Categories Berita

MRP: Tanah adalah identitas masyarakat adat Papua

Ketua MRP, Timotius Murib bersama Wakil ketua I MRP Jimmy Mabel dan Wakil Ketua II MRP Debora Motte menyerahkan cinderamata kepada Laus Deo Calvin Rumayom usai pertemuan di Kota Jayapura pada Selasa (16/6/2020). – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP Timotius Murib mengatakan masyarakat adat Papua harus mempertahankan tanah adatnya dari pencaplokan atau perampasan atas nama apapun. Murib menegaskan setiap tanah adat harus dijaga, karena tanah adat merupakan identitas masyarakat adat Papua.

Hal itu disampaikan Murib usai membicarakan perlindungan hak komunitas masyarakat adat bersama Staf Ahli Deputi V Kantor Kepresidenan, Laus Deo Calvin Rumayom di Kota Jayapura pada Selasa (16/6/2020). “Masyarakat adat harus mempertahankan tanah adat, karena tanah adat adalah identitas,” kata Murib.

Ia menyatakan tanah adat menjadi identitas, karena seseorang disebut asli jika dia punya tanah adat, juga punya relasi dengan leluhurnya melalui cerita-cerita dan nama keluarga yang melekat pada dirinya sendiri.

Dalam kerangka perlindungan masyarakat adat itulah MRP mengusung tema kerja lima tahun mendatang yang berfokus kepada upaya melindungi manusia dan tanah Papua. Konsep itu dapat diperkaya dengan mendengar penjelasan Rumayom yang memiliki pengalaman bagaimana masyarakat adat di sejumlah negara berjuang melindungi tanah adat mereka.

Murib menyebut diskusinya dengan Rumayom mencerahkan. “Penyampaian ini menjadi pencerahan dalam melindungi hak-hak komunitas masyarakat di lima wilayah adat di Provinsi Papua,”ungkapnya.

Menurut Murib, pencerahan itu juga menjadi penting karena MRP akan mengadakan alat kelengkapan MRP, berikut pemilihan ketua kelompok kerja (Pokja) MRP. Ia berharap materi yang disampaikan Rumayom dapat menjadi bahan menyusun langkah-langkah perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Ketua Pokja Adat MRP Demas Tokoro yang ingin merealisasikan berbagai konsep itu mengatakan tanah selain menjadi identitas masyarakat adat Papua juga merupakan warisan bagi generasi mendatang. Jika dikelola dengan baik, tanah adat akan menjadi warisan yang tidak akan pernah habis untuk anak-cucu.

“Itu warisan buat anak-cucu. Kalau hari ini tanah habis, beralih hak milik atau fungsi, anak-cucu kehilangan warisan, [dan] kita mewarisi penderitaan untuk anak-cucu,” kata Tokoro.

MRP melalui Pokja Adat terus berupaya mengadvokasi tanah-tanah adat yang pelepasannya disengketakan oleh masyarakat adat di Papua. MRP antara lain telah menerbitkan putusan atas sengketa tahan marga Tanawani di Serui, Kabupaten Yapen, Papua, yang dikuasai PT Pertamina. MRP juga mengadvokasi sebidang tanah di Padang Bulan, Kota Jayapura yang saat ini digunakan Balai Kesehatan Provinsi Papua (seluas 12 hektar), dan sebidang tanah seluas 13 hektar di Kampwolker, Kota Jayapura yang dibeli oleh PT Skylane Kurnia. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Terbelenggu Regulasi, “Power” MRP Tidak Tampak

Pembukaan Bimtek bagi pimpinan dan anggotanya MRP yang berlangsung di Hotel Asanah Biak, Senin (4/2/2020)

Biak, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi pimpinan dan anggotanya yang berlangsung di Hotel Asanah Biak, Senin (4/2/2020).

Giat yang resmi dibuka Asisten I Setda Papua Doren Wakerkwa mewakili Gubernur Lukas Enembe dan diikuti pimpinan dan anggota dari lembaga kultur masyarakat adat Papua ini akan berlangsung selama 5 hari.

Hadir pada momen itu, Kepala Bappeda Provinsi Papua, Wakil-wakil MRP serta tamu undangan lainnya.

Bupati Herry yang dikonfirmasi mengakui jika MRP masih dibelenggu regulasi.

“Bahwa sampai hari ini selaku Bupati dan masyarakat, kami harus akui bahwa setelah Otonomi Khusus berjalan kurang lebih hampir 20 tahun, MRP masih dibelenggu dan diikat dengan beberapa regulasi yang menunjukkan bahwa power dari lembaga ini tidak nampak,” akuinya.

Bupati Herry mencontohkan, beberapa regulasi sudah digodok dalam Perdasi juga Perdasus namun selalu terbantahkan dengan regulasi di atasnya.

“MRP bagi saya secara pribadi saya mau katakan jangan cuma dijadikan bingkai dalam otonomi khusus yang hanya di pajang sebagai sebuah pajangan pada presentasi kultur masyarakat Papua tetapi MRP yang mulia harus di tempatkan dalam porsi arah kebijakan dan keputusan yang menyelamatkan masyarakat Papua  dan Tanah Papua,” cetusnya.

Hanya saja masih menjadi pertanyaan, apakah bisa diwujudkan atau hanya dalam tataran konsep saja dalam ranah opini yang selalu dibangun untuk memberikan ketenangan kepada rakyat Papua bahwa ada usaha dan upaya tetapi usaha dan upaya itu tak pernah kunjung datang untuk kesejahteraan masyarakat Papua.

“Sehingga harapan saya, MRP sebagai lembaga yang hadir mewakili representasi kultur masyarakat adat, kewenangan ini harus digunakan,” tegas Bupati Herry.

Ditekankan pula, power pun harus diberikan dan regulasi Jakarta pun harus bisa diperhatikan oleh Pemerintah pusat sehingga MRP ini benar-benar hadir untuk keberpihakan representasi kultur dari rakyat Papua.

“Ketika Undang-undang tidak diterjemahkan dan dilakukan dengan baik, saya yakin bahwa akan ada opini dan persepsi serta pikiran-pikiran lain yang akan memisahkan Undang-undang Nomor 21 yang masih dalam tahapan. Saya katakan Undang-undang 21 belum dilaksanakan di Papua yang dilaksanakan adalah kebijakan otonomi khusus tetapi undang-undangnya belum dilaksanakan,” tekannya.

Pada kesempatan itu, Bupati Herry dan segenap jajaran Pemda serta masyarakat menyambut sukacita kegiatan ini.

Pihaknya berharap bahwa Bimtek yang dilakukan MRP dalam beberapa hari ini ini akan membawa sebuah arah kebijakan baru dalam mewujudkan Papua bangkit, Mandiri, Sejahtera sesuai dengan harapan Gubernur Papua.

“Dengan kehadiran MRP dalam kegiatan Bimtek ini diharapkan tidak hanya melahirkan berbagai kebijakan dan juga komitmen hingga peningkatan kapabilitas. Tetapi juga fungsi kewenangan dan tanggung jawab dari MRP sebagai representasi kultur masyarakat adat Papua,” tukasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua I MRP Jimmy Mabel, S.Th, MM mengeluarkan pernyataan keras.

“Saya tegas bicara, kita tidak bisa bermain-main dan sudah jelas MRP itu bonekanya Jakarta sehingga kami tidak bisa berbuat apa-apa. Jangan lagi ada model seperti itu,” tegasnya.

Sumber: www.dharapospapua.com

Read More