JAYAPURA, MRP – Ketua Dewan Kehormatan Majelis Rakyat Papua atau MRP, Nehemi Yebikon mengatakan pihaknya telah menyelesaikan penyusunan dokumen rancangan tata beracara Dewan Kehormatan kepada pimpinan MRP. Dokumen yang mengatur tata cara menangani pengaduan terhadap anggota MRP itu telah diserahkan kepada pimpinan MRP di Kota Jayapura pada Selasa (8/9/2020).
Yebikon menyatakan penyerahan dokumen tata beracara Dewan Kehormatan MRP itu telah diserahkan secara resmi kepada pimpinan MRP dalam rapat umum MRP di Hotel Horizon, Selasa. “Rapat hari ini penyerahan [dokumen] tata beracara dari Dewan Kehormatan kepada pimpinan lembaga,” kata Yebikon kepada Jubi.
Dokumen rancangan tata beracara Dewan Kehormatan MRP akan disahkan untuk menjadi panduan bagi Dewan Kehormatan dalam menangani pengaduan dugaan pelanggaran oleh anggota MRP. “Tata beracara ini membantu Dewan Kehormatan MRP dalam beracara [saat menangani pengaduan] terhadap anggota [MRP] yang diduga melanggar kode etik [anggota MRP] atau tata tertib [MRP],” ujarnya.
a menyatakan Dewan Kehormatan MRP telah menerima tiga pengaduan dari masyarakat. Saat ini, Dewan Kehormatan masih menelaah ketiga pengaduan itu.
Menurut Yebikon, pihaknya tengah meminta keterangan dari para pihak yang terlibat dalam pengaduan itu. “Kami sedang proses meminta keterangan,” kata Yebikon.
Ia berharap pimpinan MRP dapat segera mengesahkan rancangan tata beracara Dewan Kehormatan MRP itu, agar tiga pengaduan yang sudah diterima dapat segera ditangani “Kami harap pimpinan [segera] sahkan tata beracara itu,” ujarnya.
Ketua MRP, Timotius Murib membenarkan pihaknya telah menerima dokumen rancangan tata beracara Dewan Kehormatan MRP itu. “Kita proses [rancangan] itu, supaya Dewan Kehormatan bisa melaksanakan tugas dalam rangka mendukung kerja-kerja lembaga,” kata Murib.(*)
JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat telah merampungkan kunjungan kerja bersama kedua lembaga ke sejumlah lembaga negara di Jakarta, Jumat (4/9/2020). Sejumlah lembaga negara yang ditemui Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat mendukung rencana penyelenggaraan Rapat Dengar Pendapat untuk mengetahui aspirasi orang asli Papua atas evaluasi Otonomi Khusus Papua.
Hal itu dinyatakan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib di Jakarta, Jumat. Menurutnya, dalam kunjungan kerja bersama yang berlangsung 31 Agustus hingga 4 September 2020 itu, MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) telah bertemu Kementerian Dalam Negeri dan Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPR-DPD RI Daerah Pemilih Papua dan Papua Barat (MPR for Papua).
Dalam kedua pertemuan itu, MRP dan MRPB menegaskan bahwa evaluasi Otsus Papua harus dijalankan sesuai ketentuan Pasal 77 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua). MRP dan MRPB akan menjalakan ketentuan Pasal 77 UU Otsus Papua melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengetahui aspirasi dan evaluasi rakyat Papua atas pelaksanaan Otsus Papua.
Murib menyatakan, Kementerian Dalam Negeri maupun MPR for Papua mendukung rencana MPR dan MRPB mengadakan RDP evaluasi Otsus Papua itu.. “Ini tandanya semua institusi [di] Jakarta mendukung MRP melaksanakan RDP. Untuk itu, MRP terus melakukan konsolidasi, supaya semua pihak mengerti dan mendukung MRP. RDP [diadakan untuk] mendengar usul rakyat. Itulah menjadi dasar melakukan perubahan,” kata Murib, sebagaimana dikutip dari video dokumentasi MRP yang diterima Jubi pada Jumat.
