Categories Berita

Revisi UU Otsus Papua Tanpa Kewenangan, Dana, dan Pemekaran Tak Berguna

Suasana pertemuan, Majelis Rakyat Papua (MRP), Pansus Otsus DPR Papua dengan Forum Aspirasi dan Komunikasi Masyarakat Papua dan Papua Barat (for Papua) di DPR RI di Jakarta, Kamis (10/6/2021) - Humas MRP
Suasana pertemuan, Majelis Rakyat Papua (MRP), Pansus Otsus DPR Papua dengan Forum Aspirasi dan Komunikasi Masyarakat Papua dan Papua Barat (for Papua) di DPR RI di Jakarta, Kamis (10/6/2021) – Humas MRP

JAKARTA, MRP – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Otsus DPR Papua, Thomas Sondegau, mengatakan tahapan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus atau Otsus Papua, yang kini dilakukan pemerintah dan DPR RI terkesan dipaksakan sebab hanya fokus pada dua pasal, yakni Pasal 34 tentang dana penerimaan khusus dan Pasal 76 tentang pemekaran.

Menurutnya, apa gunanya penambahan dana Otsus Papua dua persen menjadi 2,25 dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan mempermudah mekanisme pemekaran, jika tak dimbangi dengan kewenangan.

“Kalau hanya merevisi pasal mengenai penerimaan dana Otsus dan mekanisme pemekaran, itu sama saja menciptakan masalah baru. Apa guna revisi itu kalau tidak pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam berbagai sektor,” kata Thomas Sondegau kepada Jubi, Minggu (13/6/2021).

Menurutnya, yang diinginkan Pemprov Papua, Pansus Otsus DPR Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah pemberian kewenangan lebih luas kepada daerah, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam dan penentuan kebijakan pembangunan.

Katanya, dengan adanya pemberian kewenangan lebih luas, pemerintah daerah dapat leluasa mengelola sumber daya alamnya untuk mendapat menghasilkan pendapat bagi daerah.

Dengan begitu, ke depan pemerintah daerah tidak akan terus bergantung pada anggaran dari pusat. Pemda juga dapat menentukan kebijakan pembangunan yang tepat bagi warga Papua, sesuai kondisi di setiap wilayah.

“Kalau perlu evaluasi semua pasal dalam Undang-Undang Otsus. Mulai Pasal 1 hingga Pasal 79. Jangan hanya dua pasal saja, sebab selama ini amanat pasal lain juga tidak dilaksanakan maksimal,” ujarnya.

Katanya, pemerintah pusat tidak perlu merasa kewenangannya akan dikebiri pemerintah daerah.

Ia mengatakan dengan pemberian kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat tetap memegang urusan pemerintahan absolut. Ini sesuai Pasal 9 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Urusan pemerintah absolut dalam Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 itu, yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

“Kami telah menyampaikan ini ketika rapat dengan Forum Aspirasi dan Komunikasi Masyarakat Papua dan Papua Barat (For Papua) yang ada di DPR RI di Jakarta, Kamis (10/6/2021),” ucapnya.

Ia meminta pemerintah diminta tidak memaksakan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, tanpa mendengar keinginan para pihak di provinsi tertimur Indonesia itu.

Thomas Sondegau menambahkan hingga kini hasil kerja Pansus Otsus DPR Papua, belum diserahkan kepada pemerintah pusat dan DPR RI, sebab terlebih dahulu akan diparipurnakan bersama Pemprov Papua dan MRP, agar menjadi keputusan bersama.

MRP juga ingin dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap Pasal 1 hingga Pasal 79 dalam UU Otsus Papua. Sebab, selama 20 tahun pelaksanaannya dianggap belum maksimal dan berdampak kepada orang asli Papua.

Ketua MRP, Timotius Murib, mengatakan tahapam revisi UU Otsus kini merupakan langkah sepihak Jakarta, dan tak sesuai dengan aspirasi rakyat Papua.

“MRP menganggap tidak ada niat baik pemerintah pusat membangun Papua sebagai satu kesatuan dalam NKRI,” kata Timotius Murib, belum lama ini.

