Categories Berita

Otsus Papua: Pemerintah akan tingkatkan dana khusus dan tambah provinsi, pengamat: ‘Untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan?’

pengelolaan dana Otsus Papua meski menuai sorotan tetap dilanjutkan – Ist

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua dan Papua Barat merasa “dibungkam” karena tidak dilibatkan dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“MRP menganggap tidak ada niat baik dari pemerintah pusat membangun Papua sebagai satu kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Ketua MRP Timotius Murib kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Rabu (31/03).

MRP meminta dilakukan evaluasi secara menyeluruh dari Pasal 1 hingga Pasal 79 dalam UU Otsus Papua karena dalam 20 tahun pelaksanaannya UU itu “tidak bernyawa” dan tidak memberikan manfaat kepada orang asli Papua.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengusulkan dua perubahan pasal yaitu di Pasal 34 tentang dana penerimaan khusus dan Pasal 76 tentang pemekaran, saat menjadi pembicara Workshop Pendapat BPK terkait dengan Pengelolaan Dana Otsus Provinsi Papua dan Papua Barat, Selasa (30/03).

Namun, menurut peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, UU Otsus Papua tidak hanya sekedar pembagian uang. Namun kenyataannya, usai 20 tahun pelaksanaan, evaluasi atas UU itu hanya terkait dengan dana dan pemekaran.

“Jadi untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan? Ini kan kegagalan Otsus di dalam menciptakan perdamaian di tanah Papua,” katanya.

Cahyo menambahkan, UU Otsus Papua dibentuk sebagai jalan tengah antara tuntutan orang Papua yang ingin merdeka dengan pemerintah yang ingin Papua bertahan dalam NKRI.

Sejak 2002 hingga 2020, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat telah menerima dana Otsus hingga Rp126,99 triliun yang meningkat dari Rp1,38 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp13,05 trilun pada 2020 kemarin.Dana Otsus itu, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, akan diperpanjang hingga 20 tahun ke depan dengan estimasi total Rp234,6 triliun atau hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan sebelumnya.

MRP: ‘Kami dibungkam’

Orang asli Papua di Nduga, di pegunungan tengah Papua, tengah berdemonstrasi.
Keterangan gambar,Warga Papua di Nduga, di pegunungan tengah Papua, menggelar demonstrasi.
Majelis Rakyat Papua merasa “dibungkam” oleh pemerintah pusat karena tidak dilibatkan dalam rencana revisi UU Otsus Papua yang kini sudah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk kemudian dilakukan pembahasan.
“Itu adalah langkah sepihak Jakarta, tanpa persetujuan dan tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Papua. Kami mengalami pembungkaman demokrasi hak orang asli Papua. MRP menganggap tidak ada niat baik dari Pemerintah Pusat membangun Papua sebagai satu kesatuan dalam NKRI,” kata Ketua MRP Timotius Murib.
Timotius menjelaskan, usai 20 tahun pelaksanaan UU Otsus Papua, pemerintah pusat dan masyarakat Papua harus duduk bersama “menyisir” satu demi satu pasal untuk melihat kelemahan dan kelebihan pelaksanaan UU ini, bukan hanya tentang dana dan pemekaran.
“Contoh, implemetasi UU Otsus Papua tidak bisa dilaksanakan karena dibenturkan dengan UU yang sektoral, seperti UU Otonomi Daerah sehingga menjadi tidak bernyawa dan tidak memberikan manfaat kepada orang asli Papua,” katanya.
Akibatnya, empat bidang prioritas dalam UU Otsus Papua yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur tidak bisa dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat Papua.
Sementara itu, dalam revisinya, pemerintah hanya mengusulkan perubahan dua pasal dalam UU Otsus Papua ke DPR, yaitu Pasal 34 dengan menaikan plafon alokasi dana otonomi khusus dari 2% menjadi 2,25%.
Kedua, pemerintah merevisi Pasal 76 tentang pemekaran yang mana sebelumnya pemekaran dilakukan atas persetujuan MRP dan DPR provinsi menjadi kini pemerintah dapat melakukan pemekaran secara sepihak.

