Categories Berita

MRP Menilai Tanggapan Yan Mandenas Semakin Ngawur dan Gagal Paham

Ketua Panmus MRP, Benny Sweny, S.Sos dalam sebuah diskusi dengan Ketua BALEG DPR RI, Dr. Supratman Andi Agtas, SH, MH. Diskusi dengan topik tugas dan wewenang MRP dalam implementasi UU Otsus terkait dengan pemekaran wilayah di Papua. – for Humas MRP

JAKARTA, MRP – Menanggapi anggota Komisi I DPR RI Yan P. Mandenas yang menilai MRP keliru, Ketua Panmus MRP Benny Sweny dengan santai mengimbau semua kalangan agar tidak terpengaruh.

“Pernyataan itu (Mandenas) semakin ngawur dan gagal fokus dalam memahami tugas dan wewenang MRP dalam UU Otsus,. Biarkan saja, anjing menggonggong kafilah berlalu,” kata Benny saat ditanya media, Jumat, (29/4/2022).

Benny menjelaskan bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi MRP jelas tertuang dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e yaitu memperhatikan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

“Ketentuan itu tidak membedakan jenis-jenis aspirasi, apakah aspirasi politik, aspirasi bukan politik, aspirasi sosial, aspirasi hukum, atau aspirasi lainnya. Jadi pernyataan seperti itu (Mandenas) hanya karangan yang dibuat-buat. Narasinya kabur,” kata Benny.

Selanjutnya, menurut Benny, Pasal 76 UU No. 21/2001 atau UU Otsus yang lama maupun Pasal 76 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2021 atau UU Otsus yang baru jelas telah mengamanatkan bahwa pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP. Sayangnya, ini tidak dipatuhi oleh pemerintah pusat.

Bahkan ketentuan yang sama juga memberi penegasan tentang syarat suatu pemekaran yaitu dilakukan “setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.” Amanat ini juga diabaikan.

Ketidakpatuhan dan pengabaian tersebut terlihat secara jelas ketika pemerintah justru membuat ketentuan Pasal 76 yang tunggal itu menjadi tiga ayat sehingga menimbulkan kerancuan wewenang pemekaran.

Sekadar contoh, ditambahkanlah Pasal 76 ayat (2) yang berbunyi : “Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat.

“Ini ayat tambahan yang menghilangkan aspek khusus dari pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi,” lanjut Benny.

Dengan penambahan ketentuan tersebut, maka pemekaran provinsi di wilayah otonomi khusus seperti Papua menjadi tidak ada bedanya dengan pemekaran wilayah lainnya di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Mengapa pemekaran Papua harus diatur dalam UU Otsus kalau tidak lagi ada yang khusus? Orang-orang seperti Yan ini justru telah membuat pasal pemekaran menjadi ambigu, sehingga itulah yang di-uji materiil-kan MRP. Ini agar karakteristik pemekaran di Papua berciri khusus yaitu atas persetujuan MRP dan DPRP.”

Benny menegaskan, MRP sebenarnya tidak dalam posisi menolak atau mendukung pemekaran. Tetapi menyuarakan aspirasi OAP yang banyak menolak pemekaran yang tanpa partisipasi, konsultasi dan persetujuan MRP dan DPRP. Kalau pun ada yang dituntut ke pemerintah pusat, maka MRP memang meminta agar kewenangan pemekaran itu dikembalikan sehingga hanya merupakan wewenang MRP dan DPRP.

”Setiap usulan Pemekaran Papua menjadi provinsi-provinsi atau pembentukan DOB di Tanah Papua tetaplah harus melalui MRP dan DPRP. Agar MRP juga dapat mengkaji secara komperehensif apakah Papua saat ini sudah layak dimekarkan berdasarkan empat faktor yaitu kesatuan budaya, kesiapan SDM OAP, kemampuan ekonomi, dan perkembangan di masa datang.

“Itulah yang MRP sampaikan di Jakarta, baik kepada pimpinan partai politik, Presiden Joko Widodo maupun pimpinan DPR RI agar Pengesahan RUU Pembentukan 3 DOB itu ditunda dahulu. Kalau bisa sampai setelah Pemilu. Paling tidak, sampai ada keputusan MK” tandasnya.

Suara orang yang meminta MRP dibubarkan itu boleh-boleh saja, tapi jangan lupa bahwa MRP adalah roh jiwa Otonomi Khusus Papua, yang membedakan Papua dengan Provinsi lain di Indonesia.

“MRP dan Otsus seperti dua sisi mata uang yang integral dan tak terpisahkan, jadi kalau MRP dibubarkan maka OTSUS juga bubar. Jadi intinya, jangan komentar sembarangan sebelum membaca dan mencermati sesuatu hal secara mendalam,” tegasnya.

Ditambahkannya, Yan sebagai wakil rakyat di DPR RI tidak pernah merespon aspirasi masyarakat yang menolak DOB, bahkan tidak mau menerima kehadiran MRP di Jakarta.

“Kapan dia menerima MRP berdialog dan menindaklanjuti aspirasi MRP? Saat kami di Jakarta bersama Ketua MRP, saya telepon Yan Mandenas berkali-kali untuk ketemu tapi telpon saya tidak dijawab. Jadi kelihatan sekali dia tidak mau menerima aspirasi masyarakat akar rumput maupun MRP sebagai lembaga representasi orang asli Papua,” pungkasnya. (*)

Humas MRP

Read More