Categories Siaran Pers

MRP Resmi Serahkan Berkas Kesimpulan Uji Materill UU Otsus ke MK

JAKARTA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya resmi menyerahkan berkas berisi kesimpulan dari langkah uji materi atas UU Otsus Jilid I ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 25 Mei 2022. Bersama tim kuasa hukum DPN Peradi, Ketua MRP Timotius Murib beserta Wakil Ketua I Yoel Luiz Mulait, dan sejumlah anggota MRP menyerahkan langsung berkas tersebut di Gedung MK dan diterima tepat pada pukul 11.07 WIB.

“Sekarang harapan terakhir keadilan terletak di pundak para hakim konstitusi. Kami telah berusaha melakukan yang terbaik agar tidak ada perubahan kebijakan yang merugikan hak-hak konstitusional orang asli Papua,” kata Timotius.

Timotius menjelaskan bahwa langkah uji materi tersebut merupakan upaya untuk menyalurkan aspirasi rakyat Papua melalui jalur yang terhormat dan bermartabat.

“Kami ingin menyalurkan ekspresi protes dan aspirasi rakyat Papua tersebut melalui jalan yang terhormat dan bermartabat. Kami tidak ingin ekspresi-ekspresi protes rakyat Papua hanya dilihat sebagai ekspresi jalanan yang kerap disikapi secara berlebihan. Kami tidak ingin ada lagi korban. MK adalah tempat yang tepat untuk menyampaikan keberatan kami atas UU tersebut,” katanya.

Kepada pers, perwakilan kuasa hukum dari DPN Peradi Roy Rening menyampaikan terima kasih kepada Mahkamah Konstitusi yang sedari awal mendengarkan apa yang menjadi permasalahan dari revisi kedua UU Otonomi Khusus. “Kami juga amat berterima kasih kepada semua pihak yang membantu, termasuk media massa. Para saksi, ahli, dan jajaran pemerintah provinsi Papua serta lembaga negara seperti Komnas HAM yang turut memberikan pendapat dalam perkara ini,” kata Roy.

Sejak tahun lalu, MRP mengajukan keberatan atas sejumlah pasal dalam UU No. 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Terhadap UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Di antaranya, MRP mempersoalkan dihapusnya ketentuan Pasal 28 tentang pendirian partai politik lokal oleh orang asli Papua hingga perubahan atas ketentuan Pasal 76 yang akhirnya membuat kewenangan untuk melakukan pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi tidak lagi membutuhkan persetujuan MRP.

Dalam kesempatan yang sama, Yoel menambahkan bahwa MRP telah menemui pimpinan partai politik nasional, sejumlah menteri dan juga Presiden.

“Banyak dari mereka sangat memberi perhatian terhadap situasi Papua. Mereka semua memberikan penghormatan kepada MK untuk mengambil keputusan atas perkara ini. Mereka setuju jika keputusan apa pun, termasuk daerah otonomi baru, agar ditunda setelah putusan MK. Kami juga lega ketika Presiden mengatakan akan patuh pada putusan MK,” kata Yoel.

Pada pertengahan April lalu MRP melakukan kunjungan keliling menemui pimpinan partai-partai politik nasional. Di antaranya MRP bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Syaikhu.

Pada 26 April pimpinan MRP bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Presiden didampingi oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian. Dalam pertemuan tersebut, Presiden mengatakan akan patuh pada putusan MK. Presiden juga mempersilahkan MRP untuk membicarakan keberatan atas kebijakan pemerintah pusat melalui menteri terkait. Ketika diminta untuk berkunjung ke Kantor MRP, Jokowi langsung menyanggupi.

“Saya sudah 14 kali datang ke Papua. Mengenai undangan hadir ke Kantor MRP, saya siap memenuhinya,” kata Jokowi ketika itu. (*)

Read More
Categories Galeri Video

Benny Sweny: Perubahan Kedua UU Otsus Melemahkan MRP

JAKARTA, MRP – Majelis Rakyat Papua menilai pemekaran Papua untuk membentuk tiga provinsi baru tidak serta merta menjamin Orang Asli Papua akan sejahtera. Hal itu dinyatakan Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib dalam Media Briefing “Perkembangan Pembentukan Daerah Otonomi Baru Pasca Pertemuan dengan Istana” yang diselenggarakan Public Virtue secara daring pada, Rabu (27/4/2022).

