Categories Berita

Dewan Kehormatan MRP ajukan PAW anggotanya

Pimpinan Dewan Kehormatan Majelis Rakyat Papua (MRP) memimpin Rapat Dewan Kehormatan yang membahas Pergantian Antar Waktu anggota MRP. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Ketua Dewan Kehormatan Majelis Rakyat Papua atau MRP, Nehemi Yebikon mengatakan pihaknya telah mengajukan Pergantian Antar Waktu anggota MRP ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik atau Kesbangpol Papua. Pergantian Antar Waktu itu untuk menggantikan MRP yang berhalangan tetap, yaitu almarhum Petrus Mabel.

Hal itu disampaikan Nehemi Yebikon di Kota Jayapura, Rabu (29/7/2020). “Kami sudah ajukan nama ke Kesbangpol, [dan] Kesbangpol sudah ajukan ke Gubernur. Saat ini, [usulan PAW kami] ada di meja Gubernur,” kata Yebikon yang tidak mengumumkan nama calon pengganti yang diusulkan.

Menurutnya, kini Dewan Kehormatan MRP menunggu surat keputusan Gubernur Papua dalam bentuk rekomendasi Pergantian Antar Waktu (PAW). Jika surat rekomendasi itu telah ada, MRP dan Kesbangpol Papua akan meneruskan proses PAW itu ke Kementerian Dalam Negeri.

Menurut Yebikon, lamanya waktu untuk mendapatkan rekomendasi Gubernur Papua itu bergantung kepada staf Gubernur.  “Karena yang punya kewenangan staf sekretariat Gubernur. Kami menunggu SK Gubernur. Kita akan memproses ke Menteri Dalam Negeri, untuk penetapan surat keputusan dan pelantikannya,” ujar Yebikon.

Menurutnya, Dewan Kehormatan MRP juga tengah menangani dugaan pelanggaran Tata Tertib dan Kode Etik MRP oleh anggota MRP. Yebikon menyatakan pihaknya akan mendengar keterangan pelapor dan terlapor, lalu meneruskan dugaan pelanggaran itu kepada pimpinan MRP.

“Pimpinan lembaga akan memberikan teguran lisan [atau] tertulis. [Jika] anggota yang sama terus melakukan hal yang sama, pimpinan [MRP] dapat mengajukan PAW,” kata Yebikon.

Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Luiz Mulait menyatakan almarhum Petrus Mabel merupakan anggota Pokja Agama yang telah meninggal pada 2019. Mulait berharap proses PAW dapat selesai secepatnya, agar pengganti almarhum Petrus Mabel dapat dilantik pada tahun ini. Mulait berharap Dewan Kehormatan MRP terus mengawal proses PAW itu.

“Dewan Kehormatan [MRP] telah mengajukan [nama] penggantinya, namun prosesnya agak lambat. Kami harap agar proses [PAW berjalan cepat, dan] pengganti yg telah diajukan [dapat] dilantik tahun 2020. Sebab kalau tidak [selesai tahun ini], [proses PAW bisa berkepanjangan hingga] 2021. Penting [bagi] Dewan Kehormatan [untuk] proaktif,” kata Mulait kepada Jubi pada Rabu.(*)

Read More

Categories Berita

RDP dianggap langkah terbaik tentukan nasib Otsus Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Wacana Majelis Rakyat Papua (MRP) menggelar rapat dengar pendapat atau RDP dengan semua komponen masyarakat Papua, dinilai merupakan langkah terbaik menentukan Otonomi Khusus (Otsus) Papua setelah 2021.

Pernyataan itu dikatakan Wakil Ketua DPR PapuaYunus Wonda melalui panggilan teleponnya, Senin (27/7/2020).

Wonda menyatakan saat pertemuan MRP dan DPR Papua pekan lalu, kedua pihak menyamakan persepsi merencanakan pelaksanaan RDP dengan rakyat Papua.

Katanya, dengan menggelar RDP, para pemangku kepentingan di Papua dan pemerintah pusat, dapat mendengar langsung pendapat rakyat Papua, dan para pihak.

Sejauh mana keberhasilan dan kegagalan implementasi Otsus selama 20 tahun di Bumi Cenderawasih menurut masyarakat.

“Dengan menggelar RPD, bisa diketahui apa keinginan masyarakat Papua. Biarkan rakyat Papua bicara dan memutuskan,” kata Wonda.

Menurutnya, pasal 77 Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua mengamanatkan, usulan Perubahan atas UU Otsus Papua dapat diajukan oleh rakyat kepada pemerintah dan DPR sesuai peraturan perundang-undangan, melalui MRP dan DPR Papua.

“Kita kembalikan sesuai amanat pasal 77 Undang-Undang Otsus. Memberikan ruang kepada rakyat Papua menyampaikan pendapatnya,” ujarnya.

Ia berharap, pemerintah pusat tidak selalu berprasangka negatif terhadap para pihak di Papua. Rakyat Papua mesti dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan pemerintah pada masa mendatang.