ULMWP dan OPM tolak revisi Otsus Papua

Seorang pengunjukrasa membawa simbol bendera Bintang Kejora menuntut pemisahan Papua dari Indonesia.
Keterangan gambar,Seorang pengunjukrasa membawa simbol bendera Bintang Kejora menuntut pemisahan Papua dari Indonesia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Markus Haluk, menolak seluruh tawaran dan program pemerintah pusat terkait UU Otsus Papua.
“Dana Otsus dan pemekaran itu tidak pernah berdampak ke masyarakat. Itu hanya upaya untuk semakin hadir di tanah Papua, militer diperbanyak, polisi diperbanyak, migrasi semuanya ke Papua tanpa mengetahui akar masalahnnya,” katanya.
Senada dengan itu, juru bicara TPNPB- OPM Sebby Sambom mencurigai upaya pemerintah sebagai upaya untuk mendatangkan semakin banyak orang dari luar Papua untuk mengambil hak-hak tanah dan kekayaan orang asli Papua.
“Kami tolak itu semua, pemekaran, dana dan lainnya omong kosong semua,” katanya.

‘Meng-Indonesia-kan orang Papua’

Anak-anak pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua
Keterangan gambar,Anak-anak pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua.
Peneliti dari LIPI, Cahyo Pamungkas, mengatakan tujuan utama dari dibentuknya UU Otsus Papua adalah untuk memanusiakan, meng-Indonesia-kan orang Papua, dan memperlakukan mereka lebih baik dibandingkan masa lalu yang dipenuhi kekerasan.
“Tapi prinsip dibentuknya Otsus itu untuk meng-Indonesia-kan orang Papua, memperlakukan orang Papua lebih baik dari masa lalu yang dipenuhi masalah kekerasan. Di situ ada masalah HAM, kesejahteraan, perlindungan adat dan ekologi,” kata profesor riset yang banyak meneliti isu tentang Papua tersebut.
“Otsus itu tujuannya agar orang Papua bisa menikmati pembangunan, rekonsiliasi masa lalu, seperti kekerasan politik, dan pelanggaran HAM, memanusiakan mereka sehingga menyatu dengan Indonesia. Tapi ini semua tidak dibahas, yang muncul hanya masalah uang saja,” kata Cahyo.
Cahyo menjelaskan, UU Otsus disahkan pada tahun 2001 setelah sebelumnya pada pasca-reformasi 1998 terjadi pergejolakan politik dan konflik berdarah di mana masyarakat Papua menuntut kemerdekaan.
Karena tidak mungkin memenuhi tuntutan itu, pemerintah memberikan otonomi khusus sebagai jalan tengah.
Namun kenyataannya, usai 20 tahun pelaksanaan, evaluasi atas UU itu hanya terkait dengan dana dan pemekaran.
“Padahal terdapat empat persoalan utama. Pertama, perspektif Otsus yang pelaksanannya tumpang tindih dengan UU sektoral. Kedua, tata kelola yang tidak sesuai. Ketiga, kekerasan masih berlanjut, bahkan semakin meningkat saat Otsus diberlakukan, seperti di Intan Jaya, Nduga. Jadi untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan? Ini kan kegagalan Otsus di dalam menciptakan perdamaian di tanah Papua,” katanya.
Terakhir, adalah indeks pembangunan manusia orang asli Papua yang lebih rendah dibandingkan pendatang.
Sehingga, menurut Cahyo, seberapa pun dana Otsus dinaikkan, bahkan hingga 10 kali lipat, tidak akan membawa manfaat dan perubahan bagi orang asli Papua.
“Jika pembangunan tidak mendengarkan, melibatkan aspirasi, dan memperkuat identitas masyarakat Papua, serta menjaga kelestarian ekologi,” ujarnya.
“Ini adalah momen tepat untuk melakukan evaluasi total UU Otsus yang melibatkan komponen masyarakat adat, MRP, DPRP, gereja dan perempuan. Sehingga revisi UU ini memiliki legitimasi yang kuat dari bawah,” tutupnya.

Dana Otsus Papua diperpanjang, pengawasan diperketat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD

Keterangan gambar, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan pemerintah akan memperpanjang kebijakan dana Otsus Papua. Untuk itu diperlukan revisi beberapa pasal dalam UU Otsus Papua yang drafnya telah diserahkan ke DPR.
“Kita akan merevisi pasal 76 yaitu untuk memekarkan daerah provinsi mungkin akan tambah tiga provinsi sehingga menjadi lima, melalui revisi undang-undang bukan perpanjangan UU. Revisi 2 pasal, yaitu Pasal 34 tentang dana dan Pasal 76 tentang pemekaran,” ujar Mahfud.
Pemerintah juga mengeluarkan Kepres No. 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta membentuk tim hukum untuk melaksanakan penelitian penggunaan dana Otsus.
Mahfud menyebut, pembangunan di Papua masih belum efektif yang disebabkan di antaranya situasi keamanan yang tidak kondusif, tingginya kasus korupsi dan belum terintegrasinya sejumlah program pemerintah.
Untuk itu Mahfud MD meminta agar pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara harus lebih ditingkatkan.
Mahfud juga menegaskan bahwa hubungan Papua dan NKRI sudah final, “tidak bisa diganggu gugat, dan akan dipertahankan dengan segala biaya yang diperlukan. Sosial, ekonomi, politik dan keuangan sekalipun, akan kita pertahankan,” tegas Menko Polhukam.

