Categories Berita

MRP akan fokus kepada penyelamatan manusia dan tanah Papua

Kantor MRP

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua mengatakan ada dua agenda utama yang akan menjadi perhatian khusus lembaga kultural orang asli Papua itu selama lima tahun mendatang. Kedua agenda utama itu adalah penyelamatan manusia dan penyelamatan tanah yang secara turun-temurun menghidupi orang asli Papua.

Hal itu dinyatakan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib di Jayapura, Kamis (20/6/2019). Murib menyatakan agenda penyelamatan manusia dan tanah Papua itu akan dijalankan di lima wilayah adat di Papua, yaitu Lapago, Meepago, Mamta, Saireri dan Animha.

“MRP konsen dengan tema utama penyelamatan manusia dan tanah Papua. Itu agenda utama MRP periode ketiga ini,”ungkap Murib di Jayapura, saat menghadiri rapat dengar pendapat Panitia Khusus Pokok-pokok Pikiran dan konsep Peraturan Daerah Khusus MRP terkait perlindungan hak orang asli Papua.

Murib menyatakan semua program atau agenda dari beberapa Kelompok Kerja (Pokja) Adat, Pokja Agama, Pokja Perempuan maupun alat kelengkapan MRP akan merujuk kepada dua agenda utama itu. Murib menegaskan, upaya melindungi orang asli Papua akan selalu berkaitan erat dengan upaya melindungi tanah yang secara turun-temurun menghidupi orang asli Papua.

Murib menyebut, perlindungan tanah itu akan berhubungan dengan perlindungan terhadap hutan, pohon, bintang dan manusia. Ia menyebut, Pokja Adat MPR harus bekerja keras untuk memperjuangkan hak masyarakat hukum adat di Papua atas hak ulayatnya, termasuk tanah adat dan hutan adat.

“[Upaya] menyelamatkan tanah di Papua sama dengan upaya menyelamatkan manusia maupun adat istiadat orang asli Papua, berikut sumber ekonomi bagi orang asli Papua dan dunia,” kata Murib.

Ketua Pokja Adat MRP, Demas Tokoro mengatakan pihaknya terus berupaya memperjuangkan kepentingan masyarakat adat untuk menyelesaikan klaim ulayat atas hutan dan tanah yang dikuasai pihak lain. Tokoro menyebutkan, pada akhir Mei 2019 pihaknya berhasil menjalankan pembuktian klaim adat marga Tanawani dari suku Tarao Tanao atas persil seluas 2 hektar yang dikuasai PT Pertamina di Kabupaten Kepulauan Yapen.

Tokoro menyatakan MRP telah mengecek status hak atas tanah atas persil yang digunakan PT Pertamina sejak 1979. Dari pengecekan sertifikat hak atas tanah, berikut surat pelepasan tanah itu, MRP menilai PT Pertamina dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Yapen tidak bisa membuktikan keabsahan penguasaan tanah oleh PT Pertamina.

“Ketika kami mengecek BPN, BPN tidak memiliki surat pelepasan adat atas persil itu. Ketika kami mengecek PT Pertamina, PT Pertamina juga tidak memiliki surat pelepasan adat atas persil itu. Kami [MRP] tinggal menyatakan bahwa tanah itu merupakah hak ulayat marga Tanawani,” kata Tokoro.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *