerintah pusat tidak menunjukkan keinginan untuk membuat kebijakan yang mengakhiri konflik di Papua.

“Kami sangat kesal dengan kondisi itu. Kami, MRP, berbicara ke Jakarta, sama saja, tidak ada penyelesaian. Kalau MRP saja tidak didengar, apa lagi masyarakat yang lapor. Lebih baik [aparat keamanan] berhenti mengejar dan menembak [kelompok bersenjata di Nduga]. Menyelesaikan konflik tidak harus lewat senjata [atau melakukan] pengejaran di sana-sini. Tuhan berikan kita akal. Mengapa tidak pakai akal untuk menangani masalah Papua?” Jikwa mempertanyakan.

Anggota MRP, Siska Abugau menambahkan kelompok warga yang paling terdampak konflik bersenjata di Nduga adalah anak-anak dan perempuan. Abugau menyatakan peristiwa kekerasan yang terjadi muncul terus selama puluhan tahun selalu membuat perempuan menjadi kelompok korban yang paling menderita.

“Kalau bicara pelanggaran HAM, perempuan termasuk di dalamnya. Kami perempuan sakit, menagis dan terus menangis. Jadi, kalau mau selesaikan, [mohon menyelesaikan masalah kekerasan di Papua] dengan serius, [dan] jujur. Kami tidak mau begini terus,”ungkap Abugau dalam pertemuan dengan Achsanul itu.

Luis Madai, anggota MRP yang lain menambahkan para warga Nduga yang sedang mengungsi ke Kyawage di Kabupaten Lanny Jaya sejak pekan lalu merasa gelisah, karena mendengar pengejaran aparat keamanan terhadap kelompok bersenjata Egianus Kogoya dilakukan hingga sampai ke Kyawage. “Masyarakat mau mengungsi ke mana lagi?” Madai bertanya.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan semua informasi yang disampaikan dalam pertemuan dengan pejabat teras Kementerian Luar Negeri RI itu akurat, karena banyak anggota MRP yang berkomunikasi langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu, Murib berharap Kementerian Luar Negeri bisa menyampaikan informasi itu kepada para pemangku kepentingan yang lain.

“Kita tunggu, mereka menyampaikan informasi yang kita berikan, Atau mereka punya informasi lain,”ungkap Murib usai pertemuan itu.

Achsanul Habib menyatakan kunjungannya kali ini merupakan kunjungan pertamanya ke Papua. Oleh karena itu, Achsanul ingin bersilaturahmi dengan seluruh pemangku kepentingan di Papua, termasuk MRP sebagai lembaga yang merepresentasikan orang asli Papua.  Achsanul menyatakan ia senang menerima banyak masukan dan informasi dari MRP.

Achsanul menyatakan seluruh masukan dan informasi yang diterima dalam pertemuan dengan para anggota MRP itu akan diolah sebagai bahan menentukan kerangka kerja nasional pemerintah pusat, terutama dalam menentukan kerangka kerja tim terpadu penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu yang telah dibentuk Kementerian Hukum dan HAM.

Menurutnya, tim terpadu itu dibentuk untuk mencari penyelesaian atas berbagai kasus pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk kasus pelanggaran HAM di Aceh, Papua, kasus Talangsari, maupun kasus Tanjung Priok. “Kami dimasukkan ke dalam tim [terpadu itu], [dan seluruh informasi yang kami dapatkan dari MRP] akan kami bagikan [kepada] tim terpadu itu,” kata Achsanul.

Achsanul mengakui kasus kekerasan di Nduga telah menjadi perhatian internasional. Ia menyatakan ingin mengetahui lebih banyak informasi terkait dalam konflik bersenjata di Nduga, dan akan berkomunikasi lebih lanjut dengan MRP.

“Nduga barang kali masih menjadi perhatian internasional. Bapak-bapak [para anggota MRP memiliki informasi yang penting, dan informasi itu] sangat berharga buat kami. Kami ingin tahu lebih lanjut. Kita akan komunikasi lebih lanjut,”ungkapnya saat meninggalkan Kantor MRP. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More