Categories Berita

Meski Tertunda, MRP akan Fasilitasi Mahasiswa Eksodus Bertemu Forkopimda Papua

 

Mahasiswa exodus Papua saat mendatangi kantor MRP membawa aspirasi – Humas MRP

 

JAYAPURA, MRP – Rencana Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan pertemuan koordinasi dengan perwakilan mahasiswa eksodus Papua yang ada di Jayapura dilarang pihak kepolisian dengan alasan kerumunan orang menyalahi maklumat Kapolda Papua terkait pencegahan Covid-19.

“MRP bersama Forkopimda Papua sudah siap melakukan pertemuan dengan perwakilan mahasiswa eksodus, tetapi dibatasi oleh maklumat Polda Papua tentang larangan mengumpulkan massa di masa pandemi Covid-19. Kami menghargai itu dan pertemuan sekarang ditangguhkan lagi,” kata Timotius Murib, ketua MRP, kepada suarapapua.com, Senin (7/12/2020).

MRP menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa eksodus yang sangat memahami situasi saat ini hingga bisa kembali ke tempat penginapan. Meski diakuinya sudah beberapa kali aspirasi disampaikan untuk kembali kuliah dan lainnya.

“Pernyataan atau aspirasi mereka ini ingin sampaikan kepada Forkopimda Papua. Berbagai kesempatan belum sempat dan hari ini sudah dua tahun mereka ada di Papua, aspirasinya belum juga disampaikan ke Forkopimda Papua,” jelasnya.

Lantaran pada kesempatan kali ini pun gagal, MRP menurut Timo, akan segera memfasilitasinya agar mahasiswa eksodus Papua bisa sampaikan aspirasinya.

“Seketika mereka tiba di Papua, sudah dua kali pak Gubernur Papua ingin bertemu untuk dengar langsung apa aspirasi adik-adik dari berbagai kota studi. Tetapi memang belum sempat sampaikan. Kemudian MRP juga memberikan ruang satu kali mahasiswa eksodus bertemu perwakilan gubernur Papua yang diwakili oleh Sekda Papua, tetapi mahasiswa tidak menyampaikan aspirasi hingga tertunda dua tahun ini,” tuturnya.

Kesempatan yang diberikan Forkopimda Papua belum terlaksana, sehingga aspirasi dan sikap mahasiswa pun belum diketahui. Dalam hal ini MRP sebagai fasilitator, diharapkan ada kesabaran karena pada bulan ini tak mungkin ada pertemuan.

“Bulan Desember ini adik-adik tidak ada kesempatan untuk bertemu Forkopimda Papua. Nanti MRP akan bicarakan dengan Forkopimda untuk fasilitasi, itupun bila adik-adik bisa bersabar untuk bertemu mereka sebagai orang tua pada awal tahun depan, bulan Januari 2021,” harap Murib.

Rencana audensi mahasiswa eksodus dengan MRP dan DPRP di kantor MRP, Rabu (2/12/2020), tak diizinkan aparat kepolisian dengan merujuk maklumat Kapolda Papua.

Sejak pagi mahasiswa eksodus berkumpul dan sekitar Pukul 10:14 WIT masuk ke halaman kantor MRP. Pintu gerbang tertutup dan dikawal anggota Polri mengenakan atribut lengkap.

Situasi itu mengejutkan mahasiswa eksodus karena agendanya audiensi di kantor MRP sesuai surat permohonan yang dikirimkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, 2 Desember 2020.

Imanus Komba, PBH LBH Papua mendampingi mahasiswa eksodus, melakukan upaya negosiasi dengan pihak kepolisian.

“Negosiasi kami tidak diterima. Mahasiswa eksodus dilarang masuk ke dalam kantor MRP dengan alasan perintah atasan dan juga belum ada surat dari Tim Gugus Provinsi Papua,” kata Komba.

“Saya jelaskan pentingnya audiensi ini dan MRP yang mengundang. Tetapi aparat dengan tegas katakan tidak boleh ada kegiatan,” lanjutnya.

Kepada aparat keamanan, mahasiswa berulangkali meyakinkan seraya mengaku MRP telah berkomunikasi dengan Kapolres dan Kapolda. Dengan dasar itu MRP kirim surat undangan untuk datang ke kantor MRP menghadiri audiensi.

Ini juga diperkuat penjelasan dari pihak MRP. Sayangnya, semua alasan itu tidak diindahkan dan membubarkan mahasiswa eksodus bersama anggota MRP yang ada di depan gerbang masuk kantor MRP.(*)

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

MRP akan kawal aspirasi pelajar soal tapol Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib didampinggi beberapa anggota MRP berfoto bersama para aktivis Solidaritas Mahasiswa Papua. – Dok. MRP

JAYAPURA,  MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menyatakan akan mengawal aspirasi Solidaritas Mahasiswa Papua yang meminta tujuh tahanan politik Papua yang sedang diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan segera menerima. Hal itu dinyatakan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Rabu (10/6/2020).