Karena dengan begitu, apapun keputusan yang diambil nantinya bukan merupakan keinginan sepihak para pengambil kebijakan.

Sebelumnya, MRP dan DPR Papua bersepakat melakukan upaya bersama memastikan evaluasi pelaksanaan Otsus oleh rakyat Papua.

Pernyataan itu dikatakan Ketua MRP, Timotius Murib usai bertemu Panitia Khusus Otsus Papua DPR Papua, Jumat (24/7/2020).

“Hari ini kita rapat dan menyatukan persepsi untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat bersama dengan rakyat Papua. Itu sesuai [dengan ketentuan] Pasal 77 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua,” kata Timotius Murib.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua (UU Otsus Papua) tidak mengatur jangka waktu berlakunya Otsus Papua. Akan tetapi, kucuran “penerimaan khusus” atau Dana Otsus Papua setara 2 persen plafon Dana Alokasi Umum sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (3) huruf e UU Otsus Papua akan berakhir pada 2021.

Ini memunculkan wacana evaluasi Otsus Papua dan revisi UU Otsus Papua.

Menurutnya, semua hal mesti dikaji secara baik, secara ilmiah dengan basis data sebagai solusi terbaik untuk orang asli Papua ke depan.

“Rakyat Papua yang mesti melakukan evaluasi, karena merekalah penerima manfaat implementasi Otsus selama 20 tahun. MRP dan DPR Papua akan memfasilitasi rakyat Papua menyampaikan pendapatnya,” ucap Murib. (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

Wawancara Imajiner dengan Ketua MRP dan Ketua DPR Papua tentang Pokja Otsus

Ketua MRP Timotius Murib bersama ketua DPR Papua Johny Banua Rouw – Humas MRP

 

Oleh: Yosef Rumaseb)*
)* Penulis adalah anak kampung, tinggal di Biak

Ini adalah artikel (opini) yang saya buat dalam bentuk wawancara imajiner dengan  Ketua MRP dan Ketua DPR Papua tentang rencana MRP dan DPR Papua menarik kembali RUU Otsus Plus.

Saya : Syalom Bapak-Bapak yang mulia. Langsung ke pokok pertanyaan, mengapa RUU Ostus Plus hendak ditarik?

Ketua DPR Papua : Saya juga jelaskan to the point. Begini, public berpersepsi bahwa UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Untuk Papua atau UU Otsus Papua akan dirubah seluruhnya. Persepsi ini bisa keliru tetapi bisa benar. Pasal-pasal yang secara konstitusional memiliki dasar untuk dirubah adalah yang ada di Bab IX tentang Keuangan, misalnya Pasal 34 ayat 5 butir e, tentang dana Otsus berasal dari 2 % Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional. Karena masa berlakunya ditetapkan 20 tahun.  Tahun 2021 adalah tahun ke-20  Otsus Papua diundangkan. Sudah masanya  dirubah.  Opsi perubahan itu dapat berupa dana Otsus ditiadakan, atau ditambah atau dikurangi atau pun tetap. Apabila terjadi perubahan asumsi keuangan pembiayaan implementasi UU Otsus Papua itu maka terbuka kemungkinan terjadi perubahan pada pasal-pasal lain. Itu konsekwensi logis. Oleh karena itu saya katakan bahwa terbuka kemungkinan pasa-pasal lain mengalami penyesuaian pula sebagai konsekwensi dari perubahan asumsi keuangan. MRP dan DPR Papua memiliki persepsi sama bahwa perubahan itu harus melibatkan rakyat Papua. Tidak hanya pemerintah pusat.

Saya : Ada tanggapan YM [Yang Mulia] Ketua MRP Papua?

Ketua MRP Papua : Saudara dapat membaca pada pasal 77 bahwa usulan perubahan atas UU ini diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi saya garis-bawahi tiga hal. Yaitu, pertama, usulan perubahan itu diajukan oleh rakyat Provinsi Papua. Kedua, melalui DPR dan MRP Papua. Ketiga, disampaikan kepada DPR dan pemerintah RI. Jadi peran dari DPR dan MRP Papua hakekatnya adalah peran mediator atau fasilitator. Pokja yang kami bentuk ini adalah mediator. Jadi, jangan dibalik dari pusat ke rakyat.

Saya : Apabila tidak ada yang menolak perubahan UU Otsus Papua maka tidak perlu mediasi. Jadi mediator adalah konsekwensi logis dari adanya penolakan terhadap UU Otsus. Adakah penolakan? Dan mengapa  ada penolakan?