DPR: Kami perlu dengar suara masyarakat Papua

Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Otsus Papua, Komarudin Watubun, mengatakan DPR perlu mendengar aspirasi dari masyarakat dan melihat situasi yang terjadi di Papua.
Salah satu aspirasinya, kata politisi PDI Perjuangan tersebut, adalah masyarakat Papua tidak hanya ingin dana dan pemekaran, tapi juga perbaikan perlindungan HAM.
“Ada soal pelanggaran HAM. Namun itu aspirasi, dalam negara demokrasi boleh-boleh saja namun semua nanti melalui pembahasan di pansus dan sikap serta fraksi akan melihat urgensinya,” kata Komarudin seperti dikutip Antara, Selasa, (30/03).
“Jadi ada dua pasal yang diajukan pemerintah dalam revisi UU Otsus Papua. Kita tidak bisa menutup mata bahwa Otsus Papua ada kekurangannya jadi mari diperbaiki,” katanya.
Revisi UU Otsus Papua telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. DPR meyakini, revisi UU tersebut akan selesai pada tahun ini.

Sumber: BBC

Read More
Categories Berita

MRP: Mau Pemekaran 20 Provinsi Silakan Saja

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) memberi pernyataan kongkrit soal dinamika politik yang terjadi di Papua selama ini. Momentumnya adalah evaluasi Undang – undang Otonomi Khusus yang hingga kini masih berproses dengan pengumpulan aspirasi lewat rapat dengar pendapat.

Hanya saja dari upaya yang dilakukan lembaga seperti MRP maupun DPRP untuk terlibat langsung dalam memulai evaluasi nampaknya tidak bisa berbuat banyak selama masih terjadi konflik regulasi. “Agenda kami tahun ini adalah mengevaluasi kinerja MRP termasuk mengawal perubahan ke II undang – undang Otsus. Ini sebenarnya momentum dan bisa menjadi titik awal untuk dilakukan evaluasi,” kata Ketua MRP, Timotius Murib kepada Cenderawasih Pos di Jayapura, Selasa (20/4).

Otsus di Papua dikatakan pada 10 Oktober akan berakhir dan sangat tepat dijadikan titik awal untuk perubahan. Hanya saja yang menjadi kendala saat ini adalah berlakunya dua undang – undang yakni Undang – undang pemerintahan daerah nomor 23 tahun 2014 dan undang – undang Otsus nomor 21 tahun 2001.

“Dari evaluasi ini kami tidak memberikan dukungan kepada siapa – siapa meski ada yang mendukung Otsus dan ada yang  menolak Otsus dan kami ada pada posisi memfasilitasi,” beber  Timotius. Kalaupun ada yang mengatakan Otsus gagal maupun berhasil maka semua perlu ditunjukkan dengan argumen yang masuk akal. MRP dikatakan tidak memihak kepada salah satunya tetapi ingin mengawal isu yang disampaikan.

MRP mempertanyakan mengapa pemerintah pusat hanya mempersoalkan pasal 34 dan pasal 76 sementara ada  dalam undang-undang ini ada banyak sekali pasal. “Saya mau katakan bahwa di Papua ini ada konflik regulasi. Ada dua undang-undang dan ada pasal-pasal yang tidak tegas, abu-abu. Ini yang harusnya diluruskan dulu, jangan ini  belum selesai sudah pikir yang lain,” sindirnya.

“Mau bikin pemekaran 5 provinsi atau 10 provinsi ya silakan saja asal konflik regulasi ini dituntaskan dulu. Jika itu beres mau bikin pemekaran sebanyak-banyaknya silakan saja. Jangan semua belum selesai lalu memikirkan yang lain sebab dampaknya adalah tak ada proteksi perlindungan terhadap orang asli Papua. Itu akan hilang,” tegasnya. (*)

Sumber: Cepos Online

Read More

Categories Berita

MRP Pesimis Dengan Sikap Pemerintah Pusat

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) maupun DPRP baru saja merampungkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menjadi langkah awal untuk melakukan evaluasi Undang-undang Otonomi Khsusus  yang sudah berjalan 20 tahun. Oktober 2021 nanti aturan yang tersirat berisi lex specialis ini akan genap 20 tahun. Hanya sayangnya Otsus tak benar – benar spesial karena masih digantung dengan keberadaan undang – undang pemerintahan daerah nomor 23 tahun 2014 yang terkesan lebih dominan.

