Categories Berita

MRP Terima Aspirasi Penolakan DOB dan Otsus Jilid 2 Dari 3 Kabupaten Melalui DPRD

Pimpinan MRP bersama ketiga Pimpinan DPRD kabupaten Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai saat berfoto bersama usai menyerahkan aspirasi penolakan DOB dan Otsus Jilid 2 oleh Masyarakat – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) menerima aspirasi dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai di kantor ruang rapat Humas MRP. Rabu (18/5/2022). Penyampaian aspirasi ini diantar langsung oleh masing-masing Ketua DPRD kabupaten tersebut, yakni Ketua DPRD Deiyai Petrus Bodokapa, Ketua DPRD Dogiyai Elias Anouw dan Ketua Pansus DPRD Dogiyai Simon Petrus Pekei dan Ketua DPRD Yahukimo Yosia Mirin.

Kehadiran pimpinan dan anggota DPRD baik Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai membawakan aspirasi masyarakat terkait penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB), cabut Otonomi Khusus (Otsus) jilid 2 dan menolak pembangunan Koramil serta Danramil di kabupaten Dogiyai.

Yosias Mirin, ketua DPRD kabupaten Yahukimo dalam penyampaiannya mengatakan kehadiran mereka menyampaikan aspirasi dan tuntutan masyarakat Yahukimo tentang DOB dan Otsus Jilid 2.

“Aspirasi yang kami sampaikan murni dari tuntutan masyarakat Yahukimo yang disampaikan melalui aksi demonstrasi, dan kamu punya tanggung jawab untuk meneruskan itu kepada DPR Papua dan MRP untuk ditindaklanjuti,” kata Mirin.

Dia juga menegaskan aspirasi atau tuntutan rakyat Yahukimo yang disampaikan kepada DPRD yaitu menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Cabut Otsus Jilid 2 di tanah Papua.

“Ini harapan dan keinginan masyarakat Yahukimo, MRP tolong suarakan ini ke pusat,” harapnya.

Petrus Badokapa, ketua DPRD kabupaten Deiyai menyampaikan aspirasi rakyat Deiyai kepada lembaga kultur orang Papua, MRP adalah salah satu tujuan dari DPRD Deiyai selain kepada DPR Papua. Hal itu sesuai permintaan dan kerinduan rakyat Deiyai.

“Kami sudah janji kepada masyarakat Deiyai. Bahwa, kami akan bawa dan sampaikan ke DPR Papua dan MRP Papua. Aspirasi itu yang kami bawa. Jadi, kami mohon dibahas dan teruskan kepada lembaga yang lebih tinggi dan lembaga pengambil kebijakan,” kata Badokapa didampingi Wakil Ketua I, Markus Mote dan anggota DPRD Deiyai, Demianus Edowai pada saat penyerahan aspirasi kepada pimpinan MRP Papua, Rabu (18/5) siang

Badokapa juga menepis isu tidak benar. DPRD Deiyai tidak pernah provokasi kepada rakyat Deiyai. DPRD Deiyai juga tidak pernah tambah dan kurangi aspirasi dari masyarakat Deiyai.

“Tolong bahas dan lanjutkan ke Jakarta lagi sesuai permintaan rakyat Deiyai,” tegasnya.

Ketua MRP, Matius Murib berjanji pihaknya akan bekerja sesuai mekanisme dan teruskan ke pihak berwenang yakni Presiden.

“ Kami akan bahas dan teruskan sesuai mekanisme yang ada. Dan, tentunya kami akan teruskan ke Jakarta, terutama ke Presiden,” kata Murib

Kata Murib, lembaga MRP sudah dan selalu mengikuti secara cermat dimana masyarakat seluruh tanah Papua sudah nyatakan sikap untuk menolak DOB dan keberlanjutan otonomi khusus di seluruh wilayah tanah Papua.

“Masyarakat tanah Papua yang tahu dan rasakan manfaat dari seluruh kebijakan pemerintah. Kalau masyarakat Papua tidak terima dan tolak DOB dan Otsus berarti selama ini masyarakat di akar rumput sama sekali tidak pernah rasakan manfaat dari itu,” jelasnya.

