Categories Berita

Peredaran Minuman Beralkohol dan Narkoba di Papua Semakin Marak

Ketua MRP, Timotius Murib menjelaskan keberadaan Maklumat MRPyang diabaikan para kepala daerah dalam pertemuan masa reses MRP di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Senin (4/4/2022) – for Jubi

SENTANI, MRP – Ketua Dewan Perwakilan Cabang Lembaga Anti Narkoba Kabupaten Jayapura, Katerina Lilya Yapo mempertanyakan upaya penyelamatan Orang Asli Papua yang dilakukan Majelis Rakyat Papua. Ia mengeluhkan peredaran minuman beralkohol dan narkotika yang semakin merajalela di Papua.

Hal itu dinyatakan Katerina Lilya Yapo saat menghadiri pertemuan masa reses Majelis Rakyat Papua (MRP) di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Senin (4/4/2022).

“Penyelamatan manusia Papua seperti apa yang dilakukan MRP? Karena akhir-akhir ini banyak Orang Asli Papua yang jadi pengangguran dan akhirnya terjerumus ke hal-hal tidak bertangung jawab. Kita harus salahkan siapa?” tanyanya.

Yapo menyatakan peredaran ganja di Kabupaten Jayapura marak. Ironisnya, kebanyakan pengedar ganja di Kabupaten Jayapura itu justru Orang Asli Papua.

“Pengedar ganja paling banyak Orang Asli Papua. Juga [pengedar[ sabu-sabu. Kalau sudah begini, kita mau salahkan siapa?” tanyanya.

Menurutnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) belum memiliki data lengkap tentang peredaran ganja dan berbagai narkotika lainnya di Papua. Ia menyatakan selama ini BNN di Papua justru menghimpun data tersebut dari berbagai organisasi yang berkampanye untuk memerangi peredaran narkotika di Papua.

“[Namun] organisasi yang ada tidak diperhatikan oleh [pemerintah] daerah setempat. Padahal kami ini kerja setengah mati. Kami kerja dengan hati, kami tidak dipaksakan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti peredaran minuman beralkohol di Papua. Walaupun ia terus gigih berkampanye untuk menghentikan peredaran minuman beralkohol di Papua, akan tetapi kerabat Yapo sendiri justru meninggal karena minuman beralkohol.

Ia menyebut Maklumat MRP tentang peredaran minuman beralkohol yang tidak dijalankan pemerintah daerah di Papua. Akan tetapi, ia juga mengkritik Orang Asli Papua yang masih terus mengonsumsi minuman beralkohol.

“Saya bekerja untuk banyak orang, sedangkan saudara saya tidak saya selamatkan. Terus sekarang kita bicara soal maklumat penjualan minuman beralkohol. Kalau orang tidak datang ke toko untuk beli minuman beralkohol, penjual juga akan bosan dan malas berjualan. Yang salah [termasuk] kita sendiri, manusia Papua. Kami demo ke pemerintah itu capek, berteriak padahal kita Orang Asli Papua yang salah sendiri,” ujar Yapo.

Yapo menyayangkan banyak pihak menggembar-gemborkan Otonomi Khusus Papua dan rencana pemekaran Papua. Akan tetapi, nasib orang asli Papua terus terabaikan, tidak diselamatkan.

“[Kalau] kita bicara soal pemekaran dan Otonomi Khusus Papua, hebat-hebat. Tetapi, manusia Papua generasi ini saja tidak kita selamatkan. Saya berharap MRP mengimbaukan bupati dan wali kota untuk melihat hal itu, karena dampak minuman beralkohol itu orang sudah tidak bicara adat dan agama,” jelas Yapo.

Ketua MRP, Timotius Murib menyatakan Kelompok Kerja Agama MRP terus berbicara tentang pelarangan peredaran minuman beralkohol. “MRP bicara berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Berakohol. Untuk merealisasikannya, bupati dan wali kota [harus] mengeluarkan peraturan daerah tentang minuman beralkohol. Di beberapa kabupaten ada, yang lain tidak ada,” kata Murib.

Murib menyatakan banyak pejabat publik di Papua saat ini mengutamakan pembangunan fisik ketembang keselamatan jiwa Orang Asli Papua. “Saya pikir keselamatan nyawa manusia itu yang lebih penting. Fasilitas itu tidak terlalu penting.  Jalan yang lebar luar biasa, gedung yang megah, tapi kalau manusia Papuanya tidak diselamatkan, itu juga percuma. Orang Papua butuh kehidupan, bukan pembagunan,” jelas Murib. (*)

Sumber: JUBI

Read More