Hal itu disampaikan Murib menyikapi langkah rapat paripurna DPR RI menetapkan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) pembentukkan tiga provinsi baru di Papua sebagai RUU inisiatif DPR RI pada 12 April 2022. Sejumlah tiga provinsi baru yang dibentuk dari hasil pemekaran Papua itu adalah Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.

Murib mengatakan saat ini sumber daya manusia Papua tidak cukup dan tidak siap untuk menghadapi pemekaran Papua. Menurutnya, tidak ada juga jaminan bahwa tiga provinsi yang dibentuk melalui pemekaran Papua akan membuka kesempatan bekerja bagi Orang Asli Papua.

“Tidak ada partisipasi masyarakat Papua dalam pemekaran. Buktinya masyarakat asli Papua di 29 kabupaten dan kota di Papua terus melakukan penolakan terhadap pemekaran,” ujar Murib.

Insert Content here Murib menyampaikan Orang Asli Papua sebenarnya ada evaluasi yang menyeluruh atas pelaksanaan Otonomi Khusus Papua selama 20 tahun terakhir. Evaluasi itu perlu dilakukan guna melihat sejauh mana penerapan Otonomi Khusus Papua berhasil atau gagal meningkatkan kesejahteran Orang Asli Papua. “Harus evaluasi secara total dulu,” katanya.

Read More

Categories Berita

PPID Papua Diharapkan Optimal Implementasikan Keterbukaan Informasi Publik

BANTEN, MRP – Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Provinsi Papua diharapkan mengimplementasi keterbukaan informasi publik dalam rangka mengoptimalkan tugas dan fungsinya sebagai garda terdepan. Khususnya dalam melakukan pelayanan informasi di Bumi Cenderawasih.

Kepala bidang Teknologi Informasi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Papua Thomas Sibi dalam siaran persnya di Jayapura, Senin (23/5/2022), mengatakan pihaknya melakukan kunjungan ke Provinsi Banten untuk belajar lebih detail mengenai pelaksanaan pengelolaan dan implementasi keterbukaan Informasi publik serta proses pengambilan kebijakan.

“Memilih Provinsi Banten karena gudangnya pendekar dan jawara-jawara dalam hal transparansi, dimana tingkat nasional selalu masuk dalam peringkat dalam keterbukaan informasi publik,” katanya.

Menurut Thomas, Provinsi Papua dalam konteks keterbukaan informasi publik, pada 2011 telah membentuk PPID melalui SK Gubernur Papua yang mana sampai 2018 Papua telah memperoleh  anugerah keterbukaan informasi publik dengan cukup informatif, lalu 2019 menuju informatif, kemudian 2020, menuju Informatif dan terakhir 2021 turun cukup informatif.

“Sebenarnya Papua bukan hanya mengejar label penganugerahan yang dimaknai sebagai konstestasi antarbadan publik tapi lebih dari itu bagaimana melaksanakan pengelolaan dan layanan informasi publik pada badan publik dengan baik secara cepat, tepat waktu, bertanggungjawab,” ujarnya.

Thomas menjelaskan tidak hanya itu selain label penganugerahan juga sebagai tolak ukur Implementasi keterbukaan informasi publik, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik sesuai dengan Visi Misi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera yang Berkeadilan.

“Sehingga ke depan Provinsi Papua bisa seperti Provinsi Banten dalam mengelola dan mengimplementasi keterbukaan informasi publik serta menjadi bekal dalam mempersiapkan Provinsi Papua Informatif, Kitorang Bisa,” katanya lagi.

Thomas menambahkan selain itu kunjungan ke Provinsi Banten guna mempererat hubungan silaturahmi serta mengenal lebih dekat antara PPID utama Provinsi Papua dengan PPID utama Provinsi Banten maupun pembantu/pelaksana.

Sekadar diketahui, kunjungan kerja dan studi banding PPID Utama dan Pelaksana dihadiri seluruh Diskominfo Kabupaten Kota Se Papua dan SKPD Teknis di lingkungan pemerintah Provinsi Papua yang akan berlangsung 23-24 Mei di Provinsi Banten. (*)

 

Read More
Categories Berita

Terkait RUU DOB, Pemerintah Wajib Terapkan Partisipasi Bermakna, Bukan Partisipasi Manipulatif

JAYAPURA, MRP – Koalisi Kemanusiaan untuk Papua mendesak pemerintah untuk menerapkan partisipasi orang asli Papua yang bermakna terutama terkait kebijakan perubahan kedua undang-undang otonomi khusus dan rencana tiga RUU daerah otonomi baru (DOB) di Papua.