Ketua MRPB, Maxsi Nelson Ahoren menyatakan pada Selasa (1/9/2020) para pimpinan MRP dan MRPB telah bertemu dengan Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Maddaremmeng. “Pada dasarnya, kami menyampaikan rencana RDP itu. Kementerian Dalam Negeri sangat mendukung rencana pelaksanaan RDP dari MRP dan MRPB,” kata Ahoren.
Ahoren menegaskan RDP harus dilaksanakan, karena itu amanat UU Otsus Papua. Rakyat Papua yang harus memberikan pendapat apakah pelaksanaan Otsus Papua berhasil atau gagal, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan perubahan UU Otsus Papua, atau menghapuskan Otsus Papua. “Lanjut dengan catatan atau tidak melanjutkan dengan catatan. Nanti kita akan lihat pendapat rakyat,” ujar Ahoren.
Keterangan pers tertulis MPR for Papua yang diterima Jubi pada Jumat menyatakan para anggota MPR for Papua telah bertemu dengan para pimpinan MRP dan MRPB untuk membicarakan rencana RDP evaluasi Otsus Papua. Ketua MPR for Papua, Yorrys Raweyai menyatakan pihaknya akan memfasilitasi aspirasi MRP dan MRPB itu.
“Kami menerima, mendengar, dan bersedia memfasilitas aspirasi MRP dan MRPB agar dapat didengar secara langsung oleh pemerintah. Pemerintah Pusat harus mendengarkan pendapat mereka sebagai representasi kultural dan konstitusional. Sebab, tanpa komunikasi dan penyamaan persepsi, maka gejolak di Tanah Papua tidak akan terselesaikan secara komprehensif”, kata Raweyai yang juga Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah RI.
Raweyai menyatakan MPR for Papua akan memfasiliasi rencana RDP itu, karena MPR RI merupakan rumah kebangsaan serta pengawal ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat. Ia menyatakan RDP akan diselenggarakan dalam waktu dekat, mengingat polemik atas revisi UU Otsus Papua semakin mendesak untuk diselesaikan.(*)
JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan rapat kordinasi bersama tim kerja perlindungan HAM orang asli Papua (OAP) bersama Eks karyawan PT Freeport Indonesia yang di PHK sepihak oleh perusahaan.
Debora Motte, wakil ketua II Majelis Rakyat Papua usai rapat kordinasi bersama perwakilan Eks karyawan PT Freeport mengatakan melalui pertemuan hari ini bersama MRP telah memutuskan upaya-upaya yang akan diambil untuk menyelamatkan nasib dari para eks karyawan ini. Kamis, (3/9/2020).
“Banyak upaya sudah dilakukan melalui kerja-kerja tim eks karyawan namun belum juga ada jawaban pasti sesuai harapan mereka sehingga MRP telah menerima aspirasi berupa pengaduan oleh 8.300 karyawan yang tidak menerima hak mereka selama 3 tahun terhitung tahun 2017 silam,” tururnya.
MRP melalui tim kerja perlindungan HAM orang asli Papua (OAP) menghadirkan perwakilan eks karyawan guna mencari akar persoalan sehingga bisa menolong para karyawan yang ditelantarkan selama ini.
“hasil diskusi kami hari ini MRP akan memanggil kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Papua guna meminta penjelasan terkait penerbitan nota I oleh Gubernur Papua yang belum ditindaklanjuti oleh mereka,” tuturnya.
MRP juga sudah menyepakati untuk memfasilitasi beberapa elemen guna menyelesaikan persoalan ini baik pemerintah provinsi Papua, Dinas Ketenagakerjaan provinsi Papua untuk melihat persoalan hak ini secara serius dengan memberikan satu jaminan yang pasti kepada eks karyawan.
Sementara itu Aser Gobai, ketua Pengurus Cabang Serikat Pekerja Kimia, Ekosop, Tambang Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPKET SPSI) kabupaten Mimika mengapresiasi upaya yang dilakukan MRP dalam melindungi hak para pekerja dimana MRP melihat persoalan ini secara serius yang harus di selesaikan oleh negara dan PT Freeport Indonesia.
“Ini masalah serius, masalah kemanusiaan karena masalah ketenagakerjaan ini demi perbaikan orang Papua sehingga perlu di tertipkan,” katanya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan provinsi Papua segera menindaklanjuti nota ke-II supaya ketertiban tenaga kerja berdasarkan surat gubernur, berdasarkan peraturan pemerintah provinsi Papua nomor 4 tahun 2003 harus ada penegakan.
