Categories Berita

MRP Tolak Wacana Pemekaran Provinsi

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA,MRP – Wacana pemekaran tiga provinsi di Provinsi Papua yaitu Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan Tengah, menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Banyak yang merespon mendukung pemekaran tersebut, namun tak sedikit pula yang menyatakan menolak. Salah satunya datang dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan tegas menyatakan tidak menginginkan adanya pemekaran sebelum ada aspirasi dari warga orang asli Papua.

Ketua MRP Timotius Murib mengatakan, mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dimana syarat sebuah pemekaran adanya rekomendasi dari gubernur, MRP dan DPRP. Namun setelah dilakukan perubahan hingga akhirnya ditetapkan Undang-Undang RI nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dalam perubahan  ini, kewenangan tersebut disederhanakan, kemudian menjadi tanpa rekomendasi MRP.

“Sesuai dengan kewenangan pemerintah pusat, dapat dimekarkan menjadi satu landasan hukum untuk mulai melakukan pemekaran beberapa provinsi. Namun, kami menolak itu. Mekanisme yang digunakan untuk pemekaran tidak memberikan pertolongan atau manfaat bagi OAP. Karena seharusnya pemerintah pusat membicarakan terlebih dahulu regulasi aturan atau UU yang berpihak kepada OAP selaku warga  yang ada di Papua,” ungkapnya, Senin (17/1).

Seharusnya menurut Timotius Murib, pemerintah pusat sebaiknya menunggu uji materil yang dilakukan oleh MRP. Dimana setelah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi, barulah berbicara Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“Pemekaran itu baik tetapi dalam situasi perubahan UU yang tidak menentu, kemudian  perubahan yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat OAP, sehingga wacana tentang pemekaran Provinsi Papua ditolak oleh MRP,” tegasnya.

Timotius Murib menegaskan, kalaupun nanti pemekaran itu dipaksakan, justru merugikan warga Papua itu sendiri. “Jika dipaksakan kerugian akan sangat besar dirasakan warga Papua,” tegasnya.

Kerugian yang dimaksudkan Timotius Murib yaitu banyaknya kewenangan yang tidak dilaksanakan. Dirinya mencontohkan, ada 26 kewenangan yang diberikan dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001. Namun hingga saat ini menurutnya, baru 4 kewenangan yang dilaksanakan.

“Di sisi lain orang Papua menginginkan merdeka bukan Otsus. Pemerintah pusat justru menawarkan Otsus supaya membangun warga Papua sesuai dengan apa yang dikehendaki. Tetapi kemudian 20 tahun implementasi Otsus, hanya ada 4 kewenangan yang dilaksanakan ini akan membuat aspirasai  yang disampaikan rakyat Papua untuk lepas dari NKRI itu akan ada terus,” tuturnya.

Lanjutnya, pemerintah pusat harus berpikir supaya 26 kewenangan dalam Otsus harus dilaksanakan dan harus dituangkan dalam perubahan UU yang baru. Sehingga 26 kewenangan itu ada kepastian hukum untuk dilaksanakan barulah pemekaran itu bisa jalan.

“Pemekaran itu tetap dilaksanakan tapi kalau regulasi tidak memihak ke rakyat papua itu mengakibatkan kerugian yang timbul  daripada pemaksaan kehendak Jakarta,” ucapnya. (*)

Sumber: Cepos

Read More
Categories Berita

Majelis Rakyat Papua Bertemu Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud, Ini yang Dibahas

 

Foto Bersama Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar bersama Jubir Partai Aceh, Nurzahri usai melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Hotel Horizon di kawasan Kutaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Minggu (3/10/2021) malam – Dok Istimewa

JAYAPURA, MRP – Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, bersama rombongan melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) di salah satu Hotel di Abepura, Kota Jayapura, Minggu (3/10/2021) malam.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama 3 jam tersebut, membahas tentang kerja sama antara Papua dan Aceh dalam menegakkan Undang-undang tentang Otonomi Khusus (Otsus) nomor 21 untuk Papua dan nomor 11 untuk Aceh tidak dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat (Jakarta).