Ketua MRP Papua : Tentulah adik juga sudah mengikuti berita mengenai gelombang aksi, opini, artikel, berita dan bahkan petisi untuk menolak kelanjutan UU Otsus. MRP sebagai representasi kultural masyarakat adat Papua mengikuti dengan seksama semua berita dan opini yang masyarakat Provinsi Papua berkembang dan kami membuka ruang dialog untuk menampung semua aspirasi ini.  Secara garis besar, kami mendapatkan aspirasi dari kalangan masyarakat yang menolak perpanjangan UU Otsus yang menjelaskan alasan mereka menolak UU Otsus yaitu karena implementasi UU Otsus selama 20 tahun ini dinilai telah gagal mengatasi 4 (empat) akar masalah Papua. Otsus sebagai kebijakan affirmative bagi OAP gagal memberi jaminan untuk menyelesaikan konflik kemanusiaan di Papua. Ini merupakan konflik kemanusiaan yang terlama di Indonesia. Empat akar masalah Papua yang diidentifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam buku Papua Road Map (2008) adalah masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), marginalisasi orang Papua di tanahnya sendiri, masalah ketertinggalan pembangunan dan masalah distorsi sejarah politik Papua. Untuk menyelesaikan masalah distorsi sejarah politik Papua, MRP sudah mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk berunding dengan ULMWP. Untuk mencegah makin termarginalnya dan makin meningkatnya penambahan apparat yang berpotensi meningkatkan pelanggaran HAM, MRP sudah menolak semua rencana pembentukan DOB alias pemekaran baik provinsi maupun kabupaten. MRP berpendapat bahwa adalah lebih baik kita duduk bersama dan berdialog untuk menyelesaikan masalah yang saat ini ada dan tidak menambah masalah di atas masalah. Itu lebih dulu. MRP mendapat gambaran bahwa pemerintah pusat tidak serius memberi perhatian untuk menjawab aspirasi yang sudah kami sampaikan. Masyarakat juga membuat kesimpulan seperti itu. Inilah yang menimbulkan kesimpulan dan aspirasi bahwa UU Otsus gagal. Sesungguhnya, UU Otsus tidak dapat dikatakan gagal, sebab UU itu benda mati. Pelaksanaannya yang gagal. Sebagai mediator, kami mendorong para implementator untuk duduk bersama dan berdiskusi untuk menjelaskan mengapa implelemtasi UU Otsus gagal dan bagaimana mencari solusi bersama untuk mengatasi kegagalan itu sekarang dan ke depan. Kita perlu membangun persepsi yang sama mulai dari persepsi tentang indicator keberhasilan implementasi UU Otsus. Itu dulu.

Saya : Apakah ada tambahan dari YM Ketua DPR Papua?

Ketua DPR Papua : DPR Papua, baik pimpinan maupun anggota, dipilih oleh rakyat dan bertugas sebagai mitra pemerintah di tingkat provinsi. Pada konteks itu, kami mengikuti dengan seksama aspirasi masyarakat yang antara lain sudah disampaikan oleh Yang Mulia Saudara Ketua MRP. Paptulah jika kita mengakui bahwa di satu sisi UU Otsus telah memberikan peluang positif untuk membangun SDM Papua. Baik di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi kerakyatan. Namun demikian, kita semua sudah mengikuti pernyataan kekecewaan yang dikemukakan antara lain oleh Saudara Gubernur Papua Bapak Enembe mengenai banyaknya rancangan perdasus dan perdasi yang diajukan ke pemerintah pusat sebagai payung hukum untuk melaksanakan UU Otsus namun telah ditolak atau tidak ditanggapi. Bahkan Bapak Enembe menyampaikan statemen bahwa beliau sudah tidak percaya pemerintah pusat dan lebih percaya jika UU Otsus digantik dengan perjanjian yang difasilitasi pihak internasional seperti yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik Aceh. Sebagai mitra eksekutif, kami menangkap adanya sikap pesimis dari mitra kami di eksekutif. Sebagai mitra dari Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, kami juga tidak menyangkal bahwa pemerintah pusat mempertanyakan kinerja pemerintah provinsi, mengapa dana banyak tetapi tingkat kemiskinan di Provinsi Papua masih yang tertinggi? Pula dari kabupaten, misalnya dari Bupati Jayapura, kami mengikuti aspirasi bahwaa implementasi UU Otsus sepertinya hanya berlaku di level provinsi dan di level  kabupaten yang diimplementasikan adalah UU Otonomi Daerah (bukan UU Otsus). Jadi saya bisa membuat kesimpulan seperti begini, pertama, di level nasional ada kecurigaan bahwa penggunaan dana Otsus tidak tepat sasaran. Ini menyangkut tata kelola pemerintahan di provinsi. Kedua, menurut provinsi, pemerintah pusat tidak tulus … seperti kasih ekor tetapi masih tahan kepala. Banyak rancangan perdasi dan perdasus sebagai paying hukum untuk mengimplemenetasikan UU Otsus tidak disetujui. Ketiga, di level kabupaten terjadi satu kapal dua nahkoda, Otsus dan Otonomi Daerah. Jadi, sama seperti yang dikemukakan oleh YM Saudara Ketua MRP, inilah antara lain pokok persoalan yang perlu kita gali dan cari solusi. Mengapa demikian dan bagaimana mengatasinya? Selama kita tidak berhasil mengatasi masalah-masalah ini maka argument untuk menolak UU Otsus tetap ada dan persepsi masyarakat yang menolak UU Otsus akan meningkat.