Timotius Murib menyatakan pada Selasa (9/6/2020) pihaknya telah menerima kunjungan Solidaritas Mahasiswa Papua. Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai perguruan tinggi di Kota Jayapura yang datang ke MRP untuk menggabungkan masalah beratnya

“Kemarin kami menerima undangan BEM perguruan tinggi negeri dan swasta,” kata Murib kepada Jubi, Rabu.

Menurutnya, aspirasi yang disampaikan Solidaritas Mahasiswa Papua kepada MRP sama dengan yang mereka umumkan sebelumnya, meminta pembebasan ketujuh tapol yang sekarang diadili di PN Balikpapan. Para siswa meminta MRP mengupayakan ketujuh tapol Papua itu bisa dibeli tanpa syarat.

Murib menyatakan setelah tindakan dan ujaran terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 Agustus 2019, MRP telah membentuk Tim Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) MRP. Murib akan mengumumkan aspirasi Solidaritas Mahasiswa Papua kepada tim tersebut. “Karena itu, melalui tim itu, kami akan meneruskan aspirasi pelajar. Kita berjuang bersama, ”kata Murib.

Ketua Tim Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) MRP, Yoel Luiz Mulait mengatakan pihaknya akan mengawal aspirasi mahasiswa.

“Sesuai pasal 20 huruf (e) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, itu tugas dan wewenang MRP. Jadi setiap aspirasi rakyat Papua [menjadi] tugas kami untuk kawal. Tentunya, sesuai mekanisme kelembagaan MRP, ”kata Mulait. (*)

Sumber: Jubi. co. id 

Read More

Categories Berita

MRP minta Bupati Jember beri perlindungan mahasiswa Papua

Bupati Jember, dr. Hj. Faida, foto bersama Pimpinan MRP serta Pokja Perempuan di kantor MRP, Senin (27/1/2020) – Jubi/Agus Pabika

 

Jayapura, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, minta Bupati Jember, dr. Hj Faida, untuk memberi perlindungan kepada anak-anak Papua yang sedang menempuh pendidikan di kota tersebut.

Senin (27/1/2020), Bupati Jember melakukan kunjungan kerja dengan bertemu Majelis Rakyat Papua (MRP) di kantor MRP, guna membahas beberapa agenda penting, di antaranya adalah perkembangan mahasiswa eksodus yang masih berada di Papua serta perlindungan terhadap hak-hak perempuan.

“Banyak diskusi yang kami lakukan, terutama masalah mahasiswa eksodus, dan kenyamanan mahasiswa di Jember untuk diberi perlindungan oleh Pemkab Jember agar anak-anak kami bisa bersekolah dengan baik,” kata Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, saat ditemui Jubi, Selasa, (28/1/2020).

Murib juga berharap 200 lebih pelajar Papua di Jember dapat diperhatikan oleh Bupati Jember karena persoalan rasisme beberapa waktu lalu membuat mereka trauma untuk melanjutkan pendidikan.

Sementara itu, Bupati Jember,  dr. Hj Faida, menyampaikan terima kasih karena bisa diterima di lembaga kehormatan MRP di Tanah Papua.

“Ini majelis khusus yang tidak ada di Jember karena kami belajar majelis ini dibuat khusus untuk rakyat asli Papua. Terutama tentang adat-istiadat, bagaimana memperjuangkan kepentingan masyarakat asli Papua. Kami bertemu juga dengan divisi perempuan di Pokja Perempuan dari 17 perempuan asli Papua yang mendapat amanat untuk memperjuangan hak perempuan Papua dan kami bertukar pikiran guna membagi pengalaman demi kerja-kerja ke depan,” katanya.

Lebih jauh Bupat Jember mengataka pihaknya belajar banyak dari lembaga MRP dan berharap anggota MRP juga bisa berkunjung ke Jember untuk menjalin silaturahim dengan jajaran Pemkab.

Bupati Jember juga berjanji akan menjaga anak-anak Papua agar mereka dapat menjadi generasi-generasi ungulan asli Papua yang akan membangun Tanah Papua di masa mendatang. (*)

 

 

Read More
Categories Berita

Meeting postponed, ‘exodus’ students still wait to see Papua Governor

The Chairperson of Papuan People’s Assembly Matius Murib during a dialogue with the exodus students’ group at his office’s lawn, Jayapura, Thursday (9/1/2020). -Jubi/Courtesy Papuan People’s Assembly

 

Jayapura, MRP – The exodus students’ goal to meet and have a dialogue with Papua Governor and the Chairs of Papuan House of Representatives and Papuan People’s Assembly on Thursday (16/1/2020) had not yet materialized. The Chairperson of Papuan People’s Assembly Timotius Murib, who set up the meeting, announced it has to postpone.

“Last week the students asked [to meet the governor and the House of Representative’s chairperson on] Thursday. But we asked them to wait for the governor to schedule the meeting,” Murib told Jubi in Jayapura on Thursday.

