Categories Berita

MRP minta Gubernur dan Bupati/Wali Kota cabut izin usaha minuman beralkohol

Sidang pleno MRP pada Rabu (3/3/2021) menetapkan Keputusan MRP Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pengetatan Pengawasan dan Penjualan Minuman Beralkohol, Obat-obatan Terlarang Lainya di Provinsi Papua. – Jubi/Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua atau MRP menetapkan Keputusan MRP Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pengetatan Pengawasan dan Penjualan Minuman Beralkohol, Obat-obatan Terlarang Lainya di Provinsi Papua. Penetapan beleid baru itu dilakukan dalam sidang pleno MRP di Kota Jayapura, Papua, Rabu (3/3/2021).

Hal itu disampikan Ketua MRP, Timotius Murib di Kota Jayapura, Rabu. “MRP hari ini menetapkan keputusan tentang penolakan minuman keras, minuman mengandung alkohol [dan] obat-obat terlarang,” kata Murib sebagaimana dikutip dari rekaman video Humas MRP yang diterima Jubi.

Menurutnya, penetapan keputusan itu merupakan upaya MRP untuk menegaskan keberadaan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol yang telah diubah dengan Perdasi Nomor 22 Tahun 2019. “Peraturan itu mengharuskan Papua tidak melakukan penjualan minuman beralkohol,” kata Murib.

Murib menegaskan MRP sebagai lembaga kultural orang asli Papua menilai penting untuk menegakkan larangan memperdagangkan minuman beralkohol. Ia menyatakan peredaran minuman beralkohol di Papua tidak terkendali. “Demi menyelamatkan generasi muda, MRP tegaskan Perdasi yang ada,” ujarnya.

Melalui Keputusan MRP Nomor 4 Tahun 2021 itu, MRP menyatakan menolak usaha produksi, pemasokan, serta peredaran dan penjualan minuman beralkohol dan obat-obat terlarang lainnya di Papua. MRP mengamanatkan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Wali Kota di Papua untuk mencabut izin usaha yang terkait dengan produksi dan peredaran minuman alkohol dan obat-obatan terlarang di wilayah mereka.

Keputusan MRP Nomor 4 Tahun 2021 juga mengamanatkan kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota di Papua untuk melibatkan lembaga keagamaan, lembaga adat, lembaga perempuan, maupun lembaga swadaya masyarakat lain untuk mengawasi pelaksanaan keputusan MRP itu.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Agama MRP, Yoel Luiz Mulait mengatakan keputusan MRP itu merupakan tindak lanjut hasil rapat konsultasi Pokja Agama dengan para pimpinan Sinode dan rapat kordinasi bersama Kepolisian Daerah Papua, Satuan Polisi Pamong Praja, maupun Badan Narkotika Nasional Papua. “Hasilnya, MRP keluarkan keputusan untuk ditindaklanjuti oleh Gubernur dan Bupati/Wali Kota di Papua,” kata Mulait seusai sidang pleno Rabu.

Mulait menyatakan MRP terus melakukan sosialisasi untuk menghentikan semua usaha terkait produksi dan perdagangan minuman beralkohol maupun obat-obatan terlarang di Papua. Menurut Mulait, peredaran minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang itu membahayakan kelangsungan hidup orang asli Papua.

Koordinator Solidaritas Anti Minuman Beralkohol dan Narkoba Provinsi Papua, Anias Lengka menyatakan pihaknya mendukung Keputusan MRP itu. Lengka menyebut keputusan itu sesuai dengan aspirasi orang asli Papua. “Miras itu pemicu utama kematian orang asli Papua. Maka, kami rakyat Papua mendukung penetapan itu,” kata Lengka pada Rabu.

Lengka menyatakan Keputusan MRP itu melegitimasi perjuangan rakyat Papua untuk menuntut dihentikannya perdagangan minuman beralkohol di Papua. “Kami sedang serius bicara persoalan miras di Papua, agar pemerintah daerah dapat menghentikan produksi, peredaran, dan penjualan [minuman beralkohol di Papua]. Kami harap ada kerja sama [dari] semua pihak” kata Lengka.

Sumber: Jubi

 

Read More