Categories Berita

Bahas pemekaran, anggota Pokja Adat MRP temui mahasiswa asal 4 kabupaten Animha

Anggota Kelompok Kerja Adat MRP berfoto bersama para mahasiswa yang berasal dari empat kabupaten Wilayah Adat Animha. – Dok. MRP

Jayapura, MRP – Anggota Kelompok Kerja Adat Majelis Rakyat Papua atau Pokja Adat MRP menemui  para mahasiswa dari empat kabupaten Wilayah Adat Animha, Rabu (4/3/2020). Pertemuan yang digelar di Jayapura itu mendengarkan aspirasi para mahasiswa terkait wacara pemekaran Provinsi Papua dan pembentukan Provinsi Papua Selatan.

Sejumlah dua anggota Pokja Adat MRP yang menghadiri pertemuan pada Rabu itu adalah Albert Moiwend dan Amatus Ndatipist. Pertemuan itu juga dihadiri anggota Kelompok Kerja Agama MRP, John Wob yang merupakan perwakilan Keuskupan Agung Merauke.

Anggota Pokja Adat MRP, Albert Moiwend menyatakan pihaknya merasa perlu mengetahui aspirasi mahasiswa terkait wacana pembentukan Provinsi Papua Selatan. Aspirasi mahasiswa dianggap penting karena nantinya para mahasiswa itulah yang akan menjadi para pemimpin di empat kabupaten Wilayah Adat Animha-Merauke, Mappi, Boven Digul, dan Asmat.

Moiwend menyatakan pihaknya juga ingin mengetahui apakah para mahasiswa dari keempat kabupaten itu menginginkan pemekaran provinsi dan pembentukan Provinsi Papua Selatan. “Apakah mereka punya masa depan [dalam pemekaran provinsi] itu? Kabupaten kecil saja susah, apa lagi provinsi? Karena itu kita perlu mendengar pendapat mereka,” kata Moiwend sebagaimana dikutip dari video dokumentasi Humas MRP.

Anggota MRP yang beradal dari Merauke itu menyatakan realitas pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru di Papua menunjukkan pemekaran tidak menguntungkan orang asli Papua. Pasca terbentuk, daerah otonom baru cenderung didominasi oleh orang non-Papua. Moiwend juga menyatakan orang asli Papua tetap saja kesulitan mencari pekerjaan di daerah otonom baru.

Salah satu mahasiswa yang menghadiri pertemuan itu, Elias Mahuse, mengatakan mahasiswa tidak berdiri dalam posisi menolak atau mendukung pembentukan Provinsi Papua Selatan. Mahuse menyatakan pihaknya mencari jaminan masa depan jika Provinsi Papua dimekarkan dan Provinsi Papua Selatan terbentuk.

“Apakah pemekaran ini akan menjamin masa depan kami? Apakah pemekaran juga akan memenuhi keluhan [atas rendahnya keterwakilan] orang Papua selatan di kursi parlemen dan birokrasi?” ujar Mahuse seusai pertemuan itu.

Anggota Pokja Adat MRP,  Amatus Ndatipist menyatakan pertemuan itu telah mengungkap aspirasi dan saran para mahasiswa dari empat kabupaten di Wilayah Adat Animha. “[Mereka] menolak adanya Provinsi Papua selatan,” kata anggota MRP yang berasal dari Asmat itu.

Ndatipist mengatakan para mahasiswa menilai ada hal mendesak yang harus diselesaikan sebelum pembentukan Provinsi Papua Selatan. Mahasiswa meminta lima kabupaten (empat kabupaten di Wilayah Adat Animha dan Kabupaten Pegunungan Bintang) yang akan disatukan untuk membentuk Provinsi Papua Selatan harus terlebih dahulu menertibkan data kependudukannya.

“Ada usulan pemerintah kabupaten mendata penduduk asli Papua masing-masing. Mereka minta pemerintah memperbaiki dulu isi di bawah. Masyarakat harus ditata lebih dulu. Mereka berharap aspirasi mereka diteruskan kepada pimpinan MRP,” kata Ndatipist.(*)

 

Sumber: Jubi.co. id

 

Read More