“Dari hasil pertemuan tersebut kami lihat janji antara bangsa Papua dan bangsa Aceh dengan pemerintah Indonenesia dalam undang-undang kekhususan tersebut tidak di laksanakan baik oleh pemerintah pusat,” kata Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), kepada media, Senin, (4/10/2021), lalu.

Lanjutnya, dari kepemimpinan presiden ke presiden RI selalu mengabaikan UU Otonomi Khusus dengan hak kekhususan, dengan hasil pertemuan sekaligus kerja sama antara Papua dan Aceh ingin menyampaikan  ke pemerintah pusat agar mereka konsekuen untuk melaksanakan UU Otsus.

“Selama Otsus berjalan 20 tahun untuk Papua dan 15 tahun untuk Aceh selama ini kami kerja masing-masing dan tidak ada jawaban yang signifikan untuk kepentingan bersama selama ini sehingga kita harus bergandeng tangan, kerja sama antara Aceh dan Papua dalam rangka melaksanakan UU Otsus nomor 21 dan nomor 11 secara konsekuen akan diwujudkan dalam kerja sama ,” kata Murib.

Pertemuan Wali Nanggroe Aceh dan MRP sepakat akan membuat nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Nantinya akan ditandatangani di Aceh ketika lembaga MRP berkunjung ke tanah rencong.

Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri mengatakan pertemuan ini merupakan tindak lanjut setelah pihak MRP meminta bantuan sebagai saksi ahli di Mahkamah Konstitusi.

“Awalnya pertemuan itu hanya mengundang saya, namun berkembang menjadi pertemuan resmi antara Wali Nanggroe dengan MRP,” kata Nurzahri dalam keterangannya, Senin (4/10).

Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak bercerita tentang pengalaman dalam menghadapi pemerintah pusat. Tertama terkait hubungan yang sudah diatur dalam masing-masing UU kekhususan.

“Ketua MRP mengatakan bahwa pemerintah pusat tidak ikhlas memberikan kewenangan dan kekhususan ke Papua,” jelas Nurzahri.

Dalam pertemuan yang berlangsung tiga jam itu, Pimpinan MRP dihadiri Timotius Murib, ketua merangkap anggota (unsur perwakilan adat), Yoel Luiz Mulait SH, wakil ketua I merangkap anggota (unsur perwakilan agama), Debora Mote Ssos, wakil ketua II merangkap anggota (unsur perwakilan perempuan).

Sementara delegasi Aceh hadir Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, Sekretaris Jenderal Partai Aceh Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), Jubir Partai Aceh Nurzahri, Dr Raviq (Staf Khusus Wali Nanggroe Aceh).

Kemudian Tgk Anwar Ramli, dan tiga anggota DPRA, Tarmizi, Iskandar Usman Al-Farlaki, dan M Rizal Falevi Kirani. (*)

 

Humas MRP

Read More
Categories Berita

MRP: Perubahan Kedua UU Otsus Papua Berpotensi Merugikan Orang Asli Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) terus mendorong uji materiil terhadap undang-undang nomor 2 tahun 2021 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta karena MRP melihat perubahan kedua atas undang-undang nomor 21 tahun 2001, yaitu perubahan 19 pasal yang mana 8 pasal yang dianggap berpotensi merugikan rakyat Papua khususnya orang asli Papua.

Hal tersebut di pertegas Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua usai mengelar rapat pleno masa sidang ke IV di ruang sidang MRP Kotaraja luar. Senin, (4/10/2021), Jayapura, Papua.

Murib, menegaskan uji materiil yang terus di dorong oleh Majelis Rakyat Papua ini perlu di ketahui oleh seluruh masyarakat Papua di 28 kabupaten/ kota orang asli Papua bawah perubahan kedua UU nomor 21 tahun 2001 sudah jadi dan UU nomor 2 tahun 2021 ada beberapa pasal yang di ubah berpotensi melemahkan kewenangan roh dari Otsus Papua sendiri.