Menurutnya, pemerintah pusat dan masyarakat Papua mestinya duduk bersama melihat kembali setiap pasal dalam UU Otsus.

“Ini untuk melihat kelemahan dan kelebihan pelaksanaan Undang-Undang Otsus selama ini. Ini bukan hanya tentang dana dan pemekaran,” ujarnya.

Murib mengatakan empat bidang prioritas dalam UU Otsus Papua yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur, selama ini tidak terlaksana maksimal.

Sementara itu, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas mengatakan UU Otsus Papua tidak hanya sekedar pembagian uang.

Katanya, untuk apa ada Otsus kalau ada kekerasan. Ini merupakan kegagalan menciptakan perdamaian di tanah Papua.

“Undang-Undang Otsus Papua inikan dibentuk sebagai jalan tengah, antara tuntutan orang Papua yang ingin merdeka dengan pemerintah yang ingin Papua bertahan dalam NKRI,” kata Cahyo. (*)

Sumber: JUBI

Read More

Categories Berita

MRP Papua Ambil Jalur Hukum Jika Pemerintah Pusat Paksakan Perubahan Kedua UU Otsus

Pimpinan MRP bersama kepala badan Kesbangpol dan ketua Pansus Otsus DPRP saat pembukaan rapat koordinasi membahas bersama agenda revisi UU Otsus Papua yang diinisiasi pemerintah pusat tanpa mendengar aspirasi rakyat Papua. – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) menyatakan siap menggugat pemerintah Indonesia dalam hal ini presiden maupun DPR RI karena dianggap melakukan inisiasi dan keputusan sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua dan lembaga perwakilan dalam penentuan keberlanjutan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) dan pemekaran provinsi Papua.

Hal ini ditegaskan Timotius Murib, ketua MRP, kepada wartawan, Jumat (19/2/2021) di Sentani, kabupaten Jayapura, usai rapat koordinasi menanggapi adanya revisi sepihak terhadap UU Otsus.

Menurut Murib, upaya hukum tersebut akan ditempuh di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menilai pemerintah malas tahu dan tidak menghargai orang Papua dengan mengambil keputusan seenaknya tanpa melibatkan orang Papua yang akan merasakan dampak Otsus dan pemekaran provinsi Papua.

“Pemerintah pusat tidak mendengar aspirasi masyarakat Papua yang disampaikan melalui MRP. Makanya, terakhir MRP akan tempuh jalur hukum dengan menggugat di Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Murib menyatakan, masyarakat Papua, DPRP, Pemprov dan MRP sudah memprediksi bahwa Indonesia akan menggunakan kekuasaan, sehingga upaya dari masyarakat Papua untuk menyampaikan isi hati pasti akan kalah. Karena itu, pihaknya siap menempuh jalur hukum.

Bahkan gugatan ini juga untuk Surat Keputusan Presiden terkait Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Jakarta, 4 Desember 2020 yang ditujukan kepada ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

“Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua untuk dibahas dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat, guna mendapatkan persetujuan dengan prioritas utama. Selanjutnya, untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut, kami menugaskan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, untuk mewakili kami dalam membahas Rancangan Undang-Undang tersebut,” Murib membacakan isi surat presiden.

Hal ini juga akan digugat karena keputusannya sepihak dan tidak mengikuti regulasi yang dibuat negara ini di dalam UU Otsus Pasal 77 yang berbicara soal kelanjutan Otsus dan pemekaran provinsi Papua harus melibatkan lembaga keterwakilan rakyat Papua yaitu MRP dan DPRP yang hingga kini tidak pernah dilibatkan pemerintah pusat.

Bahkan pihaknya sebagai lembaga representasi kultural rakyat Papua sudah menyampaikan surat dan usulan ke lembaga pemerintah dan presiden, tetapi tetap saja tidak dihiraukan.

“Surat kami sudah sampaikan ke pemerintah pusat, tetapi tidak dapat mengundang kami (MRP dan DPRP) dari provinsi Papua dan Papua Barat.  Surat presiden yang sepihak yang diberikan kepada DPR RI sangat sepihak dan tanpa melibatkan masyarakat Papua. Atas nama rakyat Papua MRP akan gugat karena ini tanggung jawab moril MRP kepada masyarakat Papua,” kata Murib.

