Categories Berita

MRP: OAP Harus Pertahankan Tradisi Berkebun

Wakil Ketua Pokja Perempuan MRP, Sisca Abugau saat menyerahkan ubi kepada ketua asrama Dogiyai, Yuli Goo. (Yance Agapa – SP)

JAYAPURA, MRP — Orang Asli Papua (OAP) harus pertahanan tradisi berkebun dan menanamkannya dalam pribadi masing-masing, agar tidak bergantung pada produk-produk importir.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Pokja Perempuan MRP, Sisca Abugau saat diwawancarai suarapapua.com usai melakukan Kunjungan Kerja (kunker) sekaligus memberikan bantuan bahan makanan di asrama Dogiyai, Perumnas I Waena, kota Jayapura Kamis (7/5/20).

Dia mengatakan kearifan lokal bagi orang Papua sangat penting ketika wabah seperti ini muncul lagi, sebab, kata dia, kita tidak dibesarkan dari beras, sardine dan mie instans. Tetapi dari hasil kebun yang sudah dianggap oleh masyarakat di Meepago dan Lapago sebagai tradisi mereka.

“Jadi masyarakat Papua pada umumnya harus kembali berkebun di tengah Covid-19 ini,” kata Abugau.

Ia juga mengajak seluruh anak-anak muda Papua, baik laki-laki maupun perempuan agar serius dalam mempertahankan tradisi berkebun yang sudah ada sejak leluhur Papua.

“Kita jangan menyangkal dengan tradisi itu, mari kita kerja dan kerja, sebab berkebun bukan hal baru tapi sudah tertanam sebagai tradisi orang Papua sejak dahulu,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota MRP Pokja Agama, Fransiskus Tekege mengatakan di tengah pandemi global ini, kita harus sadar dan kembali berkebun, sebab bantuan makanan yang telah diberikan ini tidak cukup untuk keberlagsungan hidup.

“Ya, mau tidak mau harus berkebun untuk menghadapi Covid-19 ini, jadi intinya bahan makanan yang kami sudah bagi ini harus digunakan sebaik mungkin,” imbuhnya. (*)

 

Sumber: www.suarapapua.com

 

Read More
Categories Berita

MRP Serahkan Sembako kepada OAP Terdampak Covid-19 di Koya Tengah

Ketua Tim I MRP Amatus Ndatipit dan anggota menyerahkan paket sembako secara simbolis kepada OAP terdampak Covid-19 di Kampung Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Kamis (7/5/2020).

JAYAPURA, MRP —Majelis Rakyat Papua (MRP) menggelar kunker sekaligus menyerahkan bantuan sosial, berupa paket sembako dan masker kepada Orang Asli Papua (OAP), yang mewakili lima wilayah adat di Provinsi Papua terdampak Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di Kampung Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Kamis (7/5/2020).

Perwakilan lima wilayah adat  masing-masing  Tabi/Mamta, Saereri, Lapago, Meepago dan Animha.

Paket sembako tersebut  diserahkan secara simbolis oleh Ketua Tim I MRP Amatus Ndatipit kepada perwakilan OAP dari lima wilayah adat di Papua.

Turut hadir anggota MRP Nerlince Wamuar, Amandus Anakat, Albertus Moyouend, Natalia Kallo, Felitas Kabagaimu, Neles Rumbarar, Ketua II Bamuskam Koya Tengah Ricky Wenggo dan Paul Tan, Pr, selaku Pastor Paroki Gembala Baik Abepura, yang membawahi Stasi Koya Tengah, Koya Barat dan Koya Timur.

Ndatipit mengatakan, sesuai dengan Tupoksi MRP yakni perlindungan dan keberpihakan kepada OAP. Maka pihaknya menggelar kunjungan kerja atau kunker  di tengah-tengah OAP, sekaligus menyerahkan bantuan sosial berupa paket sembako ini

“Semoga bantuan ini sedikit memberi manfaat bagi OAP, yang bekerja dari rumah atau work from home selama masa lockdown, untuk pencegahan Covid-19,” terangnya.

