Categories Berita

MRP Rakor Bahas Rencana Perubahan Kedua UU Otsus

Majelis Rakyat Papua (MRP) bersama DPRP dan Pemprov Papua menggelar rapat koordinasi membahas pandangan tentang usulan perubahan kedua Undang-Undang Otsus Nomor 21 tahun 2001, Kamis (17/2/2021) di Sentani, kabupaten Jayapura. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) bersama panitia khusus (Pansus) Otsus DPR Papua dan pemerintah provinsi Papua menggelar rapat koordinasi (Rakor) membahas pandangan tentang usulan perubahan kedua Undang-Undang Otonomi Khusus nomor 21 tahun 2001. Rakor selama empat hari dimulai sejak Rabu (17/2/2021) di Sentani, kabupaten Jayapura.

Timotius Murib, ketua MRP, mengatakan, rakor ini untuk menyampaikan pandangan terhadap perubahan kedua yang dilakukan pemerintah pusat khususnya DPR RI. Menurutnya, rapat sekaligus menyatukan persepsi agar melahirkan sebuah rekomendasi yang akan disampaikan ke pemerintah pusat.

“Rakor ini sangat penting agar ada rekomendasi untuk diberikan bersama MRPB, MRP, dan Gubernur kepada DPR RI khususnya supaya ada masukan, catatan yang menurut rakyat sangat urgen dibicarakan ketika dilaksanakan perubahan kedua,” kata Murib.

Ketua MRP menyatakan, jika pemerintah pusat tidak menanggapi proses hasil diskusi yang sudah dilakukan, dipastikan jalur hukum akan tetap diambil. MRP berharap sebelum ditetapkan perubahan kedua UU Otsus harus ada upaya koordinasi maupun duduk bersama.

“Pemerintah pusat harus duduk dengan MRP, DPRP, kemudian gubernur supaya ada masukan saran. Dan melihat pasal 1 sampai pasal 79 itu ada manfaat atau tidak selama implementasi Otsus 20 tahun, karena rakyat yang menerima manfaat Otsus itu,” ujarnya.

Sementara itu, Thomas Sondegau, ketua Pansus Otsus DPRP, memastikan akan mengawal hasil MRP hingga ke pemerintah pusat. Ia menyatakan, Papua dan Papua Barat harus berlaku satu UU Otsus.

“DPRP meminta pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan agar bisa mengatur rakyat Papua sendiri. Kita minta kewenangan, bukan pemekaran dan dana segala macamnya. Dengan kewenangan itu, kita bisa mengatur rakyat Papua,” ujar Thomas.

Musa Isir, kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) provinsi Papua mewakili Pemprov Papua menyatakan mendukung perjuangan MRP termasuk hasilnya terkait perubahan kedua UU Otsus.

“Kita mendukung yang dihasilkan MRP kepada pemerintah pusat dan semua pihak terkait dinamika yang terjadi terkait perubahan kedua Otsus agar bisa sesuai yang diharapkan masyarakat di Papua,” kata Isir.

Rakor diadakan selama empat hari, Rabu sampai Sabtu (17-20/2/2021) di salah satu hotel yang ada di kota Sentani, kabupaten Jayapura. (*)

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

MRP Akan Audiens Virtual Dengan Wakil Presiden RI Bahas Perubahan UU Otsus Papua

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Terkait perubahan UU Otsus Papua kedua yang di gagas oleh pemerintah pusat secara sepihak, Majelis Rakyat Papua akan melakukan Audiens secara virtual dengan wakil presiden republik Indonesia dalam waktu dekat.

Hal tersebut dikatakan Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua usai kegiatan Bimtek monitoring pengendalian implementasi regulasi terkait Otsus Papua di Sentani kemarin. Jumat, (5/2/2021).

Draf perubahan UU Otsus sudah ada di Prolegnas DPR RI, sehingga kini MRP punya tanggung jawab untuk memberikan masukan dan saran kepada pemerintah pusat terutama kepada komisi II DPR RI.

“Dan MRP juga sudah lakukan komunikasi dengan wakil Presiden Republik Indonesia untuk bersedia menerima Majelis Rakyat Papua dalam rangka audiens,” kata Murib.

Lanjutnya, namun karena situasi Covid-19 MRP tidak bisa pergi ke Jakarta sehingga akan lakukan virtual, dan untuk agenda virtual ini nanti waktunya akan di tentukan dalam waktu dekat ini. (*)

Read More

Categories Berita

Pimpinan MRP gelar rapat terbatas untuk merespon rencana revisi UU Otsus Papua

Ketua MRP Timotius Murib ketika memimpin rapat terbatas bersama alat kelengkapan dalam lembaga MRP, staf ahli MRP, pimpinan Pokja MRP dan juga Sekretariat MRP – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Pimpinan Majelis Rakyat Papua atau MRP mengelar rapat terbatas pimpinan MRP dan pimpinan alat kelengkapan MRP di Kota Jayapura, Kamis (28/1/2021). Rapat terbatas itu membahas rencana pemerintah pusat merevisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau UU Otsus Papua.

