Categories Berita

Diadang sekelompok orang, tim RDP Otsus Papua tertahan di Bandara Wamena

Tim Rapat Dengar Pendapat Otsus Papua tiba di Bandara Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dan diadang sekelompok orang yang mengatasnamakan Lembaga Masyarakat Adat. – Jubi/Yuliana Lantipo

JAYAPURA, MRP – Sekelompok orang yang mengatasnamakan Lembaga Masyarakat Adat atau LMA mengadang Tim Rapat Dengar Pendapat Majelis Rakyat Papua di Bandara Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua, Minggu (15/11/2020). Mereka menyatakan menolak tim itu menggelar Rapat Dengan Pendapat atau RDP Otonomi Khusus Papua, dan meminta tim MRP tersebut segera meninggalkan Wamena.

Tim MRP yang tiba di Bandara Wamena berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat terkait pelaksanaan Otonomi Khusus (RDP Otsus) Papua dengan para pemangku kepentingan dari 10 kabupaten di Wilayah Adat Lapago. Sejumlah 10 kabupaten di Wilayah Adat Lapago itu adalah Kabupaten Jayawijaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo, Lanny Jaya, Nduga, Puncak Ilaga, Mamberamo Tengah, dan Puncak Jaya.

RDP Otsus Papua untuk Wilayah Adat Lapago itu akan dipusatkan di Wamena, berlangsungpada 17 – 18 November 2020, bersamaan dengan RDP Otsus Papua di keempat wilayah adat lainnya.

Dari pantauan Jubi di Bandara Wamena, rombongan Tim MRP itu diadang sekelompok orang yang dipimpin Ketua LMA Wamena Karlos Hubi, Kepala Kampung Lantipo-Honelama Hengky Heselo, serta tokoh adat Silo, Karno Doga dan Alex Doga. Hingga berita ini diturunkan pada pukul 13.00 WP, sejumlah 36 anggota tim MRP belum bisa keluar dari Bandara Wamena, dan menunggu di ruang kedatangan penumpang.

Karlos Hubi menyatakan pihaknya tidak setuju dengan rencana MRP menggelar RDP Otsus Papua di Wamena. “Kami minta MRP pulang, tidak ada [yang melakukan] pertemuan apapun. Hari ini juga MRP pulang [kembali ke Jayapura],” kata Karlos Hubi saat berbicara menggunakan pelantang dari pintu keluar ruang kedatangan penumpang di Bandara Wamena.

Pada Kamis (12/11/2020) lalu, sekelompok orang yang juga dipimpin Karlos Hubi berunjuk rasa di Wamena. Dalam unjuk rasa itu, mereka menyatakan menerima dan mendukung Otsus Papua. Oleh karena itu, mereka menolak rencana MRP menggelar RDP Otsus Papua di Wamena.

Salah satu anggota tim RDP Otsus MRP, Engelbertus Kasibmabin menyayangkan tindakan yang dilakukan beberapa orang yang mengatasnamakan LMA itu. Kasibmabin menyatakan RDP Otsus Papua di Wamena seharusnya menjadi forum untuk menampung apapun aspirasi rakyat asli Papua, termasuk aspirasi untuk mendukung atau menolak Otsus Papua.

“Kami sayangkan saja. Hal seperti itu kan ada forumnya, bukan potong di tengah jalan begini. Mereka [yang mendukung Otsus Papua] harusnya juga memberikan ruang kepada masyarakat asli Papua yang lain. Ini [yang menolak RDP Otsus] kan hanya mereka. Masih ada rakyat asli Papua lain, dari daerah lain di Wilayah adat Lapago,” kata Kasibmabin.