“Kami Harap dengan adanya pertemuan ini MRP sebagai lembaga Culture harus menertibkan hal ini, karena Freeport ini lahan nasional dan internasional, sehingga disitulah orang Papua melalui lembaga ini dipersatukan dan memperjuangkan nasib ini supaya betul-betul merasakan hasil oleh para pekerja,” tuturnya.
JAYAPURA, MRP – Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) sepakat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang pelaksanaan otonomi khusus Papua, dalam satu dokumen kerja sama kedua lembaga tersebut.
RDP digelar sebelum bertemu menteri dalam negeri dan DPR RI, dalam kunjungan kerja selama sepekan di Jakarta pada 31 Agustus – 4 September 2020.
Pernyataan itu disampaikan Timotius Murib, ketua MRP pada 1 September 2020, melalui pernyataan tertulisnya kepada redaksi Jubi.
“Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari agenda bersama kedua lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang menjadi representasi kultural orang asli Papua,”kata Murib yang juga ketua Tim RDP MRP kepada redaksi jubi.co.id.
Kata dia, agenda bersama MRP dan MRPB telah disepakati dan dituangkan dalam sebuah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Ketua MRP dan Ketua MRPB pada 1 September 2020 di Golden Boutique Hotel, Jakarta
Penandatangan MoU didahului sesi pertemuan bersama antara MRP dan MRPB, membahas poin-poin MoU mengenai pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat Umum dan Rapat Pleno Luar Biasa, tentang 20 tahun efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan kerjasama MRP dan MRPB sebagai upaya dari orang asli Papua untuk melihat pelaksanaan kebijakan Otonomi Khusus dan mencari solusi terbaik demi masa depan orang asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Sebelum melihat lebih dalam mengenai efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, MRP dan MRPB melakukan sesi pertemuan bersama dengan diakhiri penandatanganan MoU bersama, sebagai kesepakatan bersama kedua lembaga negara itu dalam melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum dan Pleno Luar Biasa bersama orang asli Papua,“ tegas Ketua MRP.
Senada dengan Ketua MRP, Maxsi Ahoren selaku Ketua MRPB menegaskan, kerjasama ini adalah momentum dimana orang asli Papua bersatu dalam memikirkan masa depannya. “Kami dari MRPB melihat kerjasama antara kami dan MRP sebagai momentum dalam menjalankan mandat Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, “ ujarnya.(*)
JAYAPURA, MRP – Salah satu agenda bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) selama di Jakarta adalah meminta kembali draf revisi UU Otonomi Khusus bagi Tanah Papua untuk dibahas bersama orang asli Papua. Hal itu disepakati dan ditetapkan dalam agenda kerja sama yang ditandatangani ketua kedua lembaga di Jakarta pada 1 September 2020.
Dua agenda dua lembaga ini sudah disepakti yakni bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pertemuan dengan pihak Kemendagri telah dilaksanakan Selasa (1/9/2020).
“Hari ini, 1 September 2020, delegasi MRP dan MRPB yang dipimpin langsung oleh Ketua MRP dan Ketua MRPB berkunjung dan bertemu dengan Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan DPOD, Drs. Maddaremmeng, M.Si, di Kantor Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta,” ungkap Ketua MRP, Timotius Murib, melalui rilis pers yang diterima Jubi, Selasa (1/8/2020) malam.
Kata dia, kegiatan ini merupakan bagian dari rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk menyampaikan rencana rapat dengar pendapat (RDP) dari MRP dan MRPB bersama orang asli Papua mengenai efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kata dia, pada kesempatan itu kedua lembaga ini menyerahkan hasil keputusan Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB pada tanggal 28 Februari 2020 di Sentani, Jayapura. Salah satu keputusan dari Pleno Luar Biasa itu adalah MRP dan MRPB meminta kembali draf Undang-Undang Otsus Plus yang telah diserahkan ke Kemendagri.
“Pada dasarnya kami menyampaikan kepada Kementrian Dalam Negeri tentang rencana RDP dan meminta kembali draf Undang-Undang Otsus Plus. Kementrian Dalam Negeri sangat mendukung rencana pelaksanaan RDP dari MRP dan MRPB,” ungkap Ketua MRPB, Maxi Ahoren, setelah pertemuan di Kantor Kementrian Dalam Negeri RI.