Saya : Bagaimana jika proses perubahan UU Otsus ini dijadikan momentum untuk menghentikan krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di tanah Papua. Antara lain yang sedang terjadi di Nduga. Bagaimana jika melalui MRP dan DPR Papua disampaikan kepada Presiden RI agar sebagai Panglima Tertinggi TNI/POLRI memerintahkan penghentian krisis kemanusiaan di Papua dan menunjukkan komitmen serius dengan melakukan proses hukum terhadap para pelaku dengan dimulai dari tubuh TNI dan POLRI. Apa tanggapan Bapak-Bapak?

Baik Ketua DPR maupun Ketua MRP Papua menjawab dengan penekanan yang sama bahwa di Indonesia yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, secara khusus sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, dan UUD 1845 Pasal 27 ayat (1) bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya” aspirasi tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu aspirasi ini akan mendapat tempat dan disampaikan bersama aspirasi lainnya kepada DPR RI dan pemerintah pusat.

(Waktu wawancara imajiner berakhir. Saya menyalami kedua Pimpinan Lembaga yang terhormat itu dan berlalu dengan harapan agar aspirasi-aspirasi ini mendapat tempat terhormat pula dalam agenda kerja Pokja MRP dan DPR Papua. Semoga). (*)

 

Sumber: Suara Papua

 

Read More
Categories Berita

BEM USTJ Minta MRP Undang Seluruh Masyarakat untuk Evaluasi Otsus

Ilustrasi Dana Otsus Papua – IST

JAYAPURA, MRP – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (BEM USTJ) meminta Majelis Rakyat Papua (MRP) membuka diri memngundang semua pihak elemen masyarakat untuk melakukan evaluasi Otsus secara menyeluruh dari berbagai aspek.

Hal tersebut disampaikan Alexander Gobai, ketua BEM USTJ Jayapura melalui pernyataan pers yang diterima suarapapua.com pada Senin, (27/7/2020).

semua pihak bersuara, baik Lembaga pemerintahan, Para Tokoh-Tokoh Papua, Agama, Masyarakat, Perempuan, Adat, Aktivis Mahasiswa, Pemuda, Aktivis Papua Merdeka dan semua pihak yang telah mengalami dan merasakan kehadiran Otsus selama 20 tahun di tanah Papua.

“20 Tahun Otsus diberlakukan di tanah Papua membuat nuansa terhadap tatanan kehidupan orang Papua semakin berubah. Peningkatkan Infrasruktur, Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan dan lainnya sesuai dengan amanah Otsus bahwa Orang papua menjadi tuan diatas negerinya,” tuturnya.

Ia menambahkan, MRP salah satu contoh yang menjadi salah satu Lembaga yang dijawab Otsus yang bertujuan mengangkat jati diri orang Papua sesuai dengan petunjuk Keberpihakan, Pemberdayaan hak-hak orang asli Papua di atas tanah Papua. Dibentuk MRP agar orang asli Papua dilindungi dan disuarakan berdasarkan aspirasi rakyat Papua dari semua aspek, termasuk aspek Politik.

“Upaya keberpihakan sudah dijalankan meski tidak maksimal. Pada saat ini, MRP sedang berupaya melakukan berbagai kegiatan yang nuansanya mendengar pendapat dari berbagai pihak tentang keberhasilan dan kegagalan Otonomi Khusus selama 20 tahun diatas tanah Papua,” jelas Gobay.

Lanjut Gobai, Kecenderungan digelarnya berbagai kegiatan mendorong Evaluasi Otsus dari MRP itu, justru disoroti dari berbagai pihak, dimana rakyat Papua bersuara agar MRP tidak boleh melakukan kegiatan yang menghadirkan berbagai pihak yang cenderung agar Otsus jilid II dilanjutkan.

“Sementara, dinamika rakyat Papua yang tergabung 31 Organisasi Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat Papua telah menandatangi Petisi Penolakan Otsus Jilid II. Upaya penandatanganan itu sudah dilakukan dan akan terus dilakukan agar Otsus tidak boleh lanjut,” tuturnya.

Berdasarkan Dinamika diatas, kata Gobai, kami Mahasiswa dari BEM PT USTJ sebagai Agen Of Change yang adalah independen tidak berpihak kepada siapa-siapa, maka, Mahasiswa memberikan solusi sebagai wujud agar berbagai pihak sebagai pengambilan kebijakan bisa dilanjutkan.

“Pertama, kami BEM USTJ meminta agar Otsus dievaluasi secara detail dari berbagai Aspek. Aspek Ekonomi, Kesehatan, Infrastruktur, Pendidikan, Hukum dan HAM, dan Politik,” katanya.

Kedua, kata Gobai, kami BEM USTJ meminta MRP harus membuka diri dan mengundang semua pihak, Tokoh-Tokoh Papua, Pemerintahan, Adat, Masyarakat, Agama, Perempuan, Akademisi, Mahasiswa, Aktivis untuk duduk berbicara keberhasilan dan kegagalan Otsus selama 20 tahun di tanah Papua.