Murib juga berharap DPR RI dan Presiden untuk tidak mengabaikan aspirasi masyarakat akar rumput yang ada di tanah Papua, bila aspirasi dan harapan ini tidak didengar oleh pihak pengambil kebijakan maka benturan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara akan terus meningkat.

MRP juga menjelaskan gugutan perubahan kedua UU Otsus yang sedang uji materiil di Mahkamah Konstitusi serta pertemuan dengan Presiden Jokowi, para Menteri, pimpinan Partai Politik dengan harapan aspirasi dan harapan masyarakat Papua tentang Otsus dan DOB dapat diperhatikan.

Diakhir pertemuan, pimpinan DPRD kabupaten Yahukimo, Dogiyai dan Deiyai memberikan aspirasi pernyataan sikap ke pimpinan MRP yang diterima langsung oleh Ketua MRP Timotius Murib,wakil Ketua I Yoel Luiz Mulait dan wakil Ketua II Debora Mote. (*)

HUMAS MRP

Read More
Categories Berita

MRP Sebut Pelaksanaan Otsus di Papua Tidak Beri Perubahan

pengelolaan dana Otsus Papua meski menuai sorotan tetap dilanjutkan – Ist

JAYAPURA, MRP – Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait menyatakan, pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) di Papua tidak memberikan banyak perubahan bagi masyarakat lokal. Menurut Yoel, selama ini, tidak ada kekhususan yang dirasakan di Papua.

“Kami berharap melalui pelaksanaan otsus ada suatu perubahan baik bagi rakyat Papua, tapi kenyataan yang terjadi dalam pelaksanaannya tidak ada hal yang baru. Tidak ada kekhususan di tanah Papua,” ujar Yoel dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Rabu (23/2/2022).

Yoel mengungkapkan, selama 20 tahun, pemerintah hanya menjanlankan empat dari 24 kewenangan yang diatur dalam UU Otsus Papua Nomor 21 Tahun 2001. Empat kewenangan itu adalah adanya ketentuan gubernur orang asli Papua, MRP, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), dan dana otsus.

“Yang lainnya tidak jalan, termasuk Pasal 49 tentang pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Banyak masalah belum selesai,” ucapnya.

Sementara itu, pemerintah dan DPR memutuskan merevisi UU Otsus Papua dan kemudian mengesahkannya pada Juli 2021.

Menurut Yoel, revisi UU Otsus Papua dilakukan secara terburu-buru tanpa melihat akar masalah yang sebenarnya terjadi di Papua. Ia pun menyatakan, rakyat Papua sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi undang-undang tersebut.

“Kami melihat pemerintah menggampangkan persoalan Papua. Tidak melihat persoalan yang mengakar, misal ada kajian LIPI, mestinya bisa jadi rujukan bagi pemerintah dlm menyelesaikan masalah dengan baik. Kami merasa proses yang berjalan sangat melukai hati dan perasaan orang Papua,” tuturnya.

Karena itu, MRP mengajukan gugatan terhadap UU Otsus Papua Nomor 2 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun gugatan tercatat sebagai perkara nomor 47/PUU-XIX/2021. Yoel menegaskan, gugatan ke MK merupakan upaya konstitusional yang ditempuh MRP demi meraih keadilan.

“Kami ingin secara bermartabat menguji konstitusi. Kami tahu sembilan hakim MK adalah negarawan, bagaimana (menjaga) keutuhan NKRI. Kami berharap melalui majelis hakim MK bisa memberikan putusan yang berkeadilan bagi rakyat Papua,” ucapnya. (*)

Sumber: https://nasional.kompas.com/

Read More
Categories Berita

MRP: Pemekaran Papua Untuk Kepentingan Siapa?

Timotius Murib (Ketua), saat memberikan keterangan pers di didampingi Yoel Luiz Mulait (Wakil Ketua I), dan Debora Mote (Wakil Ketua II) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mempertanyakan niat pemerintah pusat terkait rencana pemekaran Papua menjadi enam wilayah administrasi. Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan Papua tidak memenuhi syarat kepadatan penduduk untuk dimekarkan.

“Indikator pemekaran di Provinsi Papua, sama sekali tidak ada. Terus kepentingan siapa? Kepentingan apa? Pemerintah Pusat bernafsu sekali untuk mendorong melakukan pemekaran di Provinsi Papua,” kata Timotius saat media visit dengan CNN Indonesia, Selasa (22/3).

Ia membandingkan jumlah penduduk Papua dengan provinsi lain yang memiliki penduduk banyak. Menurutnya, aneh jika pemerintah justru berambisi melakukan pemekaran di Papua alih-alih di daerah tersebut.

“Kami serba bingung. Sementara teman-teman di provinsi lain, katakan seperti di Jawa Barat, ini kan puluhan juta penduduk, tidak dimekarkan. Indikator syarat pemekaran itu kan juga sudah dipenuhi, tapi tidak dimekarkan,” katanya.

Lebih lanjut, Timotius juga menyinggung soal UU Otsus Papua hasil revisi yang telah mempermudah pemekaran wilayah di Bumi Cendrawasih.

Aturan sebelumnya, pemekaran dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP, namun berdasarkan UU Otsus revisi, pemerintah pusat punya wewenang untuk melakukan pemekaran di Papua.

“Kita tidak prasangka buruk. Tapi ini ada kepentingan apa? Negara memaksakan untuk pemekaran di tanah Papua. MRP menolak pemekaran atau DOB di tanah Papua dengan alasan tidak memenuhi syarat atau indikator untuk lakukan pemekaran,” kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid meminta pemerintah untuk menunda seluruh pelaksanaan UU Otsus Papua hingga Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan terkait uji materiil yang dilayangkan oleh MRP.

Salah satu implementasi UU Otsus baru itu adalah pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran wilayah di Papua.

“Pemekaran wilayah yang pemerintah sedang laksanakan itu menggunakan UU Otsus yang baru. Kalau UU Otsus yang lama, mereka enggak boleh melakukan itu, kalau mereka melakukan itu maka melanggar pasal 76 yang mewajibkan pemekaran wilayah wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan MRP,” kata Usman.

Ia justru curiga, ambisi pemerintah melakukan pemekaran terkait dengan proses perizinan penambangan di Blok Wabu.

Selama 2-3 tahun terakhir, kata dia, ada tarik ulur antara Kementerian ESDM dengan Gubernur Papua soal penambangan di tempat tersebut.

“ESDM seperti ingin cepat-cepat dapat izin wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dari Gubernur. Lalu muncul beredar surat dari gubernur yang menyetujui, tapi tidak pernah dikonfirmasi oleh kantor gubernur. Saya temui Kepala Biro Hukum, Biro Umum, staf ahli, semuanya membantah,” katanya.

Dengan kondisi itu, ia menduga pemerintah mengambil jalan pintas dengan pemekaran wilayah agar izin mudah diberikan.

“Tampaknya pemerintah seperti kesulitan untuk dapatkan persetujuan penuh dari gubernur, sehingga mencoba dalam ‘mencari jalan pintas’ untuk meminta persetujuan gubernur baru. Misalnya kalau ingin dapat WIUPK di Blok Wabu, bikin saja provinsi pemekaran, Papua Tengah misalnya. Gubernur bisa orang mereka atau orang yang dukung mereka. MRP-nya juga dibuat seperti yang mereka inginkan,” kata Usman.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan pemekaran Provinsi Papua bakal menjadi enam wilayah administrasi. Namun, rencana tersebut belum final karena masih terdapat perdebatan terkait pemekaran.

Enam provinsi yang diusulkan pemerintah pusat antara lain, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dan Papua Tabi Saireri.

Sementara itu, Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan rencana pemekaran provinsi diPapua danPapua Barat adalah bagian dari upaya pemerintah meratakan pembangunan.(*)

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/

Read More