Menurutnya, OAP yang mewakili lima wilayah adat di Papua sejak Covid-19 menular sudah dua kali menerima bantuan sosial berupa sembako, masing-masing dari Pemkot Jayapura, yang diserahkan langsung Sekda Kota Jayapura Frans Pakey dan berikutnya dari MRP.

“Kami mengharapkan Pemprov Papua dan lembaga -lembaga lain yang beroperasi di Papua, seperti BUMD dan BUMN bisa memberikan bantuan sosial kepada OAP,” imbuhnya.

Selama masa lockdown ini, jelasnya, MRP membentuk enam tim yang menggelar kunker dan menyerahkan paket sembako di lima wilayah adat di Papua.

Usul Rapid Test

Sementara itu, Ricky Wenggo mengatakan, pihaknya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas kepedulian MRP, yang telah meringankan beban OAP di saat lockdown melalui bantuan sembako dan masker.

“Dengan bantuan sembako ini kami bisa tetap tingggal di rumah. Sedangkan masker kami bisa melindungi diri dari Covid-19,” ucap dia.

Ia pun mengharapkan, agar bantuan sosial ini terus berkelanjutan disalurkan kepada OAP selama wabah Covid-19.

Selain itu, ungkapnya, pihaknya mengusulkan kepada Satgas Pengendalian Pencegahan Penanganan Covid-19 Provinsi Papua, untuk melakukan Rapid Test seluruh OAP di Kampung Koya Tengah, agar sedini mungkin dapat diketahui orang yang positif maupun negatif Covid-19.

Kepedulian

Paul Tan mengatakan, pihaknya bersyukur dan berterima kasih kepada MRP, yang telah ikut memperhatikan warga khususnya OAP.

“Tentu sembako bukanlah utama, tapi yang utama adalah kepedulian MRP terhadap OAP,” ucapnya.

Oleh karena itu, tuturnya, pihaknya berharap kepedulian ini terus berlanjut ke hal-hal  yang lain, seperti pendidikan, kesehatan dan perekonomian rakyat, khusus untuk OAP di Kampung Koya Tengah. **

 

Sumber: http://papuainside.com/

 

Read More
Categories Adat

MRP salurkan bantuan sembako kepada masyakarat Papua di Sentani dan Waena

Diana Matuan anggota Pokja Perempuan MRP saat memberikan bantuan sembako kepada RT 04 Gereja Gidi belakang kampus Uncen –

JAYAPURA, MRP – Tim Kerja pengawasan terhadap kebijakan pencegahan dan penanganan infeksi covid-19 di Provinsi Papua, Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) salurkan bantuan sembako kepada 15 kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar Sentani Kabupaten Jayapura dan di Perumnas 3 Waena, di Kota Jayapura, Papua.

Bantuan berupa sembako yang terdiri dari beras, minyak goreng, garam, penyedap rasa, kopi, gula dan mie instant tersebut disalurkan oleh anggota Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP), Diana Matuan pada Rabu, 6 Mei 2020 lalu. 15 kelompok itu terdiri terdiri dari masyarakat, mahasiswa, anak-anak yatim piatu, janda hingga hamba Tuhan yang tinggal di Sentani dan Waena yang kena dampak Covid 19 dan sulit mendapatkan makanan

“Kami sebelumnya bersama teman-teman tim, kemarin (Selasa, 5 Mei 2020 ) turun ke (Kabupaten) Keerom untuk kasih bantuan 18 dedominasi gereja. Kami sudah 3 hari kerja. Sebelum saya datang ke sini saya juga ke Sentani kasih bantuan kepada masyarakat disana. ada janda, anak-anak. Saya tidak pandang orang besar dan kecil karena mereka punya hak hidup dan hak makan, ” kata Diana Matuan, anggota Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua perwakilan dari Kabupaten Yalimo, Jayawijaya, Mamberamo tengah.