Sementara itu, Thomas Sondegau, ketua Pansus Otsus DPR Papua, menyatakan akan mengawal hasil MRP hingga ke pemerintah pusat. Menurutnya, di provinsi Papua dan Papua Barat harus berlaku UU Otsus yang sama.

“UU Otsus ini akan digunakan sampai di desa, tapi kalau UU 23 dipakai, maka kabupaten/kota akan pakai itu, sehingga orang di sana mengira UU 21 digunakan hanya di provinsi. Karena itulah kami minta dalam evaluasi UU Otsus, provinsi Papua dan Papua Barat hanya satu UU Otsus,” jelasnya.

Thomas juga meminta pemerintah pusat soal kewenangan agar bisa mengatur rakyat Papua.

“Kita minta kewenangan, bukan pemekaran dan dana segala macam. Dengan kewenangan itu, kita bisa mengatur rakyat Papua. Hari ini kewenangan di sini hanya lima yang tidak boleh dilakukan pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat, yang lain boleh dalam rangka NKRI. Jadi, kami minta kewenangan untuk mengatur rumah tangga sendiri,” tegas Sondegau.

Mewakili pemprov Papua dalam rakor ini, Musa Isir, kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) provinis Papua, menyampaikan dukungannya terhadap perjuangan MRP termasuk hasilnya terkait perubahan kedua UU Otsus.

“Kita mendukung yang dihasilkan MRP kepada pemerintah pusat dan semua pihak terkait dinamika yang terjadi terkait perubahan kedua Otsus agar bisa sesuai yang diharapkan masyarakat di Papua,” kata Isir.(*)

Sumber: Suara Papua

Read More

Categories Berita

DPR Papua dan MRP Satukan Persepsi Untuk Lakukan RDP Sesuai UU Otsus

DPR Papua bersama MRP melakukan rapat bersama guna menyatukan persepsi dalam pembahasan evaluasi UU Otsus – Humas MRP

JAYAPURA, MRP – Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melakukan rapat kerja Panitia khusus (Pansus) Otsus dengan Majelis Rakyat Papua (MRP) guna menyatukan persepsi bersama dalam pembahasan Otonomi Khusus berpacu pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua atau UU Otsus Papua harus mengacu Pasal 77 UU Otsus Papua.

Timotius Murib, ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) mengatakan pertemuan ini lebih bertujuan kepada mempersiapkan langkah-langkah menuju Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan rakyat Papua dalam rangka evaluasi UU Otsus Papua.

“Hari ini kita lihat di media sosial, ada dua belah pihak yang berdiri berseberangan antara pemerintah pusat dan rakyat Papua sehingga MRP, DPR Papua harus menjadi fasilitator guna mefasilitasi rakyat untuk menyampaikan hasil implementasi Otsus dalam rangka evaluasi Otsus mengacu pada Pasal 77 UU Otsus Papua,” tuturnya.

Dalam Amanat tersebut dengan jelas meminta kepada rakyat Papua untuk mengevaluasi Otsus melalui lembaga MRP dan DRP Papua sehingga hari ini DPRP dan MRP satukan persepsi, untuk mengerjakan masing-masing tugas lalu satukan untuk di Paripurnakan oleh DPRP untuk menyampaikan kepada presiden Joko Widodo.

sementara itu John Banua Rouw,  ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) menambahkan pertemuan Pansus Otsus DPRP dan MRP guna menyatuhkan persepsi bersama sebagai lembaga aspirasi rakyat untuk menyampaikan apa yang diaspirasikan rakyat kepada pusat terutama Komisi II RPR RI sebagai pengambil kebijakan dalam mengesahkan UU Otsus harus melihat kondisi real saat ini di Papua.

“Tujuan kami hari ini lebih kepada menyatuhkan presepsi terkait dengan adanya usulan untuk merevisi UU Otsus. Dengan Diskusi ini kita bisa membuat presepsi dan sudut pandang yang sama antara DRP Papua dan MRP untuk bekerja bersama sesuai aspirasi masyarakat Papua,” tuturnya. (*)

Humas Majelis Rakyat Papua (MRP)

Read More