Dari kondisi ini, Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib menyampaikan sikap pesimisnya jika pemerintah pusat akan mendengarkan seluruh aspirasi dari Papua. “Sesuai dengan pengalaman saya, pemerintah pusat selama ini sulit memberikan kepeduliannya dengan apa yang diperjuangkan di daerah. Misalnya dulu kami pernah memperjuangkan Otsus Plus tapi tidak diakomodir.

Lalu kedua soal perubahan peraturan pemerintah tentang Majelis Rakyat Papua. Ini kata Timotius sudah 22 kali dibawa ke Jakarta selama 20 tahun  namun tak kunjung digubris. Peraturan pemerintah tentang MRP ini bahkan dianggap sebagai peraturan pemerintah yang terlama yang pernah ada di Indonesia. “Bayangkan kami harus menunggu 20 tahun untuk satu PP,” sindirnya. Jadi dari pengalaman  – pengalaman selama ini menunjukkan jika pemerintah pusat memang tidak pernah mau lebih peduli dengan apa yang dilakukan oleh lembaga – lembaga di Papua.

“Apalagi Mendagri kemarin berhadapan dengan DPR RI lalu menyampaikan DPR atau MRP itu forum aspirasi, ini kesannya seperti menyederhanakan masalah sehingga saya pikir memang pemerintah tidak akan peduli apalagi saat ini ancaman global masyarakat ekonomi Asia yang cukup luar biasa dan Indonesia juga mulai bingung,” tambahnya. Papua ingin dipakai menjadi sentra ekonomi kawasan timur dan aspirasi apapun tidak bisa menghalang halangi itu.

“Apa yang kami disampaikan hingga menangis air mata darah juga tidak akan dilirik, MRP mau jungkir balik juga mereka akan jalan terus termasuk jika ada yang kami anggap menyalahi kemudian diperjuangkan lewat jalur hukum juga nampaknya tidak bisa terlalu berharap. Mereka yang punya perangkat hukum jadi sangat tipis sekali kalau mereka dengar,” sindir Timotius. “Saya bingung apa yang bisa dilakukan untuk membuat pemerintah pusat lebih peduli, mungkin nanti Tuhan turun baru mereka peduli,” tutupnya.

Sumber: Cepos Online

Read More

Categories Berita

MRP dan DPR Papua Hadiri Diskusi Panel Organisasi Cipayung di Jayapura

Timotius Murib ketua MRP dan Yunus Wonda wakil ketua I DPR Papua saat mengikuti diskusi panel yang di gelar oleh 6 cipayung yang ada di kota Jayapura – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – 6 Cipayung kota Jayapura HMI, PMKRI, GMKI, PMII, GEMINDO, dan GMNI yang tergabung dalam organisasi kepemudaan mahasiswa mengelar diskusi panel terkait kondisi Otonomi Khusus (Otsus) dan Pemekaran yang berkembang di antara pro-kontra pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kegiatan diskusi panel yang dihadiri Perwakilan DPR Papua Yunus Wonda Wakil ketua I dan Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua tersebut berlangsung di salah satu hotel di Kotaraja Luar, Rabu (21/4/2021), dihadiri kurang lebih 200 peserta baik mahasiswa dan anggota aktif OKP Cipayung di Jayapura.

Yunus Wonda Wakil ketua I DPR Papua usai diskusi panel mengatakan kegiatan yang dilakukan oleh Cipayung sangat tepat untuk bahas kajian ilmiah seperti ini di forum resmi agar apa yang di diskusikan dapat dipertanggungjawabkan kelak.

“Ini satu ruang di mana semua pihak bicara tentang kondisi dinamika yang terjadi di tanah Papua, sehingga siapa pun dia tidak boleh melarang kegiatan ini,” katanya.

Lanjutnya, apa yang dibahas dalam diskusi panel ini dapat melahirkan catatan-catatan untuk disampaikan ke pemerintah pusat terkait apa yang sedang dihadapi rakyat Papua dan apa yang sebenarnya diinginkan orang asli Papua.

“Terkait Otsus dan Pemekaran DOB semua keputusan ada di MRP karena lembaga ini merupakan kulture masyarakat Papua, dan apa yang diputuskan atau disampaikan MRP merupakan aspirasi dari masyarakat Papua,” katanya.

Wonda menegaskan persoalan Papua hanya bisa diselesaikan oleh orang Papua sendiri melalui diskusi dan kajian ilmiah seperti ini, mencari akar masalah dan menyelesaikannya bukan di putuskan oleh negara (Jakarta) lalu di paksakan di Papua, otomatis persoalan Papua tidak akan pernah selesai meskipun Otsus dan Pemekaran DOB di lakukan di tanah Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua juga menegaskan persoalan Papua tidak pernah diselesaikan baik dari orde lama, orde baru, era reformasi hingga era Otsus tahun 2001 karena negara tidak pernah memberikan kewenangan sepenuhnya kepada orang Papua.