Koalisi menilai pertemuan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada 20 Mei 2022 justru menyiratkan partisipasi yang jauh dari bermakna, bahkan cenderung manipulatif.

Koalisi merujuk siaran pers Majelis Rakyat Papua (MRP) pada 20 Mei 2022, yang resmi membantah dukungan MRP atas UU Otsus dan RUU DOB.

MRP menegaskan sikap resmi mereka saat menemui Presiden pada 25 April lalu bahwa orang asli Papua keberatan atas UU Otsus dan DOB. MRP melayangkan gugatan terhadap revisi UU Otsus Papua kepada Mahkamah Konstitusi. MRP menghargai komitmen Presiden untuk patuh pada putusan MK dan janji tindaklanjut presiden berkunjung ke kantor MRP di Jayapura.

MRP menyesalkan pertemuan Presiden dengan sejumlah oknum anggota MRP yang diam-diam hadir tanpa memiliki mandat surat tugas MRP namun mengatasnamakan rakyat Papua untuk mmendukung revisi UU Otsus Papua serta pembentukan DOB di Papua.

Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Anum Siregar menilai pertemuan itu sebagai upaya politik pecah belah pemerintah pusat terhadap sikap rakyat Papua.

“Jakarta untuk kesekian kalinya melakukan pecah belah. Kami tidak mau terjebak apalagi memperuncing ketegangan internal anggota MRP karena itu yang diinginkan oleh pihak-pihak yang mengatur pertemuan itu. Kami menolak politik pecah belah élite-élite pusat atas Papua. Presiden justru jadi ingkar janji atas pertemuan sebelumnya, yaitu menghormati putusan MK,” kata Anum dalam pres releasenya ke Kantor Redaksi Suara Adat. Com, Sabtu, (21/05).

Aktivis Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Muhammad Azka Fahriza menilai pertemuan Istana Bogor sebagai bentuk partisipasi kebijakan yang manipulatif.

“Ini jelas manipulatif. Ketua MRP telah memberikan klarifikasi bahwa tidak benar MRP mendukung UU Otsus Jilid II maupun DOB. Delegasi MRP dalam pertemuan itu jelas illegal. Memalukan sekali mereka yang datang ini. Seperti menjual tanah dan rakyat Papua dengan harga yang murah. Publik dan media harus kritis,” kata Azka.

Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri mengingatkan, rencana DOB mendapat protes luas warga Papua. Salah satunya pada 10 Mei 2022, orang Papua menggelar protes damai di berbagai wilayah di Papua dan di luar Papua.

“Atas protes ini, aparat gabungan TNI dan Polri mengerahkan kekuatan berlebihan untuk menghadapi pengunjuk rasa. Bahkan, tujuh orang aktivis yang berkumpul di kantor KontraS Papua sempat ditangkap, dijerat UU ITE. Meski dibebaskan, insiden itu menunjukkan negara tidak mau mendengar masyarakat yang menolak DOB. Tindakan tersebut melanggar hak atas kebebasan berekspresi,” tandasnya.

Koalisi kembali mendesak agar rencana DOB dikonsultasikan dengan orang asli Papua, dan MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua.

Menurut, Koalisi, konsultasi bermakna harus memenuhi enam syarat. Pertama, dimulai sejak dini pada tahap perencanaan dan persiapan proyek dan dilaksanakan secara berkesinambungan dalam seluruh siklus proyek.

Kedua, mengungkap informasi relevan dan memadai tepat pada waktunya yang dipahami dan mudah dijangkau penduduk yang terkena dampak. Ketiga, dilaksanakan dalam suasana bebas intimidasi atau pemaksaan. Keempat, beraifat inklusif dan peka gender, dan sesuai kelompok-kelompok yang rentan. Keenam, memungkinkan dimasukkannya semua sikap penduduk yang terdampak dan pemangku kepentingan lainnya dalam perancangan proyek, langkah mitigasi, pembagian hasil dan peluang pembangunan, serta masalah di tingkat pelaksanaan.

Sementara itu, Kepala Biro Papua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Ronald Tapilatu juga mempertanyakan pertemuan tersebut. Dia menyarankan agar Presiden sebaiknya bersikap bijak dalam mempertimbangkan dualisme tolak terima kebijakan DOB Papua.

