Categories Berita

MRP dan DPR Papua Gelar Rakor Konsultasi Raperdasi Raperdasus Provinsi Papua

JAYAPURA, MRP – Jelang pengesahan beberapa Raperdasi dan Raperdasus pada sidang non APBD yang akan digelar oleh DPR Papua dalam waktu dekat ini. Ketua DPR Papua bersama pimpinan komisi  menggelar rapat koordinasi bersama Majelis Rakyat Papua (MRP), dengan agenda konsultasi terkait Raperdasi Raperdasus Provinsi Papua.

Rapat koordinasi tersebut berlangsung di ruang rapat MRP Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin, (25/7/2022).

“Jadi, pada masa sidang non APBD pertama ini, ada 5 Raperdasi dan 4 Raperdasus. Oleh sebab itu, hari ini DPR Papua melakukan rapat koordinasi dengan MRP sehingga diharapkan lebih awal menyamakan persepsi dan jadwal kerja agar dalam pembahasan ke depan, Raperdasus yang akan disahkan itu tidak hanya pikiran eksekutif dan legislatif, tapi kami mau mendengar MRP sebagai lembaga kultur yang mengetahui banyak permasalahan di Papua,” ujar Jhony Banua Rouw usai rapat koordinasi.

Sehingga lanjut kata Banua Rouw, lebih awal pihaknya menyampaikan terkait mekanisme dan tahapan yang akan dilakukan dan lebih awal memberikan materi kepada MRP agar MRP bisa mempelajari materi itu dengan baik.

“Kalau dulu, pas waktunya kita hanya menyurati, tanpa diskusi. MRP terima dan langsung bahas sepihak, lalu kirim surat kembalikan ke kami lagi. Kita coba lakukan gebrakan untuk merubah pola kerja, dari awal kita sampaikan, kita berikan soft copy meski nanti pada 8 Agustus 2022 kita resmi berikan melalui surat, namun ada waktu dimana kita berharap MRP membentuk tim kerja yang akan membahas bersama-sama dengan komisi – komisi kita, sehingga hal teknis sudah dibicarakan, sehingga tidak berbalas pantun dalam sidang atau surat-menyurat, namun kami tahu betul apa kerinduan dari masyarakat yang diterima MRP ketika melaksanakan tugas di daerah dan menerima aspirasi, bisa dituangkan dalam perda yang ada,” jelas Banua Rouw.

Lebih lanjut kata Banua Rouw, perda – perda yang diputuskan dan disahkan, betul-betul merupakan regulasi yang digodok bersama-sama diatas kepentingan rakyat Papua, khususnya orang asli Papua, tidak ada intervensi atau kepentingan kelompok, kepentingan partai politik dan individu, tapi murni kepentingan rakyat Papua.

“Itu menjadi landasan kita. Saya pikir tadi sudah mendapat dukungan luar biasa dari MRP, kita semua akan bicara atas kepentingan rakyat Papua. Oleh sebab itu, kita berharap perda itu akan segera disahkan, tapi perda ini juga akan dilaksanakan bukan hanya oleh Pemprov Papua, tapi dilaksanakan sampai tingkat kabupaten/kota sehingga ada turunan-turunan yang akan dilakukan supaya kebijakan-kebijakan yang kita buat menjadi payung hukum yang bisa dipertanggungjawabkan dan dilaksanakan dengan baik,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Banua Rouw, menginginkan agar MRP memiliki suatu kewenangan dan otoritas yang bisa dijalankan oleh mereka, tidak hanya sebatas memberikan pertimbangan. Tapi, diharapkan dalam pembahasan raperdasus itu, MRP bisa mengawasi jalannya perdasi dan perdasus, khususnya Perdasus.

Bahkan, jika itu tidak dilakukan eksekutif, dalam hal ini gubernur, maka MRP bisa mengundang Gubernur untuk meminta keterangan atau penjelasan, juga kepada kepala-kepala daerah tingkat kabupaten/kota. Jika ada keputusan MRP atau perdasus yang harus dilaksanakan, namun tidak dilaksanakan oleh kepala daerah, MRP juga mempunyai kewenangan untuk memanggil dan meminta keterangan. Saya pikir ini penting supaya penguatan terhadap MRP ini juga ada secara kelembagaan,” jelasnya.

Proses pembahasan Raperdasus kali ini, agak berbeda dengan tahun sebelumnya. Bahkan, pihaknya sudah menyurati pemerintah pusat, begitu MRP mengembalikan pertimbangannya kepada DPR Papua, pihaknya akan membuat ruang yakni rapat koordinasi lintas kementerian.

Kita akan undang kementerian terkait datang ke Papua, kita sama-sama bicarakan ini, sehingga konsep berpikir kita sama. Tidak hanya melihat waktu kita kirim untuk finalisasi atau konsultasi pusat, mereka tinggal coret karena dianggap tidak sesuai, namun ada ruang kita untuk diskusi antara MRP, DPR Papua, Pemprov Papua dan Pemerintah Pusat.