Ketua MRP, Timotius Murib, menambahkan, “Sebelum merevisi kebijakannya mengenai Otonomi Khusus di Tanah Papua, pemerintah Pusat dan DPR RI harus mendengarkan suara orang asli Papua, khususnya solusi yang ditawarkan oleh orang asli Papua untuk masa depannya.”
Selain dengan Kementrian Dalam Negeri RI, MRP dan MRPB mengagendakan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 3 September 2020. Mereka juga akan meminta untuk mengambil kembali draf revisi UU Otonomi Khusus Papua yang telah masuk dalam Prolegnas 2020 DPR RI.
“Upaya MRP dan MRPB untuk meminta kembali draf revisi UU Otonomi Khusus Papua itu adalah bagian dari konsistensi MRP dan MRPB dalam melaksanakan perintah pasal 77 UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,” tegas Timotius Murib. (*)
JAKARTA, MRP – MRP dan MRPB menetapkan agenda bersama untuk melaksanakan RDP OAP tentang Efektifitas Pelaksanaan Otsus di Tanah Papua, dan Mengkomunikasikannya dengan Kemendagri.
Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menyatukan agenda dan menyerahkan keputusan Pleno Luar Biasa kepada Kementerian Dalam Negeri RI dan DPR RI. Ini sebagai bagian dari mempersiapkan Rapat Dengar Pendapat dan Pleno Luar Biasa mengenai dua puluh tahun efektivitas pemberlakuan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Jakarta, 1 September 2020: Pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua tengah menjadi perhatian serius pemerintah dan warga Papua. Hal ini terkait dengan rencana Pemerintah Pusat untuk revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dimana telah menciptakan sikap pro dan kontra dari pihak warga masyarakat. Majelis Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua Barat melakukan kunjungan kerja pada 31 Agustus – 4 September 2020 di Jakarta.
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari agenda bersama kedua lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dimana menjadi representasi kultural orang asli Papua.
MoU MRP dan MRPB
Agenda bersama MRP dan MRPB telah disepakati dan dituangkan dalam sebuah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Ketua MRP dan Ketua MRPB pada 1 September 2020 di Golden Boutique Hotel, Jakarta.
Penandatangan MoU ini didahului dengan sebuah sesi pertemuan bersama antara MRP dan MRPB dimana membahas point-point MoU mengenai pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat Umum dan Rapat Pleno Luar Biasa tentang dua puluh tahun efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Ketua MRP, Timotius Murib menegaskan bahwa kerjasama MRP dan MRPB sebagai upaya dari orang asli Papua untuk melihat pelaksanaan kebijakan Otonomi Khusus dan mencari solusi terbaik demi masa depan orang asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
“Sebelum melihat lebih dalam mengenai efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, MRP dan MRPB melakukan sesi pertemuan bersama dengan diakhiri penandatanganan MoU bersama sebagai kesepakatan bersama kedua lembaga negara ini dalam melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum dan Pleno Luar Biasa bersama orang asli Papua,“ tegas Ketua MRP.
Senada dengan Ketua MRP, Maxsi Ahoren selaku Ketua MRPB menegaskan bahwa kerjasama ini adalah momentum dimana orang asli Papua bersatu dalam memikirkan masa depannya. “Kami dari MRPB melihat kerjasama antara kami dan MRP sebagai momentum dalam menjalankan mandat Pasal 77 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, “ ungkapnya.
Menarik Kembali Draf Revisi UU Otsus Papua
Salah satu agenda bersama MRP dan MRPB selama di Jakarta adalah meminta kembali draft UU Revisi Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua untuk dibahas bersama orang asli Papua.
Hari ini, 1 September 2020, delegasi MRP dan MRPB yang dipimpin langsung oleh Ketua MRP dan Ketua MRPB berkunjung dan bertemu dengan Direktur Penataan Daerah Otonomi Khusus dan DPOD, Drs. Maddaremmeng, M.Si di Kantor Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Rapat Koordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk menyampaikan rencana Rapat Dengar Pendapat dari MRP dan MRPB bersama orang asli Papua mengenai efektivitas pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dan menyerahkan hasil keputusan Pleno Luar Biasa MRP dan MRPB pada tanggal 28 Februari 2020 di Sentani, Jayapura. Salah satu keputusan dari Pleno Luar Biasa itu adalah MRP dan MRPB meminta kembali draf Undang-Undang Otsus Plus yang telah diserahkan ke Kemendagri.