“Perlu kehati-hatian karena pihak yang menolak dan menerima punya pertimbangan sendiri yang berdampak langsung terhadap kehidupan penduduk asli Papua itu sendiri. Sebaiknya perbedaan pendapat ini difasilitasi dalam dialog bersama, yang mendudukkan dua pihak untuk mendapatkan jalan tengah. Tidak sebaliknya membuka peluang konflik sesama Papua. Apalagi kita semua sedang menanti keputusan Mahkamah Konstitusi atas masalah revisi kedua UU Otsus yang diajukan oleh MRP dan MRPB.” Bebernya.

Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy menunjuk Pasal 25 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menyatakan setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik. “Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kovenan itu menjadi UU Nomor 12 Tahun 2005, jadi harus dipatuhi. Bahkan Komentar Umum ICCPR Nomor 25 Tahun 1996 lebih lanjut menjelaskan mengenai ketentuan ini dengan memperluas urusan publik ke ranah pembuatan kebijakan dan implementasi di tingkat internasional, nasional, dan daerah,” imbuhnya.

Dalam catatan Koalisi, Pasal 19 Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat juga telah menyebutkan bahwa Negara harus berkonsultasi dan bekerja sama dengan itikad baik dengan masyarakat adat yang terdampak melalui lembaga perwakilan mereka sendiri untuk mendapatkan persetujuan atas dasar informasi awal dan tanpa paksaan (PADIATAPA) sebelum mengadopsi dan menerapkan kebijakan yang akan berdampak pada masyarakat adat.

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya – yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 11/2005 – serta Komentar Umum No. 21 terhadap Pasal 15 Kovenan menyatakan Negara harus menghormati PADIATAPA dari masyarakat adat sehubungan dengan semua hal yang dapat mempengaruhi hak-hak mereka.

Oleh karena itu Koalisi mendesak pemerintah untuk hormati konsultasi dengan melakukan empat hal. Pertama, menerapkan prinsip partisipasi yang bermakna dalam mengambil setiap kebijakan terkait Papua. Kedua, menunda pembentukan DOB sampai partisipasi bermakna dari masyarakat Papua tercapai.

Ketiga, mendengarkan aspirasi dari seluruh komponen masyarakat orang asli Papua tentang UU Otsus dan pemekaran DOB, bukan hanya mereka yang mendukung kebijakan pemerintah. Terakhir, menghormati hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi orang asli Papua.

Koalisi Kemanusiaan Papua adalah kemitraan sukarela yang terdiri dari sejumlah organisasi dan individu, yaitu Amnesty International Indonesia, Biro Papua PGI, Imparsial, ELSAM Jakarta, Kontras, Aliansi Demokrasi untuk Papua, KPKC GKI-TP, KPKC GKIP, SKPKC Keuskupan Jayapura, Public Virtue Research Institute, PBHI, dan peneliti Cahyo Pamungkas. (*)

Read More
Categories Berita

MRP Sesalkan Pertemuan Istana Bogor Terkait Otsus dan DOB Papua

Para Oknum kepala daerah dan anggota MRP saat menghadap Presiden Jokowi di Istana Bogor minta DOB – Dok Pribadi

JAYAPURA, MRP – Ketua MRP Timotius Murib menyesalkan adanya pertemuan Presiden Joko Widodo dengan orang-orang berasal perwakilan Majelis Rakyat Papua di Istana Bogor, 20 Mei 2022.

“Kami menyesalkan adanya pertemuan presiden dengan sejumlah orang yang dipakai secara sepihak untuk mendukung kebijakan pemerintah. Untuk diketahui bahwa yang hadir dari MRP dalam pertemuan tersebut adalah oknum-oknum yang mengatasnamakan MRP.”

“Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam sebuah lembaga. Tetapi kedatangan mereka itu tidak melalui mekanisme resmi kelembagaan. Mereka juga tidak pernah dimandatkan oleh pimpinan lembaga MRP untuk bertemu dengan Presiden. Dugaan kami ada setingan dari pihak tertentu.”

“Tidak ada perjalanan dinas dari lembaga MRP. Jadi tidak mewakili lembaga. Mereka tidak memiliki Surat Perintah Tugas (SPT) maupun Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Yang kami sesalkan adalah pertemuan itu semakin menegaskan upaya pecah belah.”

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menerima delegasi MRP Papua Barat dan MRP Papua. Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan rumusan bahwa mereka mendukung sepenuhnya kebijakan politik pemerintah pusat terkait dengan UU Otonomi Khusus dan Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB).