“Ketiga, kami meminta dalam Evaluasi Otsus, pentingnya mengudang organisasi kiri dan Lembaga Pemerintahan untuk duduk Bersama membicarakan tentang Otsus. Dan keempat, kami sarankan agar BEM se-Papua duduk Bersama untuk membicarakan tentang Otsus dan melakukan Kajian Ilmiah berdasarkan Rill hadirnya Otsus di Papua selama 20 tahun ini,” terang Alexander Gobai Eks Tapol korban rasisme di Balikpapan.

Sebelumnya, Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) mengatakan MRP akan mengupayakan proses evaluasi Otsus Papua dilakukan secara terbuka dan menyeluruh.

“MRP mau evaluasi harus terbuka, semua komponen harus terlibat memberikan pendapat tentang 20 tahun implementasi Otsus di Papua,” tuturnya.

Murib menambahkan empat bidang akan menjadi perioritas evaluasi Otsus MRP khusus 2001- 2019 pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur.(*)

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

MRP Evaluasi Dana Otsus, 11 Pimpinan Keagamaan Kembalikan Pada Umatnya

MRP Evaluasi Dana Otsus, 11 Pimpinan Keagamaan Kembalikan Pada Umatnya – Dok Pribadi

JAYAPURA, MRP – Kabar berakhirnya alokasi dana Otonomi Khusus Papua yang akhir-akhir ini gencar diberitakan media massa dan mendapat tanggapan dari berbagai Pihak baik di tanah Papua maupun diluar Papua, membuat banyak pihak turut berfikir atas kebijakan khusus pemerintah pusat untuk memproteksi Orang Asli Papua dalam bentuk undang-undang 21 Tahun 2001 tentang dampaknya selama 20an Tahun berjalan.

Terkait permasalahan Otonomi Khusus inilah maka Senin (20/7/2020), Pokja Agama Majelis Rakyat Papua melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pimpinan Sinode dan PW,NU di Tanah Papua mendengar pendapat dan pandangan serta presentasi pimpinan Gereja (Sinode),PW,NU Tentang dampak Kebijakan Otsus di Tanah Papua.

Rapat tersebut dilaksanakan di kantor MRP di Pimpin Langsung Timotius Murib selaku Ketua Majelis Rakyat Papua dan di Hadiri oleh 11 Perwakilan Sinode Gereja, Keuskupan dan PW serta NU di Papua.

Untuk itu dari hasil Rapat dalam Mendengarkan Pendapat serta Presentasi dari berbagai Perwakilan Sinode, Ketua MRP Timotius Murib mengatakan bahwa ada hasil Positif yang di dapatkan dari Dampak Berlakunya Undang undang Otsus Papua, khususnya lembaga Keagamaan. Dimana menurut mereka sangat terasa Dana Otsus Provinsi 10% yang di peruntukan bagi lembaga Keagamaan saat Kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal Dua Periode pimpin Bumi Cendrawasih,”Ucap Ketua MRP saat di Tanya Usai Rapat di Ruang Kerjanya.

“Dari Sebelas pimpinan keagamaan yang hadir, mereka semua mengaku bahwa telah menerima Dana Otsus tersebut sesuai dengan jumlah Umat yang diperuntukkan bagi kebutuhan umat dimasing-masing Organisasi Sinode,” jelas murib.

Didalam Rapat tersebut juga Majelis Rakyat Papua (MRP) membagikan Kuesioner yang harus di Jawab oleh Para Hamba-hamba Tuhan, Pendeta dan Pastor serta Haji yang mewakili Organisasi mereka. Di mana Soal dari kuesioner sebagai berikut, Bagaimana jika Otonomi Khusus Papua tidak di Jalankan lagi atau tidak di perpanjang, Apa sikap lembaga keagamaan?

Kesebelas Sinode PW dan NU dengan Jawaban yang sama, mengatakan bahwa tidak dipersoalkan ada atau tidaknya Otonomi Khusus karena Sebelum ada Pemerintah Gereja sudah terlebih dulu ada di Papua untuk membangun Umat tanpa dana Otsus Karena Gereja berkeyakinan besar bahwa Tuhanlah yang dapat menolong Umat dari berbagai Persoalan di muka bumi ini ini adalah Prinsip berjemaat.

“Terkait dengan Evaluasi Otonomi Khusus Jilid II, Seluruh Pimpinan Sinode, PW dan NU Merekomendasikan bahwa Evaluasi Otsus di Kembalikan kepada Umatnya masing masing, Hasil dari Umatlah yang akan di Sampaikan kepada MRP sebagai Perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat ini merupakan amanat Undang-undang,” jelas Timotius Murib.