Bantuan diserahkan di RT 04 RW 08, Kelurahan Yabansai, distrik Heram, di Waena. Ada 70 kepala keluarga yang menerima bantuan.

Diana Matuan mengatakan warga RT 04, terutama masyakarat Mamberamo Tengah diketahui belum menerima bantuan.

“Bapa, Ibu, dan anak-anak disini adalah bagian dari saya, sehingga saya harus datang kasih bantuan. Bantuan ini sedikit namun saya jalan kasih bantuan dengan hati, sehingga bantuan seperti ini Bapak bagi merata sehingga masyarakat dapat merasakan,” kata Matuan kepada Agus Karoba ketua RT 04 dan juga hamba Tuhan Gereja Gidi.

“Sambil menikmati bantuan, Saya minta masyarakat kerja kebun, supaya apa yang akan terjadi selama 3 bulan ke depan itu, kita bisa antisipasi. (Kemungkinan) Kelaparan akan melanda di seluruh dunia akibat Covid 19 ini, maka itu kami harus berkebun. Bukan masyarakat saja tetapi termasuk saya juga sama-sama berkebun,” imbuh Matuan kepada Masyarakat Mamberamo Tengah 70 KK yang tinggal di RT 04, belakang kampus Uncen tersebut.

Sementara itu, Agus Karoba hamba Tuhan dari Gereja Gidi belakang Kampus Uncen Atas dan juga Ketua RT 04 RW 08 Kelurahan Yabansai, Distrik Heram mengatakan hidup di Jayapura sudah 30 tahun sejak tahun 1987, RT yang dipimpinnya bukan baru tetapi sudah lama.

“Jadi, Pemerintah belum pernah bantu ini. Ibu Beti Hamadi dulu kepala kelurahan tahun 1992 dia sendiri ada bantu kita itu satu lokasi di atas, sampai sekarang pemerintah tidak pernah bantu. Bahan makanan begini saja tidak pernah. Kita punya program masukan tetapi tidak pernah terima terus setiap tahun. Kemarin baru karena virus corona, pihak kelurahan mengatakan kumpulkan kartu keluarga dan KTP. Maka saya kumpul sampai 74 KK lebih tetapi dikurangi sampai 34 KK. Kami mendapat pemberitahuan untuk mengambil bantuan Sembako di kelurahan namun sampai di sana ternyata hanya 4 orang saja. Maka bantuan saya tolak semua, tolak,” Ketua RT 04, Agus Karoba kepada Diana Matuan sambil meneteskan air matanya. Dia terlihat haru.

Bantuan yang ia tolak itu, terdiri dari beras 10 Kilogram, gula 1 Kg, Mie instan 5-10 bungkus .

“Terima kasih banyak sudah datang di tempat yang susah tapi mencari kita sampai masuk memberikan bantuan sembako dan ini baru pertama, luar bisa, terima kasih Wa wa wa,” beber Karoba.(*)

 

Sumber: Jubi.co. id

 

Read More
Categories Berita

Dukung upaya memutus rantai penularan korona di Papua, MRP susun rencana aksi

MRP menggelar rapat pleno masa sidang TW II MRP, 15-17 April 2020 di halaman kantor MRP. Untuk mencegah penularan virus korona, rapat itu mengikuti anjuran duduk berjarak 1 meter dan menggunakan masker pelindung wajah. – Jubi

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua akan menyelenggarakan sejumlah kegiatan yang bertujuan untuk memerangi penyebaran virus korona  di lima wilayah adat di Provinsi Papua. Kelima wilayah adat tersebut adalah Mamta, Lapago, Meepago, Animha dan Saireri.