Padahal MRP secara kelembagaan tengah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya, sejak akhir April hingga awal bulan Mei, pimpinan MRP juga telah berkunjung ke Jakarta bertemu Presiden, sejumlah Menteri dan pimpinan partai-partai politik nasional.

Dalam pertemuan tersebut, mereka secara resmi menyuarakan besarnya aspirasi masyarakat orang asli Papua yang menolak pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB). Mereka meminta pemerintah pusat untuk menunda pembentukan DOB setidaknya sampai ada putusan MK terkait uji materi UU Otsus hasil amandemen kedua. (*)

Humas MRP

Read More
Categories Berita

Akhir Triwulan Dua, MRP gelar Rapat Gabungan

Timotius Murib Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) saat memberikan keterangan pers – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP mengelar rapat gabungan Kelompok Kerja Agama, Kelompok Kerja Adat, dan Kelompok Kerja Perempuan, Jumat (20/5/2022).

Hal itu dinyatakan Ketua MRP, Timotius Murib kepada media pada Jumat. “Dalam rapat ini ada dua agenda yang disampaikan kepada seluruh pimpinan kelompok kerja. Pertama terkait advokasi yang dilakukan MRP di Mahkamah Konstitusi, terkait advokasi media. Kedua, pimpinan menyampaikan kegiatan di akhir triwulan ini,” kata Murib.

Menurutnya, lembaga representasi kultural Orang Asli Papua itu telah membentuk tiga tim untuk menangani dan mengadvokasi tiga isu yang penting bagi keberadaan Orang Asli Papua. Ketiga tim itu adalah tim afirmasi, tim 3 RUU pemekaran Papua, dan tim Hak Asasi Manusia (HAM).

“Itu dalam rangka melakukan semua kegiatan Kelompok Kerja maupun tim kerja MRP yang telah dibentuk pada tahun 2022 ini,” ucap Murib.

Ia menegaskan pihaknya akan terus berfokus untuk menyampaikan aspirasi rakyat Papua.

“Kami pertegas kepada pimpinan dan anggota kelompok kerja, fokus kepada aspirasi rakyat Papua hari ini. … Agar Orang Asli Papua dapat memberikan aspirasi kepada berbagai pihak, berbagai pihak—baik pemerintah pusat, DPR RI, dan Presiden,” kata Murib. (*)

Read More
Categories Berita

Surpres Keluar, MRP Ingatkan Kembali Dampak Pemekaran Provinsi Papua

Ketua DPRD kabupaten Yahukimo saat menyerahkan aspirasi penolak DOB dan Otsus Jilid 2 ke Pimpinan MRP Papua – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Menanggapi terbitnya Surat Presiden Joko Widodo tentang Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua (Papua) mengingatkan kembali besarnya dampak sosial di akar rumput dan memburuknya kepercayaan masyarakat pada pemerintah baik di tingkat pusat maupun di Papua. MRP mendesak pimpinan DPR RI agar tidak tergesa dalam membahas tiga RUU Pembentukan DOB di Provinsi Papua.

Demikian disampaikan oleh Ketua MRP Timotius Murib saat bersama pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) menerima aspirasi dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai di kantor ruang rapat Humas MRP.

Seperti diberitakan oleh kanal Sekretariat Kabinat, DPR RI telah menerima Surpres RUU Tiga DOB Papua dari Pemerintah pada Selasa, 17 Mei 2022.

Kehadiran pimpinan dan anggota DPRD baik Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai membawakan aspirasi masyarakat di wilayah tersebut terkait penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB), desakan untuk mencabut Otonomi Khusus (Otsus) jilid 2 dan menolak pembangunan Koramil serta Danramil di kabupaten Dogiyai.

Dalam penyampaiannya, ketua DPRD Kabupaten Yahukimo Yosias Mirin mengatakan jika kehadiran mereka ditujukan untuk menyampaikan aspirasi dan penolakan warga Yahukimo terhadap pembentukan DOB dan Otsus Jilid 2.

“Aspirasi yang kami sampaikan murni dari tuntutan masyarakat Yahukimo yang disampaikan melalui aksi demonstrasi, dan kami punya tanggung jawab untuk meneruskan kepada DPR Papua dan MRP untuk ditindaklanjuti. Ini harapan dan keinginan masyarakat Yahukimo, MRP tolong suarakan ini ke pusat,” kata Mirin.