Agenda rapat terbatas itu diungkap Ketua MRP, Timotius Murib. “Pertemuan hari ini satukan presepsi terkait situasi terkini, terutama atas rencana [pemerintah pusat] melakukan perubahan kedua atas UU Otsus Papua,” kata Murib, sebagaimana dikutip dari dokumentasi video Humas MRP pada Kamis.

Murib menjelaskan, pihaknya telah menerima informasi tentang poin perubahan UU Otsus Papua. Menurutnya, wacana yang berkembang di kalangan pemangku kepentingan pemerintah pusat adalah mengubah secara terbatas substansi UU Otsus Papua. Pemerintah pusat ingin merevisi Pasal 34 yang terkait dengan anggaran dan kucuran Dana Otsus Papua.

Pemerintah pusat juga ingin mengubah ketentuan Pasal 76 UU Otsus Papua, yang mengatur syarat pemekaran provinsi di Tanah Papua, yang membutuhkan persetujuan MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua. “[Dengan] perubahan kedua ini, Jakarta [ingin] menghapus kewenangan Gubernur, MRP, DPR Papua untuk [menyetujui atau menolak rencana] pemekaran [provinsi],” kata Murib.

Murib mengatakan penghapusan wewenang yang diatur Pasal 76 UU Otsus Papua itu sangat merugikan rakyat Papua, karena pemekaran provinsi akan dilakukan tanpa meminta evaluasi atau pendapat dari rakyat Papua selaku pihak yang akan mengambil manfaat atau dampak dari pemekaran. “[Itu] pelanggaran hak orang asli Papua sebagai warga negara,” kata Murib.

Ia menyatakan MRP akan menentukan sikap, dan segera merumuskan sikap itu untuk disampaikan kepada pemerintah pusat. “[Kami] menyiapkan keputusan, sesungguhnya kami [akan] menolak. Kita siapkan sikap, sikap menolak,” kata Murib.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan usulan pemerintah pusat kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk memperpanjang masa pengucuran Dana Otsus Papua. Usulan itu disampaikan saat Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (26/1/2021). CNN Indonesia melansir bahwa dalam rapat itu Sri Mulyani mengusulkan penyaluran Dana Otsus Papua dan Papua Barat diperpanjang hingga 20 tahun ke depan.

Besaran Dana Otsus Papua dan Papua Barat juga diusulkan naik dari 2 persen menjadi 2,25 persen nilai Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Sri Mulyani memperkirakan total nilai kucuran Dana Otsus Papua dan Papua Barat selama 20 tahun mendatang akan mencapai Rp234 triliun.

Kucuran “penerimaan khusus” atau Dana Otsus Papua setara 2 persen plafon DAU nasional sebagaimana diatur Pasal 34 ayat (3) huruf e Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) akan berakhir pada 2021. Pasal 77 UU Otsus Papua menyatakan setiap perubahan aturan UU Otsus Papua hanya dapat dilakukan atas usulan rakyat Papua melalui MRP dan DPR Papua. Namun kini Menteri Keuangan mengusulkan kepada Komite I DPD RI untuk memperpanjang kucuran Dana Otsus Papua dan Papua Barat hingga 2041.

Usulan itu segera memanen penolakan dari sejumlah pihak, termasuk dari para aktivis yang menggulirkan Petisi Rakyat Papua untuk menolak kelanjutan Otsus Papua. Juru bicara Petisi Rakyat Papua, Sem Awom menyatakan pihaknya menolak rencana pemerintah memperpanjang masa kucuran Dana Otsus hingga 2041.

Awom menilai langkah sepihak pemerintah pusat untuk memperpanjang masa kucuran Dana Otsus Papua itu sebagai kebijakan yang fasis. Usulan itu dinilai lebih dilatarbelakangi kepentingan sepihak elit politik Jakarta untuk memaksakan kelanjutan Otsus Papua.

“Itu kebijakan sudah cenderung sangat fasis, karena memaksakan doktrin subyektif negara, bahkan dengan menggunakan kekuatan militer untuk mengamankan semua kebijakan,” kata Awom di Kota Jayapura pada Rabu (27/1/2021).

Awom menilai langkah sepihak pemerintah pusat itu lebih menyerupai kebijakan fasis pemimpin negara atau kelompok orang tertentu terhadap rakyat Papua. “Fasisme itu paham atau prinsip kepemimpinan dengan otoritas yang mutlak atau absolut.  Perintah pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa pengecualian,” katanya.(*)

Sumber: Jubi 

Read More