“Wajar saja banyak persoalan Papua tidak pernah diselesaikan negara, Banyak kewenangan yang di amputasi (dihilangkan) dalam UU Otonomi Daerah dan Otsus sehingga tidak ada satu kewenangan yang mengatur dan mengakomodir hak-hak orang asli Papua,” tegasnya.

Lanjutnya, Pemerintah harusnya menyadari bahwa belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, kesejahteraan rakyat, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia orang asli Papua.

“Pemerintah berpikir dengan uang yang banyak dan DOB dapat menyelesaikan persoalan Papua. Dasarnya apa? Uang banyak, Kekerasan masih terjadi di berbagai aspek,” kata Murib.

MRP berharap negara dapat membuka ruang bagi orang asli Papua menyampaikan pendapat di muka umum melalui MRP sesuai amanat pasal 77 nomor 21 UU Otsus tahun 2001. (*)

Read More

Categories Berita

MRP Dukung Masyarakat Biak Tolak Pembangunan Bandara Antariksa

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mendukung masyarakat Biak menolak rencana pemerintah membangun Bandara Antariksa di Kabupaten Biak Numfor, Papua.

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib mengaku aspirasi masyarakat sudah tiga tahun disampaikan kepadanya dan sudah melanjutkannya ke pihak-pihak yang memiliki wewenang, termasuk Pemerintah Pusat.

“Karena kami adalah lembaga masyarakat adat, makanya kami tetap mendukung aspirasi masyarakat untuk menolak pembangunan pusat peluncuran roket di Kabupaten Biak,” kata mantan Ketua DPR Kabupaten Puncak Jaya itu kepada pers di Jayapura, Kamis, 15 April 2021.

dikatakannya, penolakan masyarakat bukan tanpa alasan, sebab dampaknya ke depan akan dirasakan langsung warga. “Intinya, aspirasi masyarakat pasti akan kami dukung,” ujarnya.

Sebelumnya, Forum Peduli Masyarakat Biak menolak rencana pemerintah membangun Bandara Antariksa di Kabupaten Biak Numfor.

Anggota Forum Peduli Masyarakat Biak, Yohanis Mambrasar menyebut, rencana pembangunan proyek tersebut banyak berada di titik permukiman milik warga. Tak ada satu pun pulau di Biak yang kosong alias tak berpenghuni.

“Itu artinya jika proyek ini dibangun, maka pemerintah akan merelokasi seluruh penduduk pulau Biak, dan ribuan warga Biak akan kehilangan tanah dan laut sebagai ruang hidupnya,” ujar Yohanis melalui keterangan tertulis, Senin lalu.

Yohanis menjelaskan, proyek pembangunan Bandara Antariksa di Biak saat ini terus dibahas oleh pemerintah Kabupaten Biak dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Dalam pertemuan terakhir awal Maret lalu katanya, pemerintah telah menyepakati proyek ini.

Padahal, menurut Yohanis, masyarakat hingga saat ini masih menolak pembangunan bandara untuk pesawat luar angkasa tersebut. Menurut dia, pemerintah abai terhadap aspirasi warga yang menyatakan sikap menolak.

“Masyarakat menolak proyek ini namun pemerintah dan pihak LAPAN abai dan terus memaksakan proyek ini dijalankan,” katanya. (*)

Sumber: https://www.pasificpos.com/

Read More

Categories Berita

MRP Berharap Perubahan Kedua UU Otsus Mengikuti Proses yang Legal

Rapat koordinasi Majelis Rakyat Papua bersama forum komunikasi pimpinan daerah provinsi Papua dan bupati/wali kota se – Provinsi Papua – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Pemerintah Provinsi Papua mendukung penuh terkait usulan Majelis Rakyat Papua untuk membuka ruang dialog antara pemerintah dengan orang asli Papua sesuai dengan rekomendasi bersama MRP dan MRPB nomor 01/MRP-MRPB/2020, tanggal 28 Februari 2020.

Dukungan tersebut berkaitan dengan mendengar usulan perubahan undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dari masyarakat Papua.

Sekda provinsi Papua, Dance Yulian Flassy usai Rapat koordinasi Majelis Rakyat Papua bersama forum komunikasi pimpinan daerah provinsi Papua dan bupati/walikota se – Provinsi Papua mengatakan pertemuan hari bahas tentang revisi UU nomor 21 tahun 2001. Pemerintah provinsi Papua juga mendukung masukan-masukan yang disampaikan masyarakat Papua kepada MRP terkait Otsus ini. Jumat, (16/4/2021).