Sedangkan Ketua DPRD kabupaten Deiyai Petrus Badokapa menyampaikan aspirasi rakyat Deiyai kepada MRP, setelah sebelumnya menyampaikan kepada DPR Papua.

“Kami sudah janji kepada masyarakat Deiyai. Bahwa kami akan bawa dan sampaikan ke DPR Papua dan MRP Papua. Aspirasi itu yang kami bawa. Jadi, kami mohon dibahas dan diteruskan kepada lembaga yang lebih tinggi dan pengambil kebijakan,” kata Badokapa didampingi Wakil Ketua I DPRD Deiyai Markus Mote dan anggota DPRD Deiyai Demianus Edowai saat penyerahan aspirasi kepada pimpinan MRP Papua, Rabu (18/5) siang.

Badokapa juga menepis isu bahwa DPRD Deiyai memprovokasi rakyat Deiyai terkait DOB. Ia menegaskan DPRD Deiyai tidak pernah menambah dan mengurangi aspirasi masyarakat Deiyai.

“Tolong bahas dan lanjutkan ke Jakarta lagi sesuai permintaan rakyat Deiyai,” tegasnya.

Ketua MRP Matius Murib berjanji pihaknya akan bekerja sesuai mekanisme dan teruskan ke pihak berwenang yakni Presiden dan DPR RI.

“Kami akan bahas dan teruskan sesuai mekanisme yang ada. Dan, tentunya kami akan teruskan ke Jakarta, terutama DPR RI dan Presiden,” kata Murib.

Menurut Murib, lembaga MRP sudah dan selalu mengikuti secara cermat dinamika warga masyarakat yang ada di seluruh tanah Papua yang sudah menyatakan sikap menolak DOB dan keberlanjutan otonomi khusus di seluruh wilayah tanah Papua.

“Masyarakat di tanah Papua itulah yang tahu dan merasakan manfaat dari seluruh kebijakan pemerintah. Jika masyarakat tidak menerima DOB dan Otsus berarti selama ini masyarakat di akar rumput sama sekali tidak pernah merasakan manfaat dari itu,” jelasnya.

Murib juga berharap DPR RI dan Presiden untuk tidak mengabaikan aspirasi masyarakat akar rumput yang ada di tanah Papua. MRP khawatir, bila aspirasi dan harapan ini tidak didengar oleh pengambil kebijakan maka benturan sosial di tingkat bawah dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara akan terus meningkat.

MRP juga menjelaskan proses uji materi atas perubahan kedua UU Otsus yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi yang akan diperkirakan segera menjatuhkan putusan. MRP juga menjelaskan telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua saat bertemu Presiden Jokowi, Menteri, dan pimpinan Partai Politik dengan harapan aspirasi masyarakat Papua tentang Otsus dan DOB dapat diperhatikan.

Di akhir pertemuan, pimpinan DPRD kabupaten Yahukimo, Dogiyai dan Deiyai memberikan aspirasi pernyataan sikap ke pimpinan MRP yang diterima langsung oleh Ketua MRP Timotius Murib, wakil Ketua I Yoel Luiz Mulait dan wakil Ketua II Debora Mote. (*)

Read More
Categories Berita

MRP Terima Aspirasi Penolakan DOB dan Otsus Jilid 2 Dari 3 Kabupaten Melalui DPRD

Pimpinan MRP bersama ketiga Pimpinan DPRD kabupaten Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai saat berfoto bersama usai menyerahkan aspirasi penolakan DOB dan Otsus Jilid 2 oleh Masyarakat – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Pimpinan dan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) menerima aspirasi dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai di kantor ruang rapat Humas MRP. Rabu (18/5/2022). Penyampaian aspirasi ini diantar langsung oleh masing-masing Ketua DPRD kabupaten tersebut, yakni Ketua DPRD Deiyai Petrus Bodokapa, Ketua DPRD Dogiyai Elias Anouw dan Ketua Pansus DPRD Dogiyai Simon Petrus Pekei dan Ketua DPRD Yahukimo Yosia Mirin.

Kehadiran pimpinan dan anggota DPRD baik Yahukimo, Deiyai dan Dogiyai membawakan aspirasi masyarakat terkait penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB), cabut Otonomi Khusus (Otsus) jilid 2 dan menolak pembangunan Koramil serta Danramil di kabupaten Dogiyai.