Hadir dalam pertemuan bersama MRP Papua, ketua sinode dan wakil ketua sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus. Mofu dan Pdt. Hiskia Rollo. Presiden Gidi Pdt. Dorman Wandikbo, kemudian Sinode Kingmi Pdt. Beny Giay. Pdt. Robert Horik mewakili Majelis Daerah GPdI, Evangelis Hendrik Tanem Sinode Gereja Bethel (Gereja Pantekosta) GBGP, perwakilan Sinode Gereja Pantekosta di Tanah Papua (GPDP), Ustad. Toni. Wanggai mewakili Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Papua, Perwakilan Keuskupan serta hamba Tuhan lainnya. (*)

 

Sumber: beritapapua.co

 

Read More
Categories Berita

MRP: Demo itu upaya terakhir, sampaikan evaluasi Otsus dengan santun dan berbasis data

Ketua MRP Timotius Murib bersama ketua DPR Papua Johny Banua Rouw – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP mengajak seluruh komponen rakyat Papua bekerjasama mengevaluasi implementasi otonomi khusus Papua dengan cara menggalang dukungan semua pihak untuk melakukan evaluasi.

“Kalau tidak berhasil katakan tidak, kalau berhasil, katakan berhasil, kita sampaikan secara satun, secara ilmiah dan terakhir harus ada data,” ungkap ketua MRP, Timotius Murib kepada redaksi Jubi, Jumat (24/07/2020) di Jayapura.

Kata dia, apa pun hasil evaluasinya, harus diperkuat dengan bukti-bukti yang membuktikan pernyataan dan sikap atas evaluasi.

Jika pun gagal, harus dibeberkan sejumlah fakta kegagalan itu, dan jika berhasil juga harus disertai buktinya.

“Kami tolak atau terima buktinya ada ini. Seketika kita bicara otonomi khusus gagal, mana buktinya, mana data kita, gagalnya seperti apa? Harus kita tunjukan?”ungkapnya.

Kata dia, MRP sudah membentuk empat tim besar yang melibatkan akademisi. Empat tim terdiri dari empat prioritas perhatian pembangunan otonomi khusus Papua. Mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan hingga infrastruktur.

MRP juga tidak akan mengabaikan pelanggaran HAM 20 tahun terakhir. Apakah ada pelanggaran HAM 20 tahun otonomi khusus berlaku? Berapa banyak orang Papua yang meninggal karena sakit penyakit dan kekerasan? Kalau ada kekerasan, mengapa Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) tidak pernah dibentuk sesuai amanat otonomi khsus Papua?

“Kami juga akan sisir pasal per pasal. Pasal pertama hingga pasal terakhir, apakah ini sudah ada perdasi, perdasus, atau tidak? Atau ada kebijakan pemerintah daerah tidak?” katanya.

Dia melanjutkan, dalam proses itu, pihaknya membagikan kuesioner untuk mengukur plus dan minusnya.

“Kita evaluasi. Kita bagikan kuesioner.Kegagalan plus minus akan terukur dengan baik, sampaikan dengan santun, jangan dengan cara demo-demo. Demo itu upaya yang paling terakhir,”ungkapnya.

Kata dia, langkah evaluasi seperti ini sangat tepat karena itu membuka mata semua pihak, untuk melihat, mendengar dan meyampaikan apa yang harus disampaikan atas implementasi otsus Papua.

“Hari ini kita orang asli Papua harus menyampaikan dengan gagasan-gagasan dalam narasi yang sopan, melakukan kajian-kajian ilmiah supaya ada semua pihak memberikan pendapat demi kehidupan masa depan orang asli Papua yang terbaik,”ungkapnya.

Ia mengatakan, pendapat dan rumusan terbaik atas evaluasi semua pihak itulah yang harus disampaikan kepada Jakarta.

Jhony Banua Rouw, Ketua DPRP mengatakan, pihaknya bersama MRP telah bersepakat untuk bekerjasama untuk mengevaluasi otonomi khusus Papua.

Pihaknya sadar, jika DPR Papua, MRP dan Gubernur Papua datang dari rakyat sehingga harus bekerjasama menyampaikan aspirasi rakyat.

“Kita samakan perseepsi karena ada usulan untuk merevisi UU otsus. Kita bekerjasama karena sadar, rakyat yang memilih DPRP, rakyat sama memilih MRP dan gubernur Papua,”ungkapnya.

Karena itu, ia mengajak untuk menyatukan persepsi, agar ketiga lembaga ini tidak terpisah dalam menyampaikan aspirasi rakyat.

“Kita sudah sepakat, kita bekerja sama bersama-sama. Ini baru langkah awal, kita belum tentukan sikap,” ungkapnya kepada wartawan usai pertemuan dengan MRP pada 24 Juli 2020 di Swiss Bel Hotel, Kota Jayapura, Papua. (*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More

Categories Berita

MRP: Rakyat Papua mau evaluasi otsus terbuka

Timotius Murib ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP mengklarifikasi berita atau video yang beredar adanya penolakan rakyat terhadap kegiatan Kelompok Kerja (Pokja) MRP di Kabupaten Keerom, Sarmi, Kota dan Kabupaten Jayapura.