Following the mob’s persecution and racism taunt towards Papuan students in Surabaya on respective 16 and 17 August 2019, thousands of Papuan students studying in various Indonesian regions, have returned home to Papua in exodus wave. The seizure and persecution by security forces and local mobs to their boarding houses and accommodation drove the feeling of unsecured amongst the Papuan students. Therefore, many of them decided to discontinue their study and return home to Papua.

The Papua Police Chief estimated that the number of exodus students coming from various tertiary institutions from external Papua reaches three thousand. By contrast, the Central Post of Exodus Students in Jayapura said their current number is six thousand.

On January 2020, 146 people identified themselves as members of the Central Post of Exodus Students came to the office of Papua’s People Assembly asking the Chairperson Timotius Murib to schedule a meeting with the governor Lukas Enembe and the chairperson of Papuan House of Representative Jhony Banua Row. They said that they wanted to convey their statement regarding the issue of racism towards Papuans through this setup.

The meeting previously scheduled for taking place on Thursday this week, but Murib said it had to postpone due to further acknowledgement from the governor. Furthermore, he said his office (Papuan People’s Assembly) would notify the students if the Papuan Governor is already in Papua because the Governor Enembe also wants to meet the exodus students. Even the governor has tried several times to meet the exodus students but continued to reject by the students.

“In 2019, [when the case of] racism increased, the governor came to Surabaya to meet the students but failed [to meet. After the governor] arrived in Papua, he [had] invited [the exodus students in a meeting], but the students rejected it,” said Murib.

Now, the representatives of the Central Post of Exodus Students asked for a meeting with the Papuan Governor. Personally, Murib said he hopes the meeting would immediately happen. He said it is crucial because it contains the issue of the future of these students, those who expected to become the foundation of Papua’s future.

“Education is more important, because [education will become an investment] of their future and this nation. Therefore, we are waiting for the governor to set up the meeting with the students,” said Murib.

In the meantime, Kaitanus Ikinia from the Central Post of Exodus Students confirmed that the students already received notification about this postponement. “Today is cancelled. [We knew] after communicating with the Papuan People’s Assembly,” Ikinia texted Jubi on Thursday. (*)

 

Sumber: https://eng.jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP Akan Temui Mahasiswa Eksodus Besok

 

Rombongan Eko Philipus Kogoya berfoto bersama di depan Kantor Majelis Rakyat Papua di Jayapura, Papua, pada 17 Desember 2019 lalu. – Jubi/Benny Mawel

 

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua atau MRP pada Kamis (9/1/2020) dijadwalkan untuk bertemu Eko Philipus Kogoya dan kawan-kawan selalu wakil “mahasiswa eksodus” yang meninggalkan kuliah mereka di berbagai kota studi di luar Papua. Kehadiran para mahasiswa eksodus itu penting untuk mengetahui aspirasi mereka.

Hal itu dinyatakan Ketua MRP Timotius Murib kepada Jubi di Jayapura, Rabu (8/1/2020). “MRP akan merima adik-adik [mahasiswa eksodus] yang mau datang,”  kata Timotius Murib.

Sejak terjadinya persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019 lalu, ribuan mahasiswa yang berkuliah di berbagai perguruan tinggal yang berada di luar Papua melakukan eksodus. Mereka meninggalkan kuliahnya, dan memilih pulang ke Papua sebagai protes atas persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Pada 17 Desember 2019 lalu, sejumlah 30 orang yang mengaku sebagai bagian dari para mahasiswa eksodus mendatangi Kantor MRP di Jayapura, Papua. Saat itu Eko Philipus Kogoya dan kawan-kawannya gagal bertemu dengan para pimpinan MRP, sehingga mereka dijadwalkan untuk bertemu pimpinan MRP pada Kamis.

Timotius Murib menyatakan MRP sangat ingin bertemu dengan para mahasiswa eksodus, untuk mengetahui aspirasi dan harapan mereka. “Hasil pertemuan ini nantinya kita sampaikan kepada Gubernur Papua,” kata Murib seusai pembukaan Sidang Pleno MPR I 2020.

Saat ditemui Jubi pada 17 Desember 2019, Eko Philipus Kogoya selaku pimpinan rombongan mahasiswa eksodus menyatakan datang untuk mengadukan nasib dan harapan para mahasiswa eksodus kepada MRP. Kogoya menyatakan jumlah mahasiswa yang memilih berhenti kuliah dan meninggalkan kota studi mereka mencapai kisaran 6.000 orang.

Kogoya menyatakan para mahasiswa eksodus juga ingin bertemu dengan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua. Para mahasiswa juga ingin bertemu dengan Gubernur Papua. Menurut Kogoya, para mahasiswa ingin menyampaikan pernyataan sikap mereka atas kasus persekusi dan tindakan rasisme terhadap para mahasiswa Asrama Mahasiswa Papua Kamasan III di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019 lalu.

“Mahasiswa eksodus masih ada di Jayapura. [Kami] tidak ke mana-mana, [dan] kami akan sampaikan [pernyataan] sikap [kami],” kata Kogoya.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More