“Kami dukung hasil revisi yang nanti dilakukan oleh MRP, lalu dibahas bersama dengan DPR Papua dan pemerintah pusat karena revisi berarti ada yang perlu di sempurnakan, bila ada yang kurang kita tambahkan,” katanya.

Flassy juga menegaskan selama UU Otsus Papua belum dicabut dan perubahan kedua belum sepenuhnya diusulkan masyarakat Papua melalui MRP maka tidak ada istilah jilid I jilid II.

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua usai rapat koordinasi Majelis Rakyat Papua bersama forum komunikasi pimpinan daerah provinsi Papua dan bupati/walikota se – Provinsi Papua memberikan apresiasi kepada gubernur Papua yang diwakili Sekda Papua memfasilitasi MRP melakukan rapat koordinasi terkait dengan perusahaan kedua undang-undang Otsus nomor 21 tahun 2001.

“Kami MRP menginginkan supaya perusahaan kedua ini harus mengikuti proses yang legal, jadi tidak sepotong-sepotong kita bicara tentang masalah Otsus,” kata Murib.

Sehingga kata Murib, MRP mempertanyakan proses yang sementara sedang berlangsung di DPR Papua terkait perubahan kedua UU Otsus.

“Bolanya sekarang ada di DPR Papua sehingga ini yang kami tanyakan karena MRP merasa bahwa semua komponen masyarakat dan Forkopimda provinsi Papua serta bupati kabupaten/kota belum duduk bersama kita satukan persepsi dalam rangka perubahan kedua ini,” katanya.

Lanjut dia, MRP punya bahan identifikasi yang telah dipaparkan dalam rapat k0ordinasi dan akan dikembangkan lagi oleh MRP dalam rapat-rapat berikut terutama dengan DPR Papua sesuai amanat pasal 77 UU nomor 21 tahun 2001.

“Kita harus sesuaikan dengan amanat itu sehingga semua mekanisme kita lalui ini legal kemudian dapat menjawab aspirasi rakyat,” harap Murib. (*)

Sumber: Suara Papua

 

Read More
Categories Berita

Timotius Murib: Revisi UU Otsus Harus Secara ‘Legal’

Rapat kordinasi Majelis Rakyat Papua bersama forum komunikasi pimpinan daerah provinsi Papua dan bupati/walikota se – Provinsi Papua  – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Rencana pembahasan dan penetapan usulan perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua diharapkan mengikuti proses yang legal yaitu melibatkan Masyarakat Papua, MRP dan DPRP.

Tak Tanya itu, pemerintah pusat juga diminta melibatkan semua unsur terkait, Diantaranya, komponen masyarakat adat, Forkopimda serta para kepala daerah, yang kemudian duduk bersama dengan pemerintah pusat, menyatukan persepsi terkait rencana revisi UU ini.

Selain itu, perubahan UU Otsus, mestinya dilakukan atas dasar usul dari rakyat Papua melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) setempat. Sehingga prosesnya dianggap legal dan berpihak kepada pemerintah dan masyarakat di Papua.

“Perubahan Otsus ini harus mengikuti proses yang legal. Karena itu kami mempertanyakan proses yang sedang berlangsung saat ini di pusat,” ucap Ketua MRP Timotius Murib kepada pers, usai Rapat Koordinasi bersama Forkopimda Papua di Gedung Negara, Jumat (16/4/2021).

Murib juga mendorong DPR RI untuk membuka ruang diskusi antara pemerintah di Papua bersama dengan pusat. Sehingga produk hukum yang ditetapkan, didasarkan pada aspirasi masyarakat Papua.

Sementara itu, Sekda Papua Dance Yulian Flassy memastikan, Pemerintah Provinsi Papua mendukung hasil identifikasi dan usulan MRP terkait perubahan kedua UU Otsus.

Dengan demikian, setelah ada hasil penyempurnaan evaluasi Otsus dari MRP, maka Pemerintah Provinsi segera meneruskan berkas tersebut kepada pemerintah pusat.