“Saya ingin klarifikasi berita atau video yang beredar adanya penolakan komunitas masyarakat ketika kunjungan kerja MRP ke tiga kabupaten (dan satu kota) yakni Keerom, Sarmi, Jayapura, dan Kota Jayapura,” kata Ketua MRP, Timotius Murib, kepada Jubi, Jumat (24/7/2020).

Kata dia, setelah mempelajari motif penolakan itu, MRP menyadari komunitas masyarakat punya alasan yang masuk akal. Masyakat ada tidak menerima kegiatan MRP tanpa proses pemberitahuan.

“Saya pikir mereka tidak tolak MRP. Mereka belum mendengarkan MRP melakukan RDP (rapat dengar pendapat). Belum ada penjelasan lalu sodorkan dengan kuesioner tentunya semua orang akan mempertanyakan itu,” ungkapnya.

Kata dia, dengan demikian, maksud komunitas masyarakat adat jelas. Masyarakat ada menginginkan proses evaluasi otonomi khusus Papua yang terbuka dan menyeluruh dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat adat Papua.

“Penolakan itu secara spontan. Rakyat tidak mau melakukan evaluasi secara diam-diam. Caranya kurang terbuka itu yang mereka tidak inginkan, saya pikir seperti itu,” katanya.

Karena itu, MRP akan mengupayakan proses evaluasi otonomi khusus Papua secara terbuka dan menyeluruh.

“MRP mau evaluasi harus terbuka, semua komponen harus terlibat, memberikan pendapat tentang 20 tahun implementasi otonomi khusus Papua,” imbuhnya.

Sebelumnya, Komite Nasional Papua Barat atau KNPB meminta Majelis Rakyat Papua berhenti membuat pertemuan dengan masyarakat untuk membahas Otonomi Khusus Papua. KNPB mengklaim telah mendatangi tiga pertemuan Majelis Rakyat Papua dengan masyarakat yang membicarakan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, dan meminta pertemuan itu dibubarkan. (*)

 

Read More

Categories Berita

MRP dan DPR Papua sepakat evaluasi Otsus harus dilakuan oleh rakyat Papua

MRP dan DPR Papua bersepakat untuk melakukan upaya bersama untuk memastikan evaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua akan dilaksanakan oleh rakyat Papua. Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib usai bertemu Panitia Khusus Otonomi Khusus Papua DPR Papua di Kota Jayapura, Jumat (24/7/2020). – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua bersepakat untuk melakukan upaya bersama untuk memastikan evaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus Papua akan dilaksanakan oleh rakyat Papua. Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib usai bertemu Panitia Khusus Otonomi Khusus Papua DPR Papua di Kota Jayapura, Jumat (24/7/2020).

“Hari ini kita rapat dan menyatukan persepsi untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat bersama dengan rakyat Papua. Hal itu sesuai [dengan ketentuan] Pasal 77 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua,” kata Murib.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua (UU Otsus Papua) tidak mengatur jangka waktu berlakunya Otsus Papua. Akan tetapi, kucuran “penerimaan khusus” atau Dana Otsus Papua setara 2 persen plafon Dana Alokasi Umum sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (3) huruf e UU Otsus Papua akan berakhir pada 2021. Hal itu memunculkan wacana evaluasi Otsus Papua dan revisi UU Otsus Papua.

Tempo.co melansir pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang berharap revisi UU Otsus Papua segera dibahas dan disahkan tahun ini. Hal itu dinyatakan Tito dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, 22 Januari 2020. Di pihak lain, banyak pemangku kepentingan politik di Papua justru menyatakan akan menolak atas rencana sepihak Jakarta memberlakukan “Otsus Jilid II”.

Murib menegaskan sesuai ketentuan Pasal 77 UU Otsus Papua, evaluasi Otsus Papua harus dilakukan oleh rakyat. ”Rakyat itu orang asli Papua, sebagai penerima manfaat impelementasi Otsus,” ungkapnya.

Ia menyatakan MRP bersama bersama DPRP akan menjalankan sejumlah langkah kongkrit. MRP akan berangkat  ke Jakarta untuk bertemu pemerintah pusat, meminta pemerintah pusat tidak melanjutkan pembahasan draf revisi UU Otsus Papua di DPR.

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengatakan pertemuan Panitia Khusus (Pansus) Otsus Papua dengan MRP itu merupakan rapat penyatuan prespesi menyikapi wacana revisi UU Otsus Papua. Menurutnya, pertemuan itu berangkat dari suatu kesadaran bahwa DPR Papua, MRP, dan Gubernur Papua datang dari rakyat.

“Kita samakan persepsi, karena ada usulan untuk merevisi UU otsus Papua. Kami bekerja sama karena sadar, rakyat yang memilih DPR Papua. Rakyat [yang] sama memilih MRP dan Gubernur Papua,” kata Rouw usai bertemu Murib.