Sejumlah rencana kegiatan telah dituangkan dalam rencana aksi lembaga kultural orang asli Papua (OAP) itu. Rencana aksi itu diharapkan akan menjawab sejumlah masalah yang dikemukakan dalam sejumlah Rapat Gabungan Kelompok Kerja dan alat kelengkapan Majelis Rakyat Papua (MRP) pada Kamis (16/4/2020).

Pleno masa sidang II itu dilakukan di halaman Kantor MRP beratapkan tenda. Masa sidang II itu dibuka pada Rabu (15/4/2020), dan akan berakhir pada Jumat (17/4/2020).

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan pemahaman masyarakat OAP tentang pencegahan penularan virus korona maupun pengobatan Covid-19 masih minim. Untuk itulah MRP merumuskan sejumlah rencana aksi seperti sosialisasi melalui berbagai media cetak dan elektronik, untuk meningkatkan upaya memutus rantai penularan virus korona.

Sebelum sosialisasi itu dilakukan, pekan depan, MRP akan mengundang Tim Satuan Tugas Covid-19 Papua. “Kami ingin mendengar saran dari mereka untuk rencana aksi yang akan MRP lakukan, bagaimana yang aman, apa yang perlu kami persiapkan, dan hal lainnya. Rencananya hari Senin minggu depan,” kata Timotius Murib kepada Jubi, usai sidang Kamis.

Usulan rencana aksi MRP lainnya adalah melakukan kegiatan yang bertujuan meningkatkan imunitas iman OAP dalam menghadapi ancaman Covid-19. MRP akan melaksanakan “tour melawan Corona” dengan mobil pengeras suara di pemukiman penduduk.

“Selain ‘tour melawan Corona’, MRP juga akan mengundang tokoh agama untuk berdoa, Kebaktian Kebangunan Rohani tetapi [dengan] jumlah [peserta] yang terbatas. Tentu kami [akan] terapkan anjuran [Organisasi Kesehatan Dunia atau] WHO, seperti menjaga jarak 1-2 meter per orang,” jelas Murib.

Dengan itu, para tokoh agama diharapkan kembali ke basis wilayah kerjanya masing-masing, dan bisa melakukan sosialisasi pencegahan virus korona.

Murib juga menuturkan MRP akan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dari virus korona, seperti masker, sarung tangan, cairan desinfektan. MRP juga ingin menyediakan “jaring pengaman sosial” bagi OAP yang kegiatan ekonominya terdampak pandemi Covid-19. “Barang-barang ini akan didistribusikan anggota MRP kepada konstituennya,” ujarnya.(*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

MRP: Tutup Semua Akses Pesawat dan Kapal ke Papua!

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Foto/Agus Pabika.

Jayapura, MRP – Rabu (18/3/2020), rapat gabungan Pimpinan dan Pokja Majelis Rakyat Papua (MRP), memberikan saran kepada Pemerintah Provinsi Papua, untuk bersurat kepada Presiden RI, guna menutup seluruh bandara dan pelabuhan laut di Papua. Kepada para wartawan, Kamis (19/3/2020), Timotius Murib, selaku Ketua MRP, mengungkapkan bahwa hal ini harus dilakukan mengingat Covid-19 sudah menyebar secara masif. Langkah itu dinilai penting untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona dan mewabahnya COVID-19 di Papua.

Sebagaimana diketahui, MRP telah mengirim surat kepada Gubernur Papua, untuk meminta penutupan seluruh akses ke Papua. Selain kepada Gubernur Papua, surat yang sama juga dikirimkan kepada beberapa instansi terkait yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Polda Papua, Pangdam Cenderawasih, Kejaksaan Tinggi Papua dan Pengadilan Tinggi Jayapura.

“Kami meminta pemerintah bergerak cepat untuk hal ini supaya seluruh masyarakat Papua bisa dilindungi dan terproteksi dari wabah ini. Kalau perlu, satu bulan penuh semuanya ditutup”, Tegasnya.