“Pada dasarnya kami menyampaikan kepada Kementrian Dalam Negeri tentang rencana RDP dan meminta kembali draf Undang-Undang Otsus Plus. Kementrian Dalam Negeri sangat mendukung rencana pelaksanaan RDP dari MRP dan MRPB,”ungkap Maxsi Ahoren, Ketua MRPB setelah pertemuan di Kantor Kementrian Dalam Negeri RI.
Lebih lanjut Ketua MRP, Timotius Murib menegaskan, “Sebelum merevisi kebijakannya mengenai Otonomi Khusus di tanah Papua, pemerintah Pusat dan DPR RI harus mendengarkan suara orang asli Papua, khususnya solusi yang ditawarkan oleh orang asli Papua untuk masa depannya.”
Selain dengan Kementrian Dalam Negeri RI, MRP dan MRPB mengagendakan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 3 September 2020 dimana juga akan meminta untuk mengambil kembali draf revisi UU Otonomi Khusus Papua yang telah masuk dalam Prolegnas 2020 DPR RI.
“Upaya MRP dan MRPB untuk meminta kembali draf revisi UU Otonomi Khusus Papua itu adalah bagian dari konsistensi MRP dan MRPB dalam melaksanakan perintah Pasal 77 UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,” tegas Ketua MRP, Timotius Murib.
JAYAPURA, MRP – Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib meminta masyarakat Papua untuk menyampaikan aspirasi terkait rencana evaluasi Otonomi Khusus Papua secara damai dan tanpa kekerasan.
Murib menyatakan seluruh aspirasi itu akan diteruskan kepada pemerintah pusat.
Hal itu dinyatakan Timotius Murib usai mengikuti rapat koordinasi Gubernur, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, MRP, serta anggota DPR RI serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah pemilihan Papua dan Papua Barat yang berlangsung di Kota Jayapura, Kamis (13/8/2020). Murib mengatakan MRP berencana menggelar forum dengan melibatkan perwakilan berbagai organisasi dan lembaga untuk memberikan masukan terkait evaluasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Menurutnya, pelaksanaan Otsus Papua selama 19 tahun pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Hal itulah yang perlu dievaluasi, dan hasil evaluasi itu disampaikan kepada pemerintah pusat.
“Kami ingin aspirasi disampaikan secara santun, berwibawa, ilmiah, yang tentunya di dukung dengan data. Intinya, MRP, DPR Papua, dan Pemerintah Provinsi Papua menginginkan adanya evaluasi, dengan harapan perubahan yang dikehendaki masyarakat Papua [akan terlaksana] lebih baik dari hari ini, ” ujar Murib.
JAYAPURA, MRP – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum dan Hak Asasi Manusia DPR Papua, Laurenzus Kadepa berharap pemerintah pusat tak berpikiran negatif, dengan rencana rapat dengar pendapat atau RDP Otonomi Khusus (Otsus) oleh rakyat Papua.
Ia mengatakan, Majelis Rakyat Papua atau MRP telah membentuk tim mempersiapkan RDP.
DPR Papua juga telah membentuk panitia khusus (Pansus) Otsus. Kedua lembaga ini akan memfasilitasi RDP, sesuai amanat pasal 77 Undang-Undang Otsus Papua.
Katanya, pemerintah pusat jangan berupaya menekan para pihak di Papua, dengan adanya rencana pelaksanaan RDP mengevaluasi pelaksanaan Otsus di Bumi Cenderawasih.
“Jangan karena wacana RDP pemerintah pusat berupaya menekan DPR Papua, gubernur dan perangkatnya, MRP dan para pihak di Papua,” kata Kadepa melalui panggilan teleponnya, Jumat (7/8/2020).
Ia tak ingin, pemerintah pusat menanggapi rencana RDP itu dengan pengerahan personil keamanan ke Papua.