Ia menyatakan penyamaan persepsi itu harus dilakukan agar ketiga lembaga itu tidak terpisah-pisah dalam memperjuangkan aspirasi rakyat Papua. “Kita sudah sepakat, kita bekerja sama bersama-sama. Ini baru langkah awal, kita belum tentukan sikap,” kata Rouw.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

DPR Papua dan MRP Sepakat Tarik Rancangan UU Otsus Plus dan Dorong RDP

Ketua MRP Timotius Murib bersama ketua DPR Papua Johny Banua Rouw – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Berdasarkan hasil Rapat Kerja Panitia Khusus (Pansus) Otonomi Khusus DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP), maka kedua lembaga sepakat menarik kembali rancangan UU Otsus Plus dan fokus untuk melakukan evaluasi Otsus melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh rakyat Papua sebagai penerima manfaat implementasi Otsus.

Ketua MRP, Timotius Murib menyampaikan dalam waktu dekat MRP dan DPR Papua sepakat menarik UU Otsus plus sampai pada draf 14 yang tidak pernah dikontrol oleh rakyat Papua melalui MRP dan DPR Papua.

“Untuk evaluasi pelaksanaan UU Otsus harus ada keterlibatan rakyat Papua yang merupakan penerima manfaat dari implementasi UU Otsus itu sendiri, sehingga pada pasal 77 itu, MRP dan DPR Papua akan memfasilitasi rakyat Papua menyampaikan pendapat tentang implementasi Otsus selama 20-an tahun ini,” jelasnya, Jumat 24 Juli 2020 di Jayapura.

Dirinya mengakui UU Otsus sebenarnya dipaksakan oleh pemerintah pusat untuk masuk prolegnas. Sementara melihat drafnya setelah 7 tahun berjalan belum dikontrol. Untuk itu, masalah UU Otsus akan dikembalikan kepada rakyat dan pemerintah akan melakukan rapat dengar pendapat untuk menjaring aspirasi rakyat selama 20 tahun implementasinya.

MRP dalam menghimpun aspirasi rakyat telah membentuk tim besar untuk menggodok masalah ini. Dalam waktu dekat tim akan melakukan kegiatan untuk menghimpun aspirasi dari masyarakat.

“Tim ini akan melakukan penjaringan pada satu kota dan tiga kabupaten yaitu, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom, dan Sarmi,” kata Timotius.

Sementara itu, Ketua DPR Papua, Jhoni Banua Rouw menyampaikan rapat kerja pansus Otsus DPR Papua dengan MRP bertujuan untuk menyamakan persepsi terkait revisi UU Otsus.

“Langkah awal adalah akan dikirim tim ke Jakarta untuk bertemu dengan Komisi II DPR RI untuk mendengar revisi yang dimaksud. Ini masih mendengarkan dan belum mengambil sikap dan masih dalam tahapan proses awal,” katanya.

Sumber: kabarpapua.co

Read More

Categories Berita

DPR Papua dan MRP Satukan Persepsi Untuk Lakukan RDP Sesuai UU Otsus

DPR Papua bersama MRP melakukan rapat bersama guna menyatukan persepsi dalam pembahasan evaluasi UU Otsus – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melakukan rapat kerja Panitia khusus (Pansus) Otsus dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) guna menyatukan persepsi bersama dalam pembahasan Otonomi Khusus berpacu pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau UU Otsus Papua harus mengacu Pasal 77 UU Otsus Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) mengatakan pertemuan ini lebih bertujuan kepada mempersiapkan langkah-langkah menuju Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan rakyat Papua dalam rangka evaluasi UU Otsus Papua.

“Hari ini kita lihat di media sosial, ada dua belah pihak yang berdiri berseberangan antara pemerintah pusat dan rakyat Papua sehingga MRP, DPR Papua harus menjadi fasilitator guna mefasilitasi rakyat untuk menyampaikan hasil implementasi Otsus dalam rangka evaluasi Otsus mengacu pada Pasal 77 UU Otsus Papua,” tuturnya.

Dalam Amanat tersebut dengan jelas meminta kepada rakyat Papua untuk mengevaluasi Otsus melalui lembaga MRP dan DRP Papua sehingga hari ini DPRP dan MRP satukan persepsi, untuk mengerjakan masing-masing tugas lalu satukan untuk di Paripurnakan oleh DPRP untuk menyampaikan kepada presiden Joko Widodo.

sementara itu John Banua Rouw,  ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) menambahkan pertemuan Pansus Otsus DPRP dan MRP guna menyatuhkan persepsi bersama sebagai lembaga aspirasi rakyat untuk menyampaikan apa yang diaspirasikan rakyat kepada pusat terutama Komisi II RPR RI sebagai pengambil kebijakan dalam mengesahkan UU Otsus harus melihat kondisi real saat ini di Papua.

“Tujuan kami hari ini lebih kepada menyatuhkan presepsi terkait dengan adanya usulan untuk merevisi UU Otsus. Dengan Diskusi ini kita bisa membuat presepsi dan sudut pandang yang sama antara DRP Papua dan MRP untuk bekerja bersama sesuai aspirasi masyarakat Papua,” tuturnya. (*)

Humas Majelis Rakyat Papua (MRP)

Read More