Permintaan MRP ini patut diapresiasi lantaran masih minimnya fasilitas kesehatan di Papua dalam menangani wabah Covid-19. Selain itu, data dari Dinas Kesehatan Papua menyebutkan bahwa ada 5 (lima) PDP Covid-19 di Papua, dan 332 ODP. Spesimen dari kelima orang tersebut sudah dikirim ke Jakarta untuk diketahui positif atau negatif Covid-19.

Oleh karena itu menurutnya, deteksi dini melalui penutupan semua akses ke Papua merupakan hal yang harus dilakukan agar bisa dideteksi jangan sampai penyebaran wabah masuk ke kampung-kampung. Kita tentu terus bertanya-tanya, kebijakan khusus apa yang akan diambil Pemerintah Provinsi Papua dalam menangani pandemik ini.

 

Sumber: Jagapapua.com

 

Read More

Categories Berita

Biak Numfor bakal jadi lokasi uji coba pendataan OAP

Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib. – Jubi/Agus Pabika

 

Jayapura, MRP – Majelis Rakyat Papua memilih Kabupaten Biak Numfor sebagai lokasi uji coba pendataan orang asli Papua ke dalam Sistem Informasi Data Orang Asli Papua. Uji c

Murib menjelaskan sejak 2019 pihaknya telah membangun sistem pendataan orang asli Papua (OAP) yang diberi nama Sistem Informasi Data Orang Asli Papua (SIDOA). Pembangunan aplikasi SIDOA sudah selesai, akan tetapi belum disosialisasikan kepada 29 pemerintah kabupaten/kota di Papua.

Sosialisasi itu tertunda antara lain karena perkembangan situasi politik dan keamanan Papua pasca kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019. Kini, MRP akan melanjutkan sosialisasi itu, dan menjalankan uji coba pendataan OAP.

Data OAP dibutuhkan antara lain untuk mengetahui berapa OAP yang menerima manfaat Otonomi Khusus (Otsus) Papua. “MRP harus mengetahui berapa OAP yang menerima manfaat [Otsus Papua]. [Informasi itu penting] supaya peruntukan [Dana Otsus Papua] jelas,” kata Murib.

Menurut Murib, Kabupaten Biak Numfor dipilih menjadi lokasi uji coba pendataan melalui aplikasi SIDOA, karena mudah dijangkau. “[Kami memilih] kabupaten yang penduduknya mudah kita jangkau, [sehingga] kita bisa lakukan pendataan. Kabupaten Biak Numfor akan jadi lokasi proyek percontohan [pendataan itu],” ujarnya.

Murib menyatakan ia telah menyampaikan rencana itu kepada Bupati Biak Numfor. “Secara lisan saya sudah sampaikan. Secara resmi, kami akan bersurat untuk [mengagendakan] pertemuan, dan bicara,”ungkapnya.

Ketua Panitia Khusus Kependudukan OAP MRP, Markus Kajoi menyatakan sistem pendataan SIDOA sudah rampung. Kini, MRP membutuhkan dukungan semua pihak untuk melakukan uji coba pendataan OAP dengan SIDOA.

Menurut Kajoi, tim pembuat aplikasi SIDOA masih mempertimbangkan untuk melakukan uji coba aplikasi SIDOA di seluruh kabupaten/kota di Papua, atau melakukan uji coba secara terbatas. “Kalau tidak bisa [diuji coba di] satu kabupaten, [aplikasi itu akan diuji coba di] satu kecamatan saja,”ungkap Kajoi pada 2019 lalu.(*)

oba itu akan dilakukan pada tahun ini.

Hal itu disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib di Kota Jayapura, Papua, Senin (20/1/2020). “Pendataan orang asli Papua masih menjadi agenda tahun ini, karena agenda ini belum selesai,” kata Murib. (*)

 

Sumber: Jubi.co,id

 

Read More
Categories Berita

Tugas dan wewenang MRP yang masih saja dikebiri (1/2)

Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib – Jubi/Agus Pabika.

