Categories Berita

Ketua Majelis Rakyat Papua Memberikan Klarifikasi Terkait Video Singkat Dirinya di Genewa

JAYAPURA, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) menegaskan bahwa dirinya berada di di Genewa Swiss dalam forum Universal Periodic Review (UPR), dalam rangka memberikan pandangan sesama pemerintah dalam kemajuan dan perlindungan HAM, termasuk untuk penghormatan HAM terhadap kelompok penyandang Disabilitas.

Pernyataan Timotius Murib ketua MRP, ini juga merupakan klarifikasi terkait beredarnya video singkat dirinya saat berada di Genewa Swiss dalam forum Universal Periodic Review (UPR), beberapa waktu lalu. Senin, (14/11/2022).

“Setelah melihat percakapan dan flyer-flayer yang beredar baik di whatsapp MRP maupun pada group whatsapp lainnya diluar yang cenderung tendensius, maka perlu saya secara pribadi ingin menanggapi bahwa, pertama; Ketua MRP diundang personal sebagai Panelis dan difasilitasi (bukan menggunakan Perjalanan Dinas dari MRP) oleh pengundang untuk mengikuti diskusi kritis sebagai masukan bagi UPR di Geneva, Swiss Universal Periodic Review (UPR),” kata Murib.

Lanjutnya, UPR sendiri merupakan forum tukar-menukar pandangan sesama pemerintahan dalam kemajuan dan perlindungan HAM, termasuk untuk penghormatan HAM kelompok penyandang Disabilitas. Mekanisme UPR merupakan suatu kerjasama tinjau ulang 4 tahunan yang adil, dimana seluruh negara anggota PBB berkesempatan untuk dikaji ulang atau pun menjadi negara yang memberikan pandangan serta rekomendasi HAM-nya.

“Termasuk Indonesia yang hadir diwakili Menlu Retno Marsudu dan rombongan Kedua; yang diundang menjadi Panelis dalam diskusi kritis tersebut, bukan hanya ketua MRP,  tapi ada juga Beka Ulung Hapsara (Anggota Komnas HAM), Andy Yentriyani (Anggota Komnas Perempuan), Usman Hamid (Direktur Amnesty Internasional), Dr. Benny Giay (Dewan Gereja Papua), dan tokoh-tokoh lainnya,” tulis Murib.

Lanjutnya, terkait video singkat ketua MRP yang beredar di group whatsapp dan media sosial lainnya, menurut saya adalah ekspresi keprihatinan MRP atas belum tuntasnya penegakkan hukum atas pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Mari berpikir yang positif supaya sehat jasmani, jiwa, dan akal-nya untuk berkarya lebih banyak lagi bagi Indonesia, terlebih khusus bagi Masyarakat Orang Asli Papua,” pesannya.

Sebelumnya sebuah kemajuan dalam proses menuju “Dialog Damai” Papua dengan Indonesia disepakati di Jenewa, Swiss oleh United Liberation Movement for Papua (ULMWP), Komnas HAM RI dan Majelis Rakyat Papua (MRP) pada. Kesepakatan melaksanakan Jeda Kemanusiaan ini ditandatangani pada tanggal 11 November 2022.

“Pada kesempatan ini, kami menyampaikan pencapaian penting dalam proses penjajakan menuju perundingan damai. Pada 11 November 2022 telah ditandatangani sebuah Nota Kesepahaman untuk melaksanakan Jeda Kemanusiaan Bersama di Tanah Papua,” kata Markus Haluk, Direktur Eksekutif ULMWP.

Kesepakatan ini dibenarkan oleh Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.

“Ia, kemarin memang kami menyepakati beberapa poin. ULMWP, Komnas HAM dan MRP,” jawab Beka Ulung.

Menurut Markus Haluk, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) adalah wadah politik bangsa Papua yang memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua secara bermartabat. ULMWP juga tetap menjalankan misi kemanusiaan serta menggalang dukungan diplomasi politik komunitas regional dan internasional serta mendorong untuk membuka ruang demokrasi melalui perundingan damai untuk mencari penyelesaian konflik di West Papua.

“Konflik antara bangsa Papua dan Pemerintah Indonesia yang berlangsung selama 59 tahun telah menimbulkan korban. Dalam proses penyelesaian konflik dimaksud Para Pihak antara lain Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI), Majelis Rakyat Papua, Dewan Gereja Papua serta ULMWP,” ungkap Markus Haluk.

Haluk mengatakan para pihak telah tiga kali melakukan pertemuan penjajakan menuju perundingan damai, yaitu pada 15 Juni 2022, 18-19 Agustus 2022, dan 10-11 November 2022. Seluruh pertemuan tersebut berlangsung di kota Jenewa, Swiss.

Nota Kesepahaman yang ditandatangani ini untuk melaksanakan Jeda Kemanusiaan Bersama pada wilayah tertentu di Tanah Papua. Jeda Kemanusiaan Bersama ini adalah bersyarat dan merupakan bentuk nyata atas komitmen Para Pihak dalam melanjutkan upaya penjajakan menuju perundingan damai. Nota Kesepahaman secara umum juga mengatur tentang prinsip, prosedur, dan mekanisme pelaksanaan Jeda Kemanusiaan Bersama.(*)

Humas MRP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *