Categories Berita

Majelis Rakyat Papua rencananya kunker ke Sulut, soroti pelanggaran HAM dan rasisme

Ketua tim Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait, SH (baju biru) memimpin rapat teknis sebelum bertemu mahasiswa Papua yang berada di Sulut, bertempat di ruangan rapat Whiz Prime Hotel. (27 Agustus 2019)

Manado – Majelis Rakyat Papua memberikan siaran pers soal rencana melakukan kunjungan kerja ke empat kota studi dan Maklumat MRP tentang rasisme dan persekusi yang dialami oleh mahasiswa/i orang asli Papua.

Majelis Rakyat Papua menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dan masalah rasisme yang sedang berlangsung dan memburuk yang dilakukan oleh orang asli Papua, terutama para mahasiswa/i orang asli Papua.

“Pada tanggal 26 – 30 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua akan melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Bali dan Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta untuk bertemu mahasiswa-mahasiswi orang asli Papua.

“Dalam kunjungan ini juga, Majelis Rakyat Papua mengagendakan untuk bertemu dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/ kota dan Pemerintah Provinsi, lembaga perguruan tinggi, para tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan guna berkonsultasi dan berkoordinasi terkait dengan masalah rasisme, persekusi dan bentuk kekerasan hak asasi manusia lainnya yang dialami oleh mahasiswa/i orang asli Papua, serta penyampaikan maklumat Majelis Rakyat Papua Nomor 05/MRP/2019 tentang seruan kepada mahasiswa Papua di semua kota studi pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kembali ke tanah Papua,” kata Yoel Mulait, Ketua Tim Majelis Rakyat Papua dalam Kunjungan Kerja Majelis Rakyat Papua di Provinsi Sulawesi Utara) yang membenarkan siaran pers itu, Selasa (27/08/2019).

Di Provinsi Sulawesi Utara, Majelis Rakyat Papua rencananya melakukan Kunjungan Kerja dalam rangka melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, dan rapat dengar pendapat dengan mahasiswa orang asli Papua tentang perlindungan hak asasi manusia dan masalah rasisme yang dihadapi oleh mahasiswa asli Papua, dan menginventarisir keberadaan mahasiswa Papua yang sedang studi di Provinsi Sulawesi Utara.

Ia mengatakan pada tanggal 15 – 17 Agustus 2019, beberapa mahasiswa/i orang asli Papua yang tinggal di Asrama Mahasiswa Papua “Kamasan” dan studi di sejumlah perguruan tinggi di kota Surabaya mengalami diskriminasi rasial, persekusi dan bentuk-bentuk lain kekerasan hak asasi manusia.

Peristiwa ini telah menyebabkan gelombang protes besar-besar di seluruh kota di tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat), dan beberapa tempat lain di Indonesia, seperti Jakarta, Palangkaraya, dan Manado.

Aksi yang sama juga dilakukan oleh kelompok solidaritas di Port Moresby (PNG), Dili (Timor Leste), dan Manila (Filipina).

“Sehingga, pada tanggal 21 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua memutuskan dan menetapkan Maklumat Majelis Rakyat Papua Nomor 05/MRP/2019 tentang Seruang Kepada Mahasiswa Papua di Semua Kota Studi Pada Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk Kembali ke Tanah Papua,” katanya.

Kunjungan Kerja Majelis Rakyat Papua ke beberapa kota studi, dan maklumat Majelis Rakyat Papua itu didasari oleh beberapa pertimbangan, yakni:

  1. Majelis Rakyat Papua, sebagai lembaga negara yang menjadi representasi kultural orang asli Papua memiliki tugas dan wewenang khusus sebagaimana dimandatkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, dan PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua menilai bahwa mahasiswa-mahasiswai orang asli Papua yang studi di berbagai perguruan tinggi di kota Surabaya, Malang, Semarang, Jogjakarta, Manado, Makasar dan Jakarta telah mengalami rasisme, persekusi dan bentuk-bentuk kekerasan hak asasi manusia lainnya.
  2. Majelis Rakyat Papua juga mencatatan bahwa aktor negara, khususnya anggota TNI dan Polri terlibat sebagai pelaku bersama dengan beberapa warga masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai organisasi kemasyarakatan.
  3. Dalam lima tahun terakhir ini, tindakan rasisme dan persekusi dari aparatur negara dan warga negara Indonesia di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Jakarta dan Makasar terus meningkat, sehingga kesetaraan ras dan keadilan bagi mahasiswa/i orang asli Papua harus menjadi kepedulian semua pihak dan membangun regulasi dan penegakan hukum yang tepat dan adil yang dapat mencegah terjadinya rasisme yang berulang dan persekusi terhadap mahasiswa/i orang asli Papua.
  4. Mengikuti Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa-bangsa Pribumi dan Konvensi PBB tentang penghapusan diskriminasi rasial, Majelis Rakyat Papua menjelaskan bahwa, dalam memenuhi kewajiban dan tugas pembangunan nasional, Negara Indonesia harus memastikan kesetaraan bagi semua warga negara, dan mengakhiri kekerasan hak asasi manusia, khususnya persekusi terhadap mahasiswa/i orang asli Papua. Pada tingkat yang lebih mendasar, Majelis Rakyat Papua mengingatkan bahwa hukum hak asasi manusia didasarkan pada premis bahwa semua orang, berdasarkan kemanusiaan mereka, harus menikmati semua hak asasi manusia tanpa diskriminasi dengan alasan apa pun. Prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi karenanya dikodifikasikan dalam konstitusi inti hak asasi manusia. Perbedaan dalam perlakuan atau hasil hak asasi manusia dengan alasan ras atau etnis tidak diizinkan karena larangan diskriminasi rasial telah diakui sebagai bagian dari konstitusi Republik Indonesia dan komitment masyarakat international, memaksakan kewajiban segera dan absolut dari mana tidak ada penghinaan yang diizinkan, sekalipun dalam keadaan darurat.
  5. Majelis Rakyat Papua juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kesetaraan kedaulatan, hak menentukan nasib sendiri orang asli Papua dan hak untuk menikmati pembangunan sebagai hal mendasar dalam mencapai kesetaraan ras dan non-diskriminasi.

(Tribunmanado.co.id)

Read More
Categories Siaran Pers

MRP Lakukan Kunjungan Kerja Keempat Kota Studi

Siaran Pers

MAJELIS RAKYAT PAPUA

melakukan kunjungan kerja ke empat kota studi dan Maklumat MRP

tentang rasisme dan persekusi yang dialami oleh mahasiswa/i orang asli Papua

Majelis Rakyat Papua menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dan masalah rasisme yang sedang berlangsung dan memburuk yang dilakukan oleh orang asli Papua, terutama para mahasiswa/i orang asli Papua.

Pada tanggal 26 – 30 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua akan melakukan kunjungan kerja ke Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Bali dan Propinsi Daerah Istimewah Jogjakarta untuk bertemu mahasiswa-mahasiswi orang asli Papua. Dalam kunjungan ini juga, Majelis Rakyat Papua mengagendakan untuk bertemu dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/ kota dan Pemerintah Propinsi, lembaga perguruan tinggi, para tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan guna berkonsultasi dan berkoordinasi terkait dengan masalah rasisme, persekusi dan bentuk kekerasan hak asasi manusia lainnya yang dialami oleh mahasiswa/i orang asli Papua, serta penyampaikan maklumat Majelis Rakyat Papua Nomor 05/MRP/2019 tentang seruan kepada mahasiswa Papua di semua kota studi pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk kembali ke tanah Papua.

Pada tanggal 15 – 17 Agustus 2019, beberapa mahasiswa/i orang asli Papua yang tinggal di Asrama Mahasiswa Papua “Kamasan” dan studi di sejumlah perguruan tinggi di kota Surabaya mengalami diskriminasi rasial, persekusi dan bentuk-bentuk lain kekerasan hak asasi manusia. Peristiwa ini telah menyebabkan gelombang protes besar-besar di seluruh kota di tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat), dan beberapa tempat lain di Indonesia, seperti Jakarta, Palangkaraya, dan Manado. Aksi yang sama juga dilakukan oleh kelompok solidaritas di Port Moresby (PNG), Dili (Timor Leste), dan Manila (Filipina).

Sehingga, pada tanggal 21 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua memutuskan dan menetapkan  Maklumat Majelis Rakyat Papua Nomor 05/MRP/2019 tentang Seruang Kepada Mahasiswa Papua di Semua Kota Studi Pada Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk Kembali ke Tanah Papua.

Kunjungan Kerja Majelis Rakyat Papua ke beberapa kota studi, dan maklumat Majelis Rakyat Papua itu didasari oleh beberapa pertimbangan, yakni:

  1. Majelis Rakyat Papua, sebagai lembaga negara yang menjadi representasi kultural orang asli Papua memiliki tugas dan wewenang khusus sebagaimana dimandatkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, dan PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua menilai bahwa mahasiswa-mahasiswai orang asli Papua yang studi di berbagai perguruan tinggi di kota Surabaya, Malang, Semarang, Jogjakarta, Manado, Makasar dan Jakarta telah mengalami rasisme, persekusi dan bentuk-bentuk kekerasan hak asasi manusia lainnya.
  2. Majelis Rakyat Papua juga mencatatan bahwa aktor negara, khususnya anggota TNI dan Polri terlibat sebagai pelaku bersama dengan beberapa warga masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai organisasi kemasyarakatan.
  3. Dalam lima tahun terakhir ini, tindakan rasisme dan persekusi dari aparatur negara dan warga negara Indonesia di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Jakarta dan Makasar terus meningkat, sehingga kesetaraan ras dan keadilan bagi mahasiswa/i orang asli Papua harus menjadi kepedulian semua pihak dan membangun regulasi dan penegakan hukum yang tepat dan adil yang dapat mencegah terjadinya rasisme yang berulang dan persekusi terhadap mahasiswa/i orang asli Papua.
  4. Mengikuti Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa-bangsa Pribumi dan Konvensi PBB tentang penghapusan diskriminasi rasial, Majelis Rakyat Papua menjelaskan bahwa, dalam memenuhi kewajiban dan tugas pembangunan nasional, Negara Indonesia harus memastikan kesetaraan bagi semua warga negara, dan mengakhiri  kekerasan hak asasi manusia, khususnya persekusi terhadap mahasiswa/i orang asli Papua. Pada tingkat yang lebih mendasar, Majelis Rakyat Papua mengingatkan bahwa hukum hak asasi manusia didasarkan pada premis bahwa semua orang, berdasarkan kemanusiaan mereka, harus menikmati semua hak asasi manusia tanpa diskriminasi dengan alasan apa pun. Prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi karenanya dikodifikasikan dalam konstitusi inti hak asasi manusia. Perbedaan dalam perlakuan atau hasil hak asasi manusia dengan alasan ras atau etnis tidak diizinkan karena larangan diskriminasi rasial telah diakui sebagai bagian dari konstitusi Republik Indonesia dan komitment masyarakat international, memaksakan kewajiban segera dan absolut dari mana tidak ada penghinaan yang diizinkan, sekalipun dalam keadaan darurat.
  5. Majelis Rakyat Papua juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kesetaraan kedaulatan, hak menentukan nasib sendiri orang asli Papua dan hak untuk menikmati pembangunan sebagai hal mendasar dalam mencapai kesetaraan ras dan non-diskriminasi.@
Read More
Categories Berita

Ketua DPRD Biak: Sembilan maklumat MRP bertujuan lindungi hak OAP

Ketua DPRD Biak Zeth Sandy menerima pemberian sembilan maklumat dan buku perlindungan orang asli Papua dari Ketua Pokja Agama MRP Yoel Luiz Manuid disaksikan Asisten I Pemkab Biak Frits G Senandi pada kunjungan kerja di Biak, 13-14 Agustus 2019.

Biak (Antara) – Ketua DPRD Kabupaten Biak Numfor, Papua Zeth Sandy menilai, sosialisasi sembilan maklumat dari lembaga kultural Majelis Rakyat Papua (MRP) di Kabupaten Biak Numfor bertujuan untuk melindungi hak-hak dasar orang asli Papua (OAP) dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Sembilan maklumat MRP harus benar-benar diimplementasikan seluruh elemen masyarakat, birokrasi, legislatif, aparat penegak hukum serta pemangku kepentingan lain di Tanah Papua,” ujar Ketua DPRD Biak Zeth Sandy menanggapi sosialisasi sembilan maklumat MRP di Kabupaten Biak Numfor.

Ia mengakui sembilan maklumat MRP untuk perlindungan sumber daya alam dan hak dasar orang Papua sangat memberikan dampak positif jika dapat diterapkan para pejabat daerah karena sangat menyentuh kepentingan masyarakat OAP.

Jajaran DPRD Biak, lanjut Zeth Sandy, sangat mendapat kehormatan dari lembaga MRP yang telah memberikan salinan sembilan maklumat untuk dijadikanbahan dalam melakukan pengawasan pelaksanaan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan.

“Saya mengajak para pejabat pimpinan OPD, para anggota dewan, institusi TNI-Polri, lembagapenegak hukum, tokoh masyarakat Nusantara serta berbagai organisasi profesi dapat mengimplementasikan dalam tugas keseharian,” ujarnya pula.

Berdasarkan data, sembilan maklumat dari Majelis Rakyat Papua di antaranya nomor 01/2019 tentang perlindungan cagar alam, maklumat nomor 02/2019 tentang pemenuhan hak politik perempuan Papua.

Sedangkan maklumat 03/2019 tentang perlindungan sumber daya alam dan cagar alam di Tanah Papua, maklumat nomor 04/2019 tentang penghentian penyalagunaan minuman beralkohol, narkotika dan obat terlarang, serta maklumat nomor 03/2018 MRP tentang larangan pemberian gelar adat kepada orang lain di luar suku pemangku adat, maklumat nomor 04/2018 tentang transaksi jual beli lepas tanah milik masyarakat adat kepada pihak lain, maklumat 05/2018 tentang larangan sertifikat tanah di Papua.

Sementara maklumat lainnya, nomor 06/2018 tentang moratorium izin pengelolaan SDA di Tanah Papua, dan maklumat nomor 07/2018 tentang penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum terhadap orang asli Papua.

 

Sumber: (https://www.antaranews.com)

 

Read More
Categories BeritaGaleri Video

Fasilitas Puskesmas Elelim Minim, MRP Pertanyakan Implementasi Dana Otsus

Tim kunjungan kerja MRP di Kabupaten Yalimo berbincang dengan Kepala Puskesmas Elelim, Dr Mambaya.

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) sesuai agenda kerja triwulan III tahun 2019 melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Yalimo dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat sekaligus melihat dari dekat implementasi otonomi khusus. Rombongan Tim Kunjungan Kerja yang beranggotakan 8 orang Anggota MRP tersebut tiba di Elelim Kabupaten Yalimo pada hari Minggu, (11/8/2019) setelah menempuh jalan darat dari Wamena selama kurang lebih 3 jam perjalanan.


Jimmy Mabel selaku Wakil Ketua I MRP yang juga ikut serta dalam rombongan kunjungan kerja tersebut mengatakan bahwa tujuan kunjungan kerja MRP di Kabupaten Yalimo adalah untuk melihat dari dekat implementasi dana otonomi khusus dari 4 bidang prioritas yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur dasar.


Dalam rangkaian kunjungan tersebut, MRP menyempatkan diri mengunjungi Puskesmas Elelim yang berada tidak jauh dari Kantor Bupati Yalimo pada hari Senin, (12/8/2019). Dalam kunjungan lapangan tersebut MRP menyayangkan keberadaan Puskesmas yang minim fasilitas, minim tenaga medis bahkan terkesan tidak terawat. Saat rombongan masuk dari ruangan ke ruangan, tampak tempat tidur dan meja-meja yang tidak tertata baik, serta tidak terdapat fasilitas medis yang standar.


Orpa Nari, salah satu anggota tim kunjungan kerja MRP dari Pokja Perempuan mengatakan fasilitas Puskesmas harus bersih. “ketika kami masuk lihat begini kan jorok sekali. Ini orang sakit mau sembuh atau tambah sakit” tegasnya.