Yosias Mirin, ketua DPRD kabupaten Yahukimo dalam penyampaiannya mengatakan kehadiran mereka menyampaikan aspirasi dan tuntutan masyarakat Yahukimo tentang DOB dan Otsus Jilid 2.

“Aspirasi yang kami sampaikan murni dari tuntutan masyarakat Yahukimo yang disampaikan melalui aksi demonstrasi, dan kamu punya tanggung jawab untuk meneruskan itu kepada DPR Papua dan MRP untuk ditindaklanjuti,” kata Mirin.

Dia juga menegaskan aspirasi atau tuntutan rakyat Yahukimo yang disampaikan kepada DPRD yaitu menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Cabut Otsus Jilid 2 di tanah Papua.

“Ini harapan dan keinginan masyarakat Yahukimo, MRP tolong suarakan ini ke pusat,” harapnya.

Petrus Badokapa, ketua DPRD kabupaten Deiyai menyampaikan aspirasi rakyat Deiyai kepada lembaga kultur orang Papua, MRP adalah salah satu tujuan dari DPRD Deiyai selain kepada DPR Papua. Hal itu sesuai permintaan dan kerinduan rakyat Deiyai.

“Kami sudah janji kepada masyarakat Deiyai. Bahwa, kami akan bawa dan sampaikan ke DPR Papua dan MRP Papua. Aspirasi itu yang kami bawa. Jadi, kami mohon dibahas dan teruskan kepada lembaga yang lebih tinggi dan lembaga pengambil kebijakan,” kata Badokapa didampingi Wakil Ketua I, Markus Mote dan anggota DPRD Deiyai, Demianus Edowai pada saat penyerahan aspirasi kepada pimpinan MRP Papua, Rabu (18/5) siang

Badokapa juga menepis isu tidak benar. DPRD Deiyai tidak pernah provokasi kepada rakyat Deiyai. DPRD Deiyai juga tidak pernah tambah dan kurangi aspirasi dari masyarakat Deiyai.

“Tolong bahas dan lanjutkan ke Jakarta lagi sesuai permintaan rakyat Deiyai,” tegasnya.

Ketua MRP, Matius Murib berjanji pihaknya akan bekerja sesuai mekanisme dan teruskan ke pihak berwenang yakni Presiden.

“ Kami akan bahas dan teruskan sesuai mekanisme yang ada. Dan, tentunya kami akan teruskan ke Jakarta, terutama ke Presiden,” kata Murib

Kata Murib, lembaga MRP sudah dan selalu mengikuti secara cermat dimana masyarakat seluruh tanah Papua sudah nyatakan sikap untuk menolak DOB dan keberlanjutan otonomi khusus di seluruh wilayah tanah Papua.

“Masyarakat tanah Papua yang tahu dan rasakan manfaat dari seluruh kebijakan pemerintah. Kalau masyarakat Papua tidak terima dan tolak DOB dan Otsus berarti selama ini masyarakat di akar rumput sama sekali tidak pernah rasakan manfaat dari itu,” jelasnya.

Murib juga berharap DPR RI dan Presiden untuk tidak mengabaikan aspirasi masyarakat akar rumput yang ada di tanah Papua, bila aspirasi dan harapan ini tidak didengar oleh pihak pengambil kebijakan maka benturan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara akan terus meningkat.

MRP juga menjelaskan gugutan perubahan kedua UU Otsus yang sedang uji materiil di Mahkamah Konstitusi serta pertemuan dengan Presiden Jokowi, para Menteri, pimpinan Partai Politik dengan harapan aspirasi dan harapan masyarakat Papua tentang Otsus dan DOB dapat diperhatikan.

Diakhir pertemuan, pimpinan DPRD kabupaten Yahukimo, Dogiyai dan Deiyai memberikan aspirasi pernyataan sikap ke pimpinan MRP yang diterima langsung oleh Ketua MRP Timotius Murib,wakil Ketua I Yoel Luiz Mulait dan wakil Ketua II Debora Mote. (*)

HUMAS MRP

Read More
Categories Berita

Timotius Murib: Penyampaian Aspirasi Penolakan DOB Berdasarkan Suara Mayoritas

Timotius Murib Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) saat memberikan keterangan pers – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Menanggapi pernyataan bupati Kabupaten Jayapura yang menuding majelis rakyat Papua (MRP) tidak mengakomodir aspirasi dukungan pemekaran daerah otonomi baru (DOB), Ketua MRP Timotius Murib mengungkapkan bahwa pihaknya menyampaikan aspirasi penolakan pemekaran berdasarkan suara mayoritas masyarakat Papua dan bukan kepentingan segelintir elit politik di Papua.