“RDP yang merupakan bagian dari amanat UU Otsus Papua untuk mendengar aspirasi dan pendapat masyarakat Papua terhadap pelaksanaan Otsus,” ujarnya.
Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan pihaknya telah membentuk tim beranggotakan 19 orang, untuk mempersiapkan segala sesuatuanya untuk pelaksanaan RDP.
“Tim ini akan melaksanakan seluruh proses persiapan, kurang lebih tiga bulan ke depan. Mereka menyiapkan seluruh tahapan RDP rakyat Papua di 29 kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan 12 kabupaten di Papua Barat,” kata Murib beberapa hari lalu.
Menurutnya, dalam proses ini pihaknya akan membangun komunikasi dengan semua pihak dengan harapan semua pihak memahami dan mendukung RDP, termasuk kelompok masyarakat dan mahasiswa yang menolak apapun aktivitas MRP.
“Kami akan membangun komunikasi supaya kita satu pemahaman supaya rakyat salurkan pendapat secara bersama dan santun,” ungkapnya. (*)
Program Aku Cinta Papua, 5 Sekolah Yayasan Kristen dan Katholik akan dinegerikan
KEEROM, MRP – Pokja Agama Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan kunjungan ke beberapa sekolah dibawah naugan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Keerom pada Kamis (13/8/20). Pada kunjungan kali ini sebanyak 8 orang rombongan yang terdiri dari Ketua Pokja, Anggota dan staff, melakukan rangkaian kegiatan ke beberapa sekolah untuk program ‘’Aku Cinta Papua’’ dari Kementerian Agama RI.
Rombongan yang dipimpin Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Mulait dengan anggota rombongan Robert Wanggai (Sek. Pokja), Edi Togodli, Beni Sweni, Adolof Kogoya, Andres Goo, dan lainnya. Kedatangan rombongan MRP ini disambut Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Keerom, Karel Mambay, SE, MPdK, dan jajaran.
Adapun sekolah-sekolah yang dikunjungi dalam rangka persiapan menjadi negeri adalah SMTK (Sekolah Menengah Theologi Kristen) Kadesi di Arso VI dan SMAK (sekolah menengah agama Kristen) Ebenhaeser di Senggi. Selain itu, sebagai pembanding, rombongan juga melihat MTs Persiapan Negeri Arso X dan SMAK Negeri Keerom di Arso XIV.
Ketua Pokja Agama MRP, Yoel Mulait, mengemukakan bahwa pihaknya puas dengan hasil kunjungan karena bisa mendapatkan gambaran kondisi sekolah yang akan direkomendasikan statusnya untuk menjadi sekolah negeri.
‘’Tujuan kunjungan MRP adalah sesuai usulan kemenag, ada 5 sekolah yang mau dinegerikan, hari ini kami kunjungan ke sekolah untuk melihat sekolah, guru sekolah, dan kondisi lainnya, untuk memastian ini program pemerintah atau semangat dari sekolah, tapi kami kunjungi ternyata ini adalah semangat bersama kedua pihak, tentunya ini menggembiarakan. Maka akan kami berikan rekomendasi untuk proses selanjutnya. Bahkan kami juga akan rekomendasi agar kepada sekolah sekolah yang dimaksud untuk ditambahkan fasilitas asrama bagi siswa/siswinya,’’pungkasnya.
Kepala Kantor Kemenag Keerom, Karel Mambay, saat diwawancara. (Arief/LPC)
Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Keerom, Karel Mambay menjelaskan bahwa sesuai SE kemenag no 19 tahun 2020 tentang program ‘Kita Cinta Papua dan Papua Barat’, maka Kemenag Papua menyambut hal tersebut dan menjalin komunikasi dengan berbagai lembaga termasuk MRP, agar program Aku Cinta Papua yang salah satunya adalah peningkatan status sekolah yang dikelola yayasan Katholik dan Kristen menjadi negeri.
‘’Kunjungan MRP sangat bermakna bagi kami dan kami menyampaikan apresiasi. Saat ini ada 5 sekolah yang mausk program ini di papua dan dua diantaranya ada di Keerom dan ini yang dikunjungi MRP, dan selanjutnya rekomendasi MRP akan mendukung sekolah yayasan ini nantinya menjadi negeri dan kedepan akan ditangani pemerintah yaitu kementerian agama secara professional,’’ujarnya.(*)