Saat MRP melakukan kunjungan lapangan, semua pasien yang berada di Puskesmas tersebut adalah OAP. Salah satu keluarga pasien bernama Yohanes W, ketika diwawancarai mengatakan mempunyai pengalaman pernah beberapa kali diberikan obat yang sudah lama. “beberapa kali terjadi obat-obat ini adalah obat-obat yang sudah lama, yang sudah berlalu punya. Sehingga kami kembalikan”, ungkapnya. Lebih lanjut dia berharap MRP dapat menyuarakan ini kepada dinas terkait.


Drg.Alfrida sebagai salah satu Dokter di Puskesmas Elelim mengatakan bahwa jika obat-obatan yang tidak diadakan oleh dinas kesehatan, maka itu diadakan dengan menggunakan dana operasional BPJS. “tenaga medis yang aktif sekarang ada 4 orang, terdiri dari 2 orang PNS dan 2 orang PTT Daerah serta ditambah beberapa tenaga sukarelawan”.


Ditempat yang sama Dr. Mambaya selaku Direktur Puskesmas Elelim mengatakan bersyukur karena MRP mau turun melihat Puskesmas ini untuk mendorong pemerintah meningkatkan fasilitas yang ada di Puskesmas. “kami prinsipnya sudah mengusulkan, tetapi eksekusinya ada di pemerintah”. Ungkapnya.


MRP berjanji akan menyampaikan hal ini kepada pihak pemerintah daerah, termasuk dinas kesehatan provinsi untuk menyikapi hal tersebut. Sebelum rombongan MRP meninggalkan Puskesmas, pertemuan diakhiri dengan pujian dan doa bersama para medis dan pasien di Puskesmas.

 

https://youtu.be/yYT8yQZ2HEs
 
Read More
Categories Berita

MRP dan MRPB berharap Jokowi segera sahkan perubahan PP MRP

Para pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat saat membuka pertemuan gabungan yang membahas pengayaan, pendalaman, dan harmonisasi usulan perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP di Jayapura, Kamis (8/8/2019).

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat berharap pemerintah pusat mendukung dan menyetujui materi usulan perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua. Usulan perubahan itu dinilai penting untuk memastikan kedua lembaga dapat menjalankan wewenangnya mengawal otonomi khusus di Papua dan Papua Barat.

Harapan itu disampaikan Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga Majelis Rakyat Papua (MRP), Dorince Mehue. Mehue menyampaikannya seusai pertemuan gabungan MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) yang membahas pengayaan, pendalaman, dan harmonisasi usulan perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP (PP MRP) yang berlangsung di Jayapura, Kamis (8/8/2019).

Mehue menyatakan usulan perubahan PP MRP telah disampaikan sejak lama. “Kami berharap pemerintah pusat dapat segera menyetujui rancangan itu”ungkap Mehue.

Pembahasan dan finalisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perubahan Kedua PP MRP itu telah masuk dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2019. Kepres itu menyatakan materi usulan perubahan PP MRP meliputi pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban MRP/MRPB dalam penyelenggaraan Otonomi Khusus (Ostus) Papua/Papua Barat. Rancangan PP juga mengatur tugas MRP/MRPB dalam mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan RI.

Jika seluruh materi usulan perubahan dari MRP dan MRPB dapat disetujui, Mehue berharap Presiden Joko Widodo segera menandatangani Rancangan PP yang baru, agar segera berlaku. “Kalau boleh, presiden mohon ditanda tagani secepatnya. Karena ini harga diri lembaga ini, orang Papua dan bahkan harkat dan martabat orang Papua,”ungkapnya.

Mehue menyebut, selama ini MRP dan MRPB kesulitan menjalankan wewenang mereka, khususnya dalam menjalankan fungsi pegawasan atas pelaksanan Otsus di Papua dan Papua Barat. Ia berharap pengesahan PP MRP yang baru itu akan memperkuat kedudukan MRP dan MRPB untuk menjalankan wewenang mereka. “Terutama fungsi pengawasan terhadap seluruh pengunaan dan pelaksaan otonomi khusus di Papua,” kata Mehue.

Ketua MRPB, Maxsi Nelson Ahoren mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi hasil pertemuan gabungan MRP dan MRPB membahas materi usulan perubahan kedua PP MRP itu. Ia berharap para anggota MRP dan MRPB, akademisi, tokoh adat, maupun dan masyarakat dapat memberikan masukan-masukan selama pertemuan gabungan itu.

“Kami harap ada masukan, supaya lebih bagus. [Mari kita] bersama-sama meramu baik, sepakat, dan bawa [materi usulan perubahan kedua PP MRP itu] ke Jakarta,”ungkapnya di Jayapura, Kamis.

 

(Jubi.co.id)

 

Read More
Categories Berita

Tahun ini, MRP akan punya gedung baru

Gubernur Papua, Lukas Enembe saat meresmikan Gedung II DPR Papua – Jubi/Arjuna Pademme

Jayapura, Jubi – Gubernur Papua, Lukas Enembe menyatakan telah merancang pembangunan gedung baru untuk Majelis Rakyat Papua (MRP), tahun ini.

Kantor MRP akan dibangun berseberangan dengan gedung DPR Papua di jalan Samratulangi, Kota Jayapura. Kedua gedung tersebut hanya akan dipisahkan kali yang bermuara di Teluk Humbolt.

Hal itu dikatakan Gubernur Papua, Lukas Enembe saat meresmikan gedung II DPR Papua berlantai 14, Mes DPR Papua berlantai empat dan ring road di Kota Jayapura, di kantor DPR Papua, Kamis (1/8/2019).

“Gedung yang akan saya bangun di seberang kali kantor DPRP. Tahun ini sudah perencanaan,” kata Lukas Enembe.

Menurutnya, kantor Grapari Telkomsel dan Kantor Pos yang kini berada di lokasi tempat akan dibangunnya gedung MRP, direncanakan pindah ke lahan yang berseberangan jalan dengan kedua kantor itu.

“Tinggal nanti kita pindahkan kantor Grapari Telkomsel dan kantor Pos yang ada di lokasi itu. Saya sudah berikan tanah di depannya,” ujarnya.

Kata Lukas Enembe, pembangunan kantor MRP di tengah Kota Jayapura ini direncanakan karena ia ingin kantor MRP dan DPR Papua berdampingan.

“Gedung MRP kita bangun sejajar dengan kantor DPR Papua, sehingga dua lembaga representatif orang asli Papua berdiri berjejer di depan Teluk Humbolt. Ini akan jadi kebanggaan bagi masyarakat Papua,” katanya. (Jubi.co.id)

Read More
Categories Berita

MRP memasuki masa sidang ketiga

Bimbingan Teknis MRP tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua atau MRP mulai memasuki masa sidang ketiga, Jumat (2/8/2019). Musyawarah pimpinan MRP pada Kamis (1/8/2019) telah mengagendakan penetapan sejumlah maklumat MRP terkait berbagai isu penting di Papua.

Ketua MRP, Timotius Murib menyatakan musyawarah pimpinan MRP pada Kamis dihadiri pimpinan MRP, ketua tiga kelompok kerja MRP, ketua alat kelengkapan MRP dan sejumlah anggota telah menyepakati agenda sidang pleno pembukaan masa sidang ketiga MRP. Salah satu agenda terpenting itu adalah penetapan empat maklumat MRP.

“Biasanya sebelum pleno pembukaan, hal mendesak disepakati untuk dibawa dalam sidang pleno,”ungkap Murib kepada jurnalis Jubi usai sidang di ruang rapat MRP pada Kamis (1/08/2019) malam.

Murib menjelaskan maklumat baru MRP itu diantaranya maklumat tentang hak rakyat Papua atas kekayaan laut, maklumat tentang hak rakyat Papua atas kekayaan udara, dan maklumat tentang sanksi atas pelanggaran maklumat MRP. MRP juga akan menetapkan lima alat kelengkapan MRP, termasuk pembentukan panitia khusus baru, Panitia Khusus Investigasi Kekayaan Alam Papua.

Beberapa waktu lalu, Ketua Kelompok Kerja Adat, Demas Tokoro mengatakan MRP memang serius berupaya melindungi tanah dan manusia Papua. Karena itu, aktivitas semua anggota maupun lembaga merujuk kepada upaya perlindungan itu.

“Kita semua merujuk kepada topik besar MRP, yaitu menyelamatkan tanah dan manusia Papua,” kata Tokoro. (*)

Read More