“Tim MRP setelah mengkaji atas perubahan 19 pasal tersebut, Tim menemukan 8 pasal berpotensi merugikan rakyat Papua,” kata Murib.

Jadi, lanjut dia, kewenangan-kewenangan MRP yang sesungguhnya yang sudah di berikan melalui UU nomor 21 telah di amputasi atau bahkan di tiadakan contoh seperti pembentukan partai lokal sama sekali tidak di akomodir,

“Kemudian terkiat pemekaran (DOB) di pasal 76 itu atas rekomendasi Gubernur, DPRP dan MRP tetapi kemudian hari ini atau perubahan ini di tiadakan. Jadi, tanpa rekomendari Gubernur, DPRP dan MRP kapan saja Jakarta mau buat pemekaran provinsi atau kabupaten/kota tetap mereka (Jakarta) akan mekarkan,” ujarnya.

Lanjutnya, Wakil Presiden RI juga akan berkantor di Papua untuk melaksanakan tugas-tugas Otonomi Khusus (Otsus) dari hasil perubahan di 19 pasal UU Otsus, sehingga MRP merasa agak lucu karena Presiden dan Wakil Presiden di pilih oleh 200 juta penduduk dari Aceh sampai Papua, kemudian wakil Presiden hanya datang urus 2.4 juta penduduk di Papua.

“Ini lucu dan lelucon yang sedang dimainkan oleh negara dengan kebijakan yang tidak etis di lakukan oleh pemerintahan saat ini, dan negara harus ketahui bahwa Papua memiliki kekhususan dalam UU Otsus Papua seperti mereka yang di Aceh, dan Jogja,” tegasnya.

MRP Melihat, wakil Presiden yang akan datang dan berkontor di Papua juga akan memakai atau mengunakan dana Otsus dan di termasuk bagaimana pemerintah pusat mengambil alih kewenangan seluruhnya, yang tadinya diberikan sepenuhnya ke daerah di ambil kembali oleh wakil Presiden.

“Dengan Potensi merugikan orang asli Papua ini, MRP menilai perlu pentingnya dilakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi,” tutur Murib. (*)

 

Humas MRP

Read More

Categories Berita

MRP Akan Lakukan Uji Materiil Perubahan Kedua UU Otsus Tahun 2021 di MK

Suasana Rapat sidang pleno pimpinan dan anggota MRP di Kantor MRP Kotaraja Luar, Kamis, (23/9/2021) – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) mengelar rapat pleno penutupan masa sidang III dan penetapan uji materiil terhadap undang-undang nomor 2 tahun 2021 di Jakarta berlangsung di ruang sidang kantor MRP Kotaraja Luar, Kamis, (23/9/2021), Jayapura, Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua, mengatakan rapat pleno hari ini menjadi salah satu momentum penting bagi rakyat Papua, dimana atas nama rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua menugaskan dan menyetujui unsur pimpinan untuk mengurus segala administrasi terkait uji materiil di Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

“Perubahan kedua atas undang-undang nomor 21 tahun 2001, yaitu ada perubahan beberapa pasal yang kita ketahui ada 19 pasal yang mana ada 8 pasal yang dianggap berpotensi merugikan rakyat Papua khususnya orang asli Papua,” ujar Murib.

Sehingga MRP menugaskan unsur pimpinan untuk melakukan langkah-langkah uji materiil di Mahkamah Konstitusi.

“Pada tanggal 30 Agustus 2021 kemarin, MRP telah memberikan mandat kepada tim hukum yaitu DPN Peradi Pusat untuk mendaftar di MK, dan ini hari kedua setelah perbaikan dokumen yang telah di sampaikan oleh pihak MK kepada Peradi sehingga Lembaga MRP memberikan tugas kepada unsur pimpinan untuk melakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi,” kata Murib.

Murib, berharap kepada seluruh masyarakat untuk turut mendukung dalam membicarakan hak-hak dasar orang asli Papua yang sedang diupayakan MRP dalam perusahaan kedua UU Otsus tahun 2021 ini. (*)

Humas MRP

Read More