Categories Berita

MRP akan mengevaluasi berbagai regulasi terkait OAP

Ketua MRP, Timotius Murib memimpin rapat pleno di Jayapura untuk merumuskan agenda kerja MRP pada 2020. – Jubi/Benny Mawel

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP pada pekan ini menggelar rapat pleno di Jayapura, Papua, untuk merumuskan agenda kerja MRP pada tahun 2020. Salah satu agenda prioritas MRP pada 2020 adalah mengevaluasi berbagai regulasi yang terkait atau berdampak terhadap upaya melindungi hak-hak orang asli Papua atau OAP.

Hal itu disampaikan Ketua MRP, Timotius Murib di Jayapura, Kamis (16/1/2020). “[Evaluasi itu] lebih [mengarah kepada] evaluasi Peraturan Daerah Khusus, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Gubernur, dan peraturan kepada daerah lain di Papua,” kata Murib.

MRP juga akan menjalankan sejumlah agenda rutin seperti kunjungan kerja dan rapat dengar pendapat. “Ada skala prioritas, [ada agenda] prioritas dan rutin,” ujar Murib.

Menurut Murib, MRP ingin memperbanyak rapat dengar pendapat yang melibatkan para bupati/wali kota di Tanah Papua. MRP juga ingin menggelar rapat dengar pendapat dengan berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) pemerintah daerah di Tanah Papua.

“MRP akan mengundang para kepala daerah untuk mendengarkan [perkembangan pelaksanaan pembangunan [di daerahnya masing-masing]. Kami akan ingatkan para kepala daerah, [bahwa besaran nilai] Dana Otonomi Khusus [Papua dari pemerintah pusat akan] mulai berkurang,” ujar Murib.

Anggota MRP, Nikolaus Degey mengatakan evaluasi berbagai regulasi di Papua akan berfokus kepada upaya meningkatkan perlindungan hak OAP. “Kami punya kewenangan untuk memperjuangkan hak-hak orang asli Papua. Tahun ini MRP harus banyak ketemu sejumlah dinas dan kepala daerah,” kata Degey.

Degey berharap evaluasi itu nantinya akan dapat memetakan siapakah pihak yang paling diuntungkan dari kucuran Dana Otonomi Khusus Papua. Data Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Papua menyatakan nilai total kucuran Dana Otonomi Khusus Papua sejak 2002 hingga 2019 telah mencapai Rp80 triliun.

Degey menyatakan selama ini banyak pihak bertanya apakah Dana Otonomi Khusus Papua menguntungkan seluruh OAP, atau hanya menguntungkan kelompok orang tertentu. “Semua akan jelas pada waktunya,” ujar Degey.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Pertemuan tertunda, mahasiswa eksodus masih menunggu Gubernur Papua

 

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib (berdiri paling kiri, membelakangi kamera) saat berdialog dengan 146 orang yang menyatakan diri sebagai “mahasiswa eksodus” dan mendatangi Kantor Majelis Rakyat Papua di Jayapura, Papua, Kamis (9/1/2020). – Dok. MRP

 

Jayapura, MRP – Target “mahasiswa eksodus” untuk dapat bertemu dan berdialog dengan Gubernur Papua bersama Ketua Majelis Rakyat Papua dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua pada Kamis (16/1/2020) gagal terwujud. Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib selaku pihak yang mengomunikasikan agenda pertemuan itu pada Kamis mengumumkan menunda pertemuan itu.

Penundaan itu disampaikan Timotius Murib pada Kamis. “Minggu lalu mahasiswa minta [bertemu Gubernur Papua bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua pada] Kamis ini.  Akan tetapi, kami meminta mahasiswa menunggu Gubernur Papua mengagendakan pertemuan itu,” kata Murib saat ditemui Jubi di Jayapura, Kamis.

Sejak persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua terjadi di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, ribuan mahasiswa Papua yang berkuliah di luar Papua melakukan eksodus dan pulang ke Papua. Eksodus terjadi setelah sejumlah asrama atau pemondokan mahasiswa Papua di berbagai kota studi didatangi aparat keamanan atau dipersekusi organisasi kemasyarakatan.

Situasi itu membuat mahasiswa Papua merasa tidak nyaman dan aman, sehingga meninggalkan kuliahnya dan pulang ke Papua. Polda Papua memperkirakan jumlah mahasiswa eksodus yang meninggalkan berbagai perguruan tinggi di luar Papua itu mencapai 3.000 orang. Sementara kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus di Jayapura menyatakan jumlah mahasiswa eksodus di Papua mencapai 6.000 orang.

Pada 9 Januari 2020, sejumlah 146 orang yang menyatakan diri kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus mendatangi Kantor MRP, meminta Ketua MRP Timotius Murib mempertemukan mereka dengan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Jhony Banua Rouw, agar dapat menyampaikan pernyataan sikap mereka terkait persoalan rasisme Papua.

Pertemuan itu diagendakan akan berlangsung Kamis pekan ini, hingga akhirnya Timotius Murib menyatakan pertemuan tersebut harus ditunda untuk menunggu Gubernur Papua. Murib menyatakan Majelis Rakyat Papua (MRP) akan memberitahu kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus jika Gubernur Papua telah berada di Papua.

Murib menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe juga ingin bertemu dengan para mahasiswa eksodus. Menurutnya, sebelum ini Gubernur sudah beberapa kali berusaha menemui mahasiswa eksodus, namun selalu ditolak para mahasiswa eksodus.

“Pada 2019, [saat kasus] rasisme bergulir, Gubernur pernah ke Surabaya untuk menemui mahasiswa, tetapi gagal [bertemu. Setelah Gubernur] sampai di Papua, Gubernur [sudah] mengundang [mahasiswa eksodus untuk bertemu], tapi mahasiswa tolak,” kata Murib.

Kini, kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus menyatakan ingin bertemu Gubernur Papua, dan Murib berharap pertemuan itu segera terwujud. Murib menyatakan pertemuan itu penting karena menyangkut masa depan para mahasiswa eksodus, mahasiswa yang diharapkan akan menjadi tumpuan masa depan Papua.

“Pendidikan itu lebih penting, karena [pendidikan akan menjadi bekal] masa depan mereka dan bangsa ini. Karena itu, kami menunggu Gubernur menggelar pertemuan dengan mahasiswa,” kata Murib.

Kaitanus Ikinia dari kelompok Posko Induk Mahasiswa Eksodus membenarkan pihaknya sudah menerima pemberitahuan bahwa pertemuan dengan Gubernur ditunda. “Hari ini tidak jadi. [Kami tahu] setelah komunikasi dengan MRP,” tulis Ikinia lewat layanan pesan singkatnya, Kamis.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More