Kami sudah menyiapkan jadwal itu akan dilakukan pada 25 Agustus 2022 untuk mengundang lintas kementerian dan kami sudah menyurat kemendagri untuk menfasilitasinya, sehingga perdasus ini jadi, maka kepentingannya adalah memberikan affirmasi, proteksi, memberdayakan dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi OAP untuk melaksanakan usahanya, sehingga taraf hidup OAP meningkat dan menikmati pembangunan di Tanah Papua, imbuhnya.

“Kita akan undang kementerian terkait datang ke Papua, kita sama-sama bicarakan ini, sehingga konsep berpikir kita sama. Tidak hanya melihat waktu kita kirim untuk finalisasi atau konsultasi pusat, mereka tinggal coret karena dianggap tidak sesuai, namun ada ruang kita untuk diskusi antara MRP, DPR Papua, Pemprov Papua dan Pemerintah Pusat. Kami sudah menyiapkan jadwal itu akan dilakukan pada 25 Agustus 2022 untuk mengundang lintas kementerian dan kami sudah menyurat kemendagri untuk menfasilitasinya, sehingga perdasus ini jadi, maka kepentingannya adalah memberikan affirmasi, proteksi, memberdayakan dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi OAP untuk melaksanakan usahanya, sehingga taraf hidup OAP meningkat dan menikmati pembangunan di Tanah Papua,”tukasnya.

Sementara itu Ketua MRP Timotius Murib, mengatakan Perdasus itu menjadi kewenangan DPR Papua. Setelah jadi, eksektif dan legislatif mengirim ke MRP. Biasanya 5 hari atau 1 minggu untuk dibahas MRP, namun kali ini berbeda.

“Untuk itu, kami berterima kasih kepada DPR Papua dengan ide gagasan yang luar biasa, karena dari awal MRP dilibatkan membicarakan point-point penting di dalam perdasus. Saya pikir ini konsekuensi daripada Perdasus berdampak kepada kehidupan masa depan Orang Asli Papua, sehingga keterlibatan MRP dalam kepentingan ini, dimasukan dalam pembahasan awal. Ini sangat luar biasa, sehingga kami sampaikan terima kasih kepada DPR Papua,”terang Timotius Murib.

Lebih lanjut dijelaskan Timotius Murib, ada 4 raperdasus yang telah dibahas oleh DPR Papua dan akan diserahkan ke MRP untuk sama-sama Pokja MRP untuk membahas. Nantinya Pokja – Pokja dalam MRP akan diundang oleh Komisi – Komisi DPR Papua dalam pembahasan raperda itu.

“Saya pikir itu sangat luar biasa, dimana ada ruang bagi MRP untuk bisa memberikan masukan dan saran daripada pasal dan ayat pada Perdasus yang akan dibahas,” tuturnya.

Diakui, konsekuensi dari UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua itu, dari daerah yang harus memberikan respon kepada pemerintah.

“Artinya bahwa dari kita untuk kita. Jadi, kehidupan seperti apa yang diinginkan rakyat kita, MPR dan DPR Papua serta Pemprov Papua duduk bersama untuk bicara dan dituangkan dalam regulasi itu,”pungkasnya. (*)

Read More
Categories Berita

MRP Plenokan 6 Penetapan Putusan Dalam Rangka Perlindungan Hak-hak Orang Asli Papua

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat pleno pengesahan 6 penetapan keputusan MRP untuk melindungi masyarakat Papua di provinsi Papua, pada Selasa (12/7/2022), bertempat di ruang sidang.

6 penetapan keputusan dalam rapat pleno MRP diantaranya ;

  1. Penetapan keputusan Majelis Rakyat Papua tentang larangan pemberian nama atau gelar adat kepada orang lain di luar suku pemangku adat.
  2. Penetapan keputusan Majelis Rakyat Papua tentang larangan jual beli tanah di Papua.
  3. Penetapan keputusan Majelis Rakyat Papua tentang moratorium izin mengelolaan sumber daya alam di tanah Papua.
  4. Penetapan keputusan Majelis Rakyat Papua tentang penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum terhadap orang asli Papua.
  5. Penetapan keputusan Majelis Rakyat Papua tentang perlindungan cagar alam di tanah
  6. Penetapan keputusan Majelis Rakyat Papua tentang pemenuhan hak politik perempuan asli Papua dalam pemilu Legislatif.

Penetapan keputusan sidang plono tersebut disetujui oleh pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua untuk ditindaklanjuti oleh anggota MRP untuk disosialisasikan ke 5 wilayah adat masing- masing di provinsi Papua.

Timotius Murib, ketua MRP usai penetapan 6 keputusan Majelis Rakyat Papua tersebut dapat dijalankan oleh masyarakat orang asli Papua karena sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, Majelis Rakyat Papua memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak Orang Asli Papua.

“penetapan keputusan ini akan di sosialisasikan ke masyarakat Papua yang ada di 5 wilayah adat oleh pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua yang sudah dibentuk ketua tim untuk turun ke Wamena (Lapago), Nabire (Meepago), Jayapura (Tabi), Animha (Merauke) dan Saireri (Waropen),” kata Murib.

Murib juga berharap sosialisasi ini dapat didukung oleh pimpinan adat, agama dan perempuan di masing-masing wilayah adat demi perlindungan hak-hak orang asli Papua. (*)

HUMAS MRP 

Read More