“Namun yang perlu saya tegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada UU Otsus jilid I atau II. Undang-Undang ini belum dicabut sehingga yang dilakukan saat ini adalah proses revisi untuk setiap hal yang kurang, sebagaimana yang disampaikan MRP,” pungkasnya. (*)

 

Sumber: nusantarapost.id

Read More

Categories Berita

Yoel Luiz Mulait Dilantik Sebagai Wakil Ketua I MRP

Wakil Gubernur Papua, Klemen tinal melantik Yoel Luiz Mulait sebagai Wakil Ketua I Pengganti Antar Waktu (PAW) Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam rapat Pleno Luar Biasa di Gedung Negara, Kamis (15/4/2021) siang – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal melantik Yoel Luiz Mulait sebagai wakil ketua I Pengganti Antar Waktu (PAW) Majelis Rakyat Papua (MRP) dalam rapat Pleno Luar Biasa di Gedung Negara, Kamis (15/4/2021) siang.

Yoel dilantik untuk sisa masa jabatan periode 2017-2022 menggantikan Jimmy Mabel yang telah berpulang ke sang pencipta. Pelantikan itu berdasarkan keputusan Gubernur Papua Nomor 188.4/138/Tahun 2021.

Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal mengatakan, saat ini masih terdapat lima jabatan di MRP yang kosong. Karena itu, ia mengharapkan Sekda Papua dan MRP bisa segera memproses pengisian jabatan tersebut.

“Kami harap juga nanti Pak Sekda dan teman-teman MRP juga akan proses lima jabatan di MRP yang masih kosong sampai sekarang, karena periodenya akan selesai di 2022 nanti,” kata Klemen.

MRP yang merupakan salah satu lembaga penyelenggara pemerintahan negara dapat berfungsi efektif dan bersinergi dengan pemerintah provinsi Papua dalam menjalankan tugas kenegaraan sesuai aturan perundang-undangan.

Nonton Juga: Yoel Luiz Mulait Dilantik Sebagai Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua

“Kehadiran MRP yang isinya adalah wakil-wakil masyarakat Papua baik yang mewakili adat, Perempuan dan agama dapat melakukan fungsinya secara maksimal,” kata Tinal.

Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua dan Gubernur Papua harus saling berkomunikasi karena peran MRP sangat besar untuk masyarakat dan tanah Papua.

“MRP tugasnya membuat pagar, kita tidak bisa tinggal di Papua dalam keadaan nyaman tapi kita harus tinggal di Papua dengan keadaan aman, karena nyaman itu belum tentu aman sehingga MRP hadir disitu membuat pagar memberi rasa aman kepada masyarakat Papua,” katanya.

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) berharap unsur pimpinan yang terpilih tersebut diharapkan dapat bekerjasama dalam mendukung dan menjalankan program kerja dari lembaga MRP

Sebelumnya, MRP menggelar pemilihan Penggantian Antar Waktu (PAW) jabatan Wakil Ketua I MRP pada Februari lalu. Pemilihan ini untuk mengisi jabatan tersebut yang kosong sejak Jimmy Mambel berhalangan tetap.

Dalam pemilihan yang berlangsung di ruang sidang Kantor MRP ini, ada enam anggota yang dicalonkan. Yoel Luiz Mulait akhirnya terpilih untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut. (*)

 

Humas MRP

 

Read More
Categories Berita

MRP Sebut Bunuh Guru Sama Seperti Bunuh Generasi

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) akhirnya angkat suara terkait kasus penembakan di Beoga Kabupaten Puncak hingga mengakibatkan dua orang guru meninggal dunia.

Ini dianggap tidak manusiawi dan sangat mengganggu, mengingat korban yang tewas adalah pekerja kemanusiaan. Ini sama seperti membunuh seorang tokoh agama maupun misionaris.

Ketua MRP, Timotius Murib menaruh harap konflik kekerasan yang berujung hilangnya nyawa orang lain di Papua perlu segera dihentikan. Pasalnya selama konflik ini berkepanjangan maka yang dirugikan adalah anak – anak dan perempuan yang juga orang asli Papua.

Timotius meminta kekerasan bersenjata tidak lagi menyentuh masyarakat sipil. “Kami  sangat prihatin dengan situasi konflik yang berkepanjangan di Papua khususnya di daerah konflik seperti di Intan Jaya dan Nduga. Kami sedih sebab banyak anak – anak maupun perempuan yang tak mendapatkan hak – hak dasarnya,” kata Timotius melalui ponselnya, Senin (12/4).

Ia berpendapat bahwa konflik yang terjadi dan berkepanjangan justru yang mendapatkan kerugian adalah mereka yang merupakan orang asli Papua sehingga harapannya konflik ini diakhiri.

MRP juga menyikapi penembakan masyarakat sipil terutama yang terbaru, dua orang guru. “Saya sampaikan bahwa setiap orang yang menghilangkan nyawa orang lain maka itu perbuatan terkutuk. Apapun alasannya apalagi menghilangkan nyawa seorang guru. Itu seperti membunuh beberapa generasi terutama generasi kami orang Papua,” katanya.

