Categories Berita

Kelompok Pro Kontra Pemekaran Papua Mencuat, Filep Apresiasi Langkah MRP

JAKARTA, MRP – Silang pendapat pemekaran Papua semakin menjadi. Terakhir, Majelis Rakyat Papua (MRP) menemui Presiden Jokowi membawa aspirasi untuk menunda diadakannya pemekaran.

MRP meminta Pemerintah menunggu adanya keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengajukan permohonan uji materi UU Nomor 2 Tahun 2021.

Sebagaimana diketahui, DPR RI telah mengesahkan rencana pembentukan 3 (tiga) provinsi di Papua yakni Pegunungan Tengah, Papua Tengah, dan Papua Selatan.

Aspirasi yang dibawa oleh MRP ini pun mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Mendagri menyebut bahwa kelompok yang sepakat pemekaran juga tak kalah sedikit.

Selain itu, Filep Wamafma, senator Papua Barat turut menanggapi. Menurutnya, pertemuan MRP dan Presiden Jokowi harus diapresiasi sebagai langkah positif.

“MRP datang ke hadapan Presiden dan menyampaikan aspirasi masyarakat tentang penolakan pemekaran. Sah-sah saja dan seharusnya diapresiasi secara positif bahwa aspirasi itu bisa sampai ke Presiden”, kata Filep melalui sambungan telpon.

Doktor luluhan Unhas inipun menanggapi adanya sentilan dari beberapa pihak yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan MRP bukan merupakan bagian dari tupoksinya.

“Salah satu tugas MRP sesuai amanat Pasal 20 UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus adalah memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak Orang Asli Papua, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. Jadi kalau ada OAP datang ke MRP dan menyampaikan aspirasi tentang penolakan pemekaran, lalu MRP menyampaikannya kepada Presiden, hal itu sudah selayaknya. Pasal 56 PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP juga mengatakan tugas menyampaikan aspirasi itu,” tegas akademisi STIH Manokwari tersebut.

Filep menambahkan, secara filosofis, kehadiran MRP hendaknya dibaca sebagai upaya perlindungan, penghormatan, keberpihakan, dan pemberdayaan OAP, termasuk masyarakat adat.

“Jangan lebih dulu menaruh prasangka terhadap aspirasi yang disampaikan MRP kepada Presiden. Saya pikir, pasti ada alasan-alasan rasional yang dapat dipertanggungjawabkan di balik aspirasi yang disampaikan MRP kepada Presiden, yaitu suatu upaya memproteksi OAP, menjaga supaya hak-hak OAP. Dengan kata lain, aspirasi MRP adalah juga aspirasi yang didengar dari OAP”, kata Filep menambahkan.

Dalam kaitan dengan itu, Wakil Ketua I Komite I DPD RI ini juga berharap agar MRP dapat menjalin komunikasi strategis dengan lembaga-lembaga lainnya. Meski, pro kontra pemekaran tetap terjadi, menurutnya, disitulah peran MRP dalam menampung masukan masyarakat.

“Jadi, jika ada aspirasi yang mendukung, maka harus diterima fakta juga bahwa ada aspirasi yang menolak. Jangan langsung menuding ini dan itu. Kalau selalu menuding, saya malah khawatir yang suka menuding itu yang mungkin punya kepentingan,” tegas Pace Jas Merah, sapaan akrabnya.* (*)

Sumber: https://indonews.id/

Read More
Categories Berita

MRP Minta Pemerintah Jelaskan Urgensi Pemekaran Papua

JAKARTA, MRP – Majelis Rakyat Papua mengapresiasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang meminta agar pemerintah menjelaskan urgensi pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Provinsi Papua.

DPD juga meminta pemerintah untuk melakukan kajian yang lebih komprehensif perihal pemekaran wilayah tersebut.

“Kami sangat mengapresiasi DPD yang dituangkan secara resmi dalam kesimpulan rapat dengar pendapat. Kami berharap kesimpulan dan rekomendasi DPD dijadikan pertimbangan oleh pemerintah dan DPR,” kata Ketua MRP Timotius Murib, via keterangan tertulis, Selasa, 14 Juni 2022.

Dalam kesempatan tersebut, Timotius menyerahkan surat MRP berisi aspirasi orang asli Papua tentang DOB kepada pimpinan Komite I DPD. Setelah mendengarkan pandangan MRP, Komite I DPD menyatakan dapat memahami usulan pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua.

Komite I juga mengingatkan agar rencana DOB selaras dengan semangat otonomi khusus Papua untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua.

“Komite I DPD meminta pemerintah dan DPR agar pemekaran Papua hendaknya menghormati kewenangan Pemprov Papua, Majelis Rakyat Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua sesuai amanat Undang- Undang Otonomi Khusus Papua,” terang Murib.

Selanjutnya, RUU DOB Papua harus ditangguhkan lantaran memicu pro dan kontra yang sangat luas. Proses pembentukan DOB juga tidak melibatkan representasi rakyat Papua, hal tersebut jelas menyalahi ketentuan Pasal 76 UU Otsus.

Reaksi sosial masyarakat di Papua melalui unjuk rasa penolakan terus berlangsung di berbagai kota di Tanah Papua, seperti Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, Yahukimo, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Nabire, Mimika, Biak Numfor, Kepulauan Yapen, Kota Sorong, Kabupaten Kaimana, dan Kabupaten Manokwari, bahkan di Yahukimo, pertengahan Maret lalu sejumlah demonstran mengalami luka-luka dan dua di antaranya meninggal dunia. Selain di Papua, aksi demonstrasi juga digelar di Jakarta, Kupang NTT, Ambon, Makassar, Bali, Surabaya, Malang, Semarang dan Yogyakarta.

MRP pun telah menerima aspirasi penolakan DOB yang dilakukan oleh berbagai kelompok. Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang memangku pihaknya telah menerima surat presiden untuk menindaklanjuti terkait pembahasan tiga RUU DOB Papua.

Rancangan DOB meliputi tiga wilayah yaitu Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Kepulauan Tengah.

“Info terbaru, surat presiden untuk pembahasan RUU DOB di Papua diterima DPR RI pada 12 April 2022. Komisi II menunggu penugasan dari Badan Musyawarah DPR untuk memulai pembahasan,” kata Junimart, Kamis, 19 Mei 2022 lalu. (*)

Sumber: Tirto.id

Read More