 

Jayapura, Jubi – Sepanjang 2019, sejumlah peristiwa besar telah terjadi di Tanah Papua maupun di luar Tanah Papua, beberapa di antaranya akan selamanya mengubah perjalanan sejarah Papua pada masa mendatang. Ada begitu banyak kerja Majelis Rakyat Papua menyikapi berbagai peristiwa itu, khususnya dalam menjalankan tugas serta wewenangnya untuk memberikan perlindungan hak-hak orang asli Papua. Catatan ini menjadi bagian pertama dari dua tulisan berjudul “Tugas dan wewenang MRP yang masih saja dikebiri”. 

Menyelamatkan manusia Papua, menyelamatkan Tanah Papua

Tidak terasa, Majelis Rakyat Papua atau MRP telah menutup program kerja tahun 2019. Sebagai jurnalis Jubi, saya meliput aktivitas MRP sejak pertengahan 2019, dalam rangka kerja sama pemberitaan antara MRP dan Jubi.

Sejak itu, saya telah menjumpai 50 dari 51 anggota MRP. Ada yang saya jumpai dalam persapaan yang berlanjut dengan diskusi. Ada lagi yang saya jumpai hanya dengan berpapasan dan berlalu. Ada juga yang hanya saya lihat saat duduk di ruang sidang atau pertemuan internal.

Dari diskusi dengan sejumlah anggota MRP, saya mendengar dan melihat bahwa MRP tidak tinggal diam. Anggota yang terdiri dari perwakilan adat, agama dan perempuan begitu beragam pembawaannya. Ada yang berbicara lembut, normal, namun ada pula yang berbicara keras dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) mengamanahkan MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua. UU Otsus Papua memberikan wewenang bagi MRP untuk memberikan perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.

Pasal 19 hingga Pasal 25 UU Otsus Papua mengatur lebih lanjut keberadaan MRP. Pasal 20 Ayat (1) mengatur enam dalam rangka melindungi hak-hak hidup dan hak milik orang asli Papua.

Pertama, memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon dan wakil gubernur yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPR Papua). Kedua, memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia utusan daerah provinsi Papua yang diusulkan DPR Papua.

Ketiga, memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah khusus (Perdasus) yang diajukan DPR Papua bersama Gubernur. Keempat, memberikan saran, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rancangan perjanjian kerja sama yang dibuat oleh pemerintah maupun Pemerintah Provinsi Papua dengan pihak ketiga yang berlaku di Provinsi Papua khusus yang menyangkut perlindungan hak-hak orang asli Papua.

Kelima, memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pegaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli Papua serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. Keenam, memberikan pertimbangan kepada DPR Papua, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota, serta bupati/walikota mengenai hal yang terkait perlindungan hak-hak orang asli Papua.

Pasal 21 dan 22 UU Otsus Papua mengatur tentang hak-hak MRP dan anggota MRP. Pasal 23 mengatur tentang kewajiban MRP. Sedangkan Pasal 24 dan 25 mengatur tentang pemilihan dan penetapan anggota MRP terpilih.

MRP berusaha melaksanakan tugas dan kewenangan itu melalui tiga kelompok kerja (pokja), yaitu Pokja Adat, Agama, dan Perempuan. MRP juga dapat membentuk panitia khusus (Pansus) yang bersifat temporer sesuai dengan pokok masalah. Sepanjang pengalaman saya meliput, saya mengetahui  MRP memiliki Pansus Pokok-pokok Pikiran, Pansus Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Pansus Kependudukan, Pansus Afirmasi. Ada kemungkinan MRP memiliki pansus lain yang tidak saya ketahui.

Dalam peliputan dan kerja jurnalistik saya, saya banyak berdiskusi dengan Ketua MRP Timotius Murib, Ketua Pokja Adat Demas Tokoro, Ketua Pansus Afirmasi Edison Tanati, Ketua Pansus Kependudukan Markus Kajoi, Ketua Pansus Hukum dan HAM Aman Jikwa. Saya berdiskusi tentang apa yang menjadi perhatian MRP secara kelembagaan.