Ia mengecam perbuatan  melukai apalagi sampai menghilangkan nyawa  para pekerja kemanusiaan. Harusnya pelaku atau pekerja kemanusiaan ini tak boleh terluka karena kepentingan atau sengketa yang terjadi antara OPM maupun TNI Polri. “Ketika seorang guru dibunuh maka putra-putri kita tidak lagi mendapatkan ilmu. Karena tidak ada yang ajar sehingga di situlah maksud membunuh beberapa generasi. Membunuh guru sama artinya membunuh beberapa generasi dan itu salah sekali,” imbuhnya.

Sebagai lembaga representasi kultural ia berpesan untuk memberikan pemahaman kepada para pihak yang tengah berkonflik. Keduanya, baik OPM maupun TNI-Polri perlu segera mengakhiri sebab yang dirugikan adalah masyarakat kecil.

“Saya pikir kita pahami bersama ketika konflik terjadi maka yang muncul adalah ketakutan dan tak bisa berbuat apa – apa. Masyarakat sipil tak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan menjalankan roda ekonomi seperti biasa dan itu yang saya bilang tadi, perempuan dan anak – anak yang paling merasakan dampaknya,” imbuhnya. (*)

Read More
Categories Berita

Sosialisasi P4GN dalam Sidang Reses I Majalis Rakyat Papua Tahun 2021

Bertempat di Halaman Rumah Ondoafi Skouw Yambe telah dilaksanakan Sosialisasi Bahaya dan Dampak Penyalahgunaan Narkoba dalam Sidang Reses I Majalis Rakyat Papua Tahun 2021 – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Bertempat di Halaman Rumah Ondoafi Skouw Yambe telah dilaksanakan Sosialisasi Bahaya dan Dampak Penyalagunaan Narkoba dalam Sidang Reses I Majalis Rakyat Papua Tahun 2021.

Kegiatan Reses tersebut dihadiri oleh Anggota merangkap Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan Nerlince Wamuar Rollo, SE., M.Pd, Kepala BNN Provinsi Papua, Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura, Kapolresta Jayapura yang diwakili Staf Res Narkoba Polresta, Kepala Suku, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, dan Masyarakat.

Sosialisasi P4GN dalam Sidang Reses I Majalis Rakyat Papua Tahun 2021

Kegiatan dibuka oleh Ketua Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua Nerlince Wamuar Rollo, SE., M.Pd. dalam sambutannya Ketua Pokja menyampaikan maksud diadakannya Sidang Reses ini adalah untuk menjaring aspirasi dari Masyarakat untuk menjadi Bahan MRP dalam memberikan rekomendasi kebijakan kepada Eksekutif dan Legislatif.

Melihat kondisi saat ini di mana anak-anak kita putra-putri asli Papua telah banyak menjadi korban penyalahgunaan Narkoba bahkan telah banyak juga yang sampai meninggal dunia. Melihat kenyataan ini, sebagai seorang mama dirinya merasa terpukul dan bersedih hati. Oleh karenanya melalui Sidang Reses ini dengan melibatkan Instansi terkait diharapkan akan ada kebijakan yang lebih baik untuk penyelamatan putra-putri asli Papua.

Sosialisasi P4GN dalam Sidang Reses I Majalis Rakyat Papua Tahun 2021

Kepala BNN Provinsi Papua Brigadir Jenderal Polisi Robinson D. P. Siregar, S.H., S.I.K dalam paparannya menyampaikan bahwa kejahatan Narkotika di Papua saat ini sangat menghawatirkan sebab berdasarkan data BNN Provinsi Papua korban penyalahgunaan Narkoba yang telah menjalani Rehabilitasi di BNN Provinsi Papua didominasi oleh Putera-puteri Asli Papua. Oleh karenanya perlu adanya komitmen dan sinergitas bersama baik Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) Kepolisian, TNI, bahkan masyarakat itu sendiri untuk bersama mewujudkan Indonesia, khususnya Papua yang Bersih dari Narkoba Bersinar.

Ditambahkan oleh Ka BNNP Papua, pada Tahun 2021 pihaknya telah membuat dan akan mendeklarasikan 5 Kampung/Desa Bersinar, 3 diantaranya berada di Kota Jayapura yaitu Kelurahan Hamadi, Kelurahan Imbi dan Distrik Muaratami dimana didalamnya ada Kampung Skow Yambe, Skow Mabo dan Skow Sae.

Mohon bantuan dan dukungan masyarakat untuk dapat kita wujudkan itu semua menjadi Kampung/Desa yang Bersih dari Narkoba Bersinar harap Jenderal Bintang satu di BNN Papua.(*)

 

Read More