Kasibmabin yang juga anggota Kelompok Kerja Adat MRP dan utusan masyarakat adat dari Wilayah Adat Lapago menegaskan tidak boleh ada sekelompok orang yang mengatasnamakan seluruh rakyat Lapago dan menentang tim MRP yang sedang bekerja. “Terima Otsus dan tolak Otsus bukan urusan kami. Justru itu harus datang dari seluruh rakyat Papua, bukan hanya satu dua kelompok,” tegasnya.(*)

Read More

Categories Berita

MRP Sesalkan Asosiasi Bupati Meepago Tolak Kegiatan RDPW di Dogiyai

Wakil ketua II MRP Debora Mote dan Yuliten Anouw anggota MRP Pokja Adat saat memberikan keterangan pers di Dogiyai, Senin (16/11/2020) malam – Humas MRP

DOGIYAI, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Meepago karena batal menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Wilayah (RDPW) karena tidak didukung oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) Asosiasi Bupati Meepago.

Hal kekecewaan dan permohonan maaf tersebut disampaikan langsung oleh Debora Mote ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Yuliten Anauw anggota MRP Pokja Adat kepada wartawan. Senin, (16/11/2020), malam.

Pembatalan kegiatan RDPW di wilayah Meepago yang di pusatkan di kabupaten Dogiyai tersebut di tolak oleh para bupati Meepago yang tergabung dalam asosiasi bupati Meepago melalui surat yang dikirim langsung ke lembaga MRP.

Debora Mote menyayangkan sikap pimpinan bupati di wilayah Meepago yang menolak kegiatan RDPW yang diselenggarakan oleh MRP sesuai mekanisme konsitusi UU Otsus nomor 21 pasal 77.

“Secara pribadi dan lembaga MRP kami menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Meepago (Nabire, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Timika dan Intan Jaya) yang mana antusias dalam beberapa hari terakhir ini ingin menyukseskan kegiatan RDPW namun menjelang hari pelaksanaan besok Selasa (17/11/2020) secara tiba-tiba tidak didukung oleh bupati setempat,” ujarnya.

Dirinya juga menjelaskan bahwa pelaksanaan RDP tersebut sesuai dengan aturan UU pasal 77 nomor 21 tahun 2001 sehingga wajib Aparatur Sipil Negara untuk mendukung pelaksanaan RDP tersebut, bukan menolak.

“Sebagai ASN harusnya mendukung dan menyukseskan kegiatan hajatan negara yang sudah di atur dalam undang-undang bukan menentang aturan yang sudah di tetapkan negara, dibalik semua ini ada apa?, ujar Debora.

Meskipun RDPW di wilayah Meepago ditolak oleh para bupati, MRP akan mencari jalan lain untuk menyelenggarakan kegiatan ini demi mendengar langsung keinginan masyarakat Papua khususnya Meepago terkait implementasi Otsus Papua selama 20 tahun di Papua.

Yuliten Anouw anggota MRP Pokja Adat juga menyampaikan rasa kekesalannya kepada para kepala daerah yang dengan sengaja menghambat proses jalannya RDPW di wilayah Meepago.

“Secara pribadi dan lembaga MRP sangat kesal karena RDPW tidak terlaksana di Dogiyai namun faktor apa sehingga lembaga MRP menyampaikan ke kami untuk batalkan kegiatan, padahal saya sudah siap 90 persen sukseskan kegiatan ini besok.

Hanya dengan dasar surat yang dikirimkan oleh asosiasi bupati Meepago ke pimpinan lembaga MRP untuk penolakan RDPW tanpa alasan yang jelas.

“Di lain sisi kami tidak ingin terjadi konflik di tengah masyarakat bila kegiatan RDPW dipaksakan akan berbenturan dengan penolakan oleh kepala daerah wilayah Meepago sehingga akan timbul konflik sehingga masyarakat Meepago harus memahami ini, dan MRP tidak ingin ada konflik (pertumpahan darah) yang timbul dan MRP akan mencari jalan lain untuk menyalurkan aspirasi melalui mekanisme legal yaitu RDP dalam waktu dekat ini,” tegasnya. (*)

Read More