Murib menjelaskan sebagai lembaga representasi kultur adat Papua MRP berharap kepada orang Papua yang berada di level birokrasi menengah dan akar rumput memahami bahwa undang-undang 21 tahun 2001 itu diberikan bukan hadiah tetapi merupakan perjuangan panjang dengan darah dan air mata masyarakat Papua

“Maka dengan berakhirnya otonomi khusus tahun 2001 di tahun 2021 orang Papua menunggu momentum Bagaimana mengevaluasi Otsus, tetapi yang terjadi Otsus di evaluasi sepihak oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan orang asli Papua secara utuh,” katanya kepada wartawan, di Jayapura, Selasa, (10/5/2022)

Maka kata Murib hasil dari perubahan itu di pasal 76 ada penambahan pada ayat 2 dan 3 lebih mengindahkan dan tanpa ada persetujuan MRP dan DPR Papua DOB itu bisa dilakukan oleh Jakarta sesuai kehendak mereka ini terjadi pada tanggal 12 April 2022 DPR RI telah menetapkan RUU DOB padahal hal ini tidak sesuai dengan UU Otsus 21 Tahun 2021 di mana pemekaran harus melalui persetujuan DPR Provinsi Papua dan MRP.

Untuk itu kata Murib sebenarnya para elit politik di Papua dan khususnya Bupati Jayapura harus paham bahwa Otonomi Khusus ini dihadirkan, bukan merupakan hadiah tetapi ini merupakan perjuangan panjang sebagai perekat sebagai win-win Solution karena orang Papua minta Merdeka.

“Untuk itu MRP mengharapkan kepada parah kepala daerah yang ada di birokrasi untuk memahami dan mengerti bahwa otonomi khusus ini beda dengan undang-undang lain, karena ini lahir karena adanya tahap MPR,” kata Murib.

Sementara terkait DOB ia secara tegas ketua MPR mengatakan bahwa MRP tidak berdiri pada posisi memihak atau menolak tapi berfokus ke mayoritas aspirasi masyarakat.

“Yang harus dipahami oleh para bupati dan kepala daerah di Papua bahwa MRP tidak berada pada posisi menolak atau menerima daerah otonomi baru, tapi MRP menyampaikan aspirasi mayoritas penolakan yang disampaikan oleh orang asli Papua yang disampaikan oleh masyarakat Papua di beberapa kabupaten kota. sehingga penolakan ini yang disampaikan ke pemerintah pusat termasuk presiden, Jadi bukan berdasarkan kemauan segelintir pejabat daerah, jadi Bupati Jayapura harus Paham, sementara pernyataan Bupati bahwa mengapa MR P hanya menyampaikan aspirasi menolak sementara yang mendukung DOB tidak disampaikan ini sangat keliru, Karena MRP berpihak kepada aspirasi mayoritas yang ada di di Papua,” ujar Murib.

Dan jika MRP serta merta mendukung pemekaran, lanjut Murib bahwa jaminan hukumnya apa?

” ini yang saya mau tanya Kepada Bupati Jayapura, 19 pasal yang dilakukan perubahan kemarin semua itu membias dan marwah atau roh dari Otsus itu telah hilang coba pak Bupati Jayapura baca Pasal UU Perubahan. Maka kami minta para bupati dan wali kota harus baca perubahan undang-undang karena tidak ada hak orang Papua yang diakomodir. jadi jika di anggap kepastian dalam undang-undang ini bahwa ketika dimekarkan orang Papua itu akan mendapat kesejahteraan ini tipu dan omong kosong,” katanya.

Ia menegaskan Otsus itu tidak ada apa-apanya maka ia menyarankan agar DPR Papua jangan menjalankan otonomi khusus tapi seperti biasa saja.

“Saya sarankan DPR Provinsi Papua lebih bagus ditiadakan otonomi khusus Biarkan saja jalankan peraturan seperti biasa mungkin ini yang bisa. karena ciri khusus hak orang Papua yang dipikirkan ada di otonomi khusus itu sudah tidak ada lagi karena perubahan kedua otonomi khusus sudah tidak ada lagi undang-undang khusus bagi orang Papua sama saja dengan peraturan umum lainnya jadi kelapa daerah harus tau itu,” paparnya. (*)

Read More