Ketua MRP Timotius Murib menyatakan MRP periode ketiga itu memilih tema kerja “penyelamatan manusia dan tanah Papua”. Murib menyebut perlindungan tanah menjadi penting karena itu kehidupan orang Papua sangat bertumpu kepada tanah ulayatnya.

Segala macam yang ada di dalam tanah dan tumbuh di atas tanah menjadi sumber penghidupan dan kesejahteraan orang asli Papua. “Karena itu kami serukan [kepada] orang asli Papua [untuk] tidak menjual tanah,” kata Murib.

Pokja Adat menjadi salah satu pemeran kunci dalam menjalankan program kerja turunan tema “penyelamatan manusia dan tanah Papua”. Ketua Pokja Adat, Ondofolo Demas Tokoro mengatakan Pokja Adat adakan secara rutin menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat adat, sesuai dengan pengaduan yang diterima MRP. “Ada banyak pengaduan masyarakat tentang tanah dan hutan,” kata Tokoro yang juga Ketua Dewan Adat Suku Sentani itu.

Menurut Tokoro, MRP berupaya memfasilitasi pertemuan dengan para pemangku kepentingan dalam masalah yang diadukan masyarakat adat kepada MRP, dan membangun proses penyelesaian. Sepanjang 2019, MRP berhasil memfasilitasi proses penyelesaian tiga sengketa tanah yang diadukan masyarakat adat.

Pada pertengahan November 2019, MRP menetapkan keputusan lembaga itu atas hasil penelusuran kepemilikan tiga persil tanah yang disengketakan oleh masyarakat adat di Papua. Para pihak yang saat ini menggunakan ketiga persis tanah itu harus membayar ganti rugi kepada masing-masing pemilik hak ulayat ketiga persil tanah itu. Hal itu disampaikan Tokoro pada 19 November 2019 lalu. “MRP sudah menetapkan keputusan [tentang hasil penelusuran kepemilikan] tiga bidang tanah,”kata Tokoro.

Ketiga persil tanah yang diadukan masyarakat adat kepada MRP itu berada di lokasi yang berbeda-beda. Ketiga persil tanah itu adalah sebidang tanah di Kabupaten Yapen yang saat ini digunakan PT Pertamina Persero (seluas 5 hektar), sebidang tanah di Padang Bulan, Kota Jayapura yang saat ini digunakan Balai Kesehatan Provinsi Papua (seluas 12 hektar), dan sebidang tanah seluas 13 hektar di Kampwolker, Kota Jayapura yang dibeli oleh PT Skylane Kurnia.

Tokoro menyatakan sebidang tanah di Kabupaten Yapen diperkarakan keluarga Tanawani di MRP, karena selama 40 tahun dipakai PT Pertamina Persero. eluarga Tanawani menyatakan belum pernah melepaskan hak ulayatnya atas bidang tanah itu, dan tidak tidak pernah menerima ganti rugi.

Hal yang sama juga terjadi terhadap bidang tanah di Padang Bulan, yang selama 18 tahun digunakan Balai Kesehatan Provinsi Papua. Hal penelusuran MRP menyimpulkan tanah itu merupakan tanah ulayat yang secara kolektif dimiliki masyarakat adat Kampung Ayapo. Masyarakat adat Kampung Ayapo belum perah melepaskan hak ulayat mereka, dan tidak pernah menerima ganti rugi atas tanah seluas 12 hektar itu.

Tokoro menyebut, dalam kasus sengketa tanah seluas 13 hektar di Kampwolker, MRP menemukan adanya pelepasan tanah adat yang tidak sah saat tanah itu dibeli PT Skylane Kurnia. MRP menyimpulkan pelepasan tanah bukan dibuat oleh pemilik tanah itu, meskipun orang itu berasal dari marga yang sama dengan marga pemilik tanah.

Dengan keputusan MRP itu, Tokoro menyebut para pihak yang saat ini menggunakan tiga persil tanah itu harus membayar ganti rugi kepada para pemilik hak ulayat tanah tersebut. “Konsekuensi keputusan itu, suka tidak suka, perusahaan bayar kepada masyarakat adat. Kalau tidak [membayar, berarti] tanah [harus] kembali kepada masyarakat adat,” tegas Tokoro soal keputusan MRP yang menembus kebuntuan sengketa tanah ulayat di Papua itu. (*)

 

Sumber: Jubi.co.id

 

Read More
Categories Berita

Jelang Hari HAM, MRP akan luncurkan buku tentang Nduga

Majelis Rakyat Papua akan meluncurkan buku “Kekerasan tak Berujung di Nduga” di Jayapura, Papua, pada Senin (9/12/2019). – Jubi/Benny Mawel

 

Jayapura, Jubi – Majelis Rakyat Papua atau MRP akan meluncurkan buku tentang konflik di Kabupaten Nduga di Hotel Horison, Kota Jayapura, Papua, Senin (9/12/2019). Buku “Kekerasan tak Berujung di Nduga” itu diluncurkan menjelang Hari Hak Asasi Manusia yang diperingati masyarakat internasional setiap 10 Desember. Buku itu merupakan hasil investigasi MRP terhadap situasi yang dialami para pengungsi konflik bersenjata Nduga.

Rencana peluncuran buku itu disampaikan Ketua MRP Timotius Murib kepada jurnalis Jubi pada Sabtu (7/12/2019). Murib menyatakan buku itu berisi catatan tentang tentang konflik bersenjata di Nduga yang menyebabkan menewaskan puluhan orang dan membuat ribuan warga sipil mengungsi sejak Desember 2018. “MRP memberi judul bukunya ‘Kekerasan tak Berujung di Nduga’,” kata Murib.

Ia menyatakan hingga kini para warga sipil yang mengungsi belum dapat kembali ke Nduga. Para pengungsi itu hidup secara tidak layak di sejumlah kantong pengungsian, dan kehilangan akses terhadap sejumlah layanan dasar ataupun pemenuhan hak asasi manusia (HAM).

Kondisi para pengungsi itu diabaikan pemerintah. “Melalui buku itu MRP ingin mengajak publik untuk kembali melihat situasi HAM di Nduga,” kata Murib.

Murib menyatakan MRP ingin membangun dialog konstruktif dengan pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, TNI/Polri, tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan. Murib menyatakan seluruh pemangku kepentingan itu harus terlibat dalam masalah kemanusiaan di Nduga. Sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua, MRP ingin menjembatani dan memperjuangkan hak orang asli Papua, terutama hak untuk hidup dan hak milik yang terabaikan dalam akibat konflik bersenjata di Nduga.

Ketua Penitia Khusus HAM MRP, Aman Jikwa mengatakan buku ini hasil investigasi MRP. Hasil investigasi itu antara lain disusul dari laporan kunjungan MRP ke kantong pengungsi Nduga di Wamena ibukota Kabupaten Jayawijaya, dan Kuyawage di Kabupaten Lanny Jaya.

“Tim investigasi MRP langsung turun menelusuri jejak-jejak konflik Nduga. Hasilnya buku yang akan diluncurkan,” kata Aman Jikwa.

Jikwa menyatakan dengan buku itu MRP ingin mengajak semua pemangku kepentingan melihat persoalan kemanusiaan yang terjadi di Nduga. MRP ingin mengajak semua pihak berfikir dan mengetahui kondisi rakyat Nduga sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang terabaikan hak-haknya. “Apakah rakyat Nduga itu bukan warga negara Indonesia? Kita semua harus serius memikirkan hal itu,” kata Jikwa.(*)

Sumber: Jubi.co.id

Read More