Categories Berita

MRP: Masyarakat Asli Papua Tetap Menolak Pemekaran di Papua

Ketua MRP, Timotius Murib saat berbicara dalam Media Briefing Rencana Pemekaran Wilayah, “Langkah Mundur Demokrasi di Tanah Papua” yang diselenggarakan Public Virtue Institute secara daring pada Kamis (14/04/2022). – Tangkapan Layar Youtube/Public Virtue Institute

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menyatakan hingga kini mayoritas masyarakat asli Papua di 29 kabupaten/kota Provinsi Papua tetap menolak rencana pemekaran Papua. Hal itu terlihat dari gencarnya demonstrasi menolak pemekaran yang terus dilakukan masyarakat asli Papua di berbagai daerah.

Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib dalam acara Media Briefing Rencana Pemekaran Wilayah, “Langkah Mundur Demokrasi di Tanah Papua” yang diselenggarakan Public Virtue Institute secara daring pada Kamis (14/04/2022).

Murib menyatakan rencana pemekaran Papua itu ditolak banyak pihak, karena dibuat tanpa usulan dan pertimbangan MRP, DPR Papua, maupun Gubernur Papua.

Menurut Murib, pemekaran Papua yang diwacanakan pemerintah pusat sejak lama, namun pemerintah pusat tidak pernah berupaya memenuhi ketentuan Pasal 76 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua Lama).

“Mekanisme ini tidak dilalui maupun ditempuh,” ujarnya.

Pemerintah pusat bersama DPR RI kemudian membuat Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) yang memberi wewenang bagi pemerintah dan DPR RI memekarkan Provinsi Papua.

Pada 12 April 2022, rapat paripurna DPR RI menyetujui tiga Rancangan Undang-undang terkait pemekaran Papua sebagai inisiatif DPR. Ketiga RUU inisiatif DPR itu RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tenga,h dan Provinsi Pegunungan Tengah. Apabila nantinya RUU ini disahkan DPR menjadi UU maka akan ada 5 provinsi di Tanah Papua.

Murib menyatakan selama 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, MRP tidak pernah mengeluarkan rekomendasi pemekaran Papua. Ia meminta pemerintah pusat menunda rencana pemekaran Papua, karena daerah yang masuk dalam rencana pemekaran belum layak dijadikan Daerah Otonom Baru.

Menurut Murib, berbagai daerah itu tidak layak dimekarkan karena memiliki masalah yang kompleks, seperti masalah fasilitas yang tidak memadai, konflik antar suku, dan konflik bersenjata.

Ia menyatakan pemerintah pusat seharusnya terlebih dahulu menyelesaikan berbagai masalah tersebut sebelum memekarkan Papua.

“Jadi pemekaran di pending dulu. Mayoritas masyarakat akar rumput menolak pemekaran,” katanya.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan rencana pemekaran Papua yang dipaksakan Jakarta menegaskan adanya upaya pemusatan kembali kendali pemerintahan kepada pemerintahan pusat.

Menurut Usman, upaya itu sudah terlihat dari sejumlah undang-undang yang baru disahkan, misalnya dalam UU Cipta Kerja.

“Secara umum dalam izin usaha, banyak sekali perizinan usaha yang tidak bisa melalui daerah tetapi harus melalui pusat. Padahal dulu dimaksud untuk meredistribusi kesejahteraan maupun meredistribusi pendapatan daerah,” ujarnya. (*